ENERGYWORLD.CO.ID — Setali tiga uang dengan kondisi PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN strategis di sektor energi, ternyata hingga tutup bulan April 2019, PT Perusahaan Listrik Negara Persero (Persero) belum juga merilis laporan keuangan tahun 2018 yang sudah diaudit.
Itu berarti janji Direktur keuangan PLN Sarwono Sudarto pada 4 Maret 2019 yang saat itu berjanji setelah selesai verifikasi dana subsidi PSO (Public Service Obligation) dari BPK, PLN bakal merilis laporan keuangan tahun 2018 pada akhir Maret 2019.
Saat itu, Sarwono mengatakan laporan keuangan PLN sedang dalam proses audit oleh kantor akuntan publik RSM Amir Abadi Yusuf. Tetapi faktanya, tidak terbukti sampai sekarang.
Padahal, tak lama berselang dari rilis pertama pada 25 Maret 2019, Dirut PLN Sofyan Basyir dan Direktur Keuangan Sarwono mengatakan masih sangat optimis bahwa laporan keuangan PLN masih cantik dan diperkirakan mampu meraup laba.
Optimisme itu muncul karena laba operasional pada kuartal III pada tahun 2018 sekitar Rp 9,06 triliun akibat adanya peningkatan penjualan dan efisiensi serta mendapat harga khusus batubara sesuai kebijakan harga DMO oleh pemerintah, sehingga ada peningkatan 13,3% dibandingkan laporan keuangan priode yang sama pada tahun 2017 sebesar Rp 8,5 triliun.
Namun ada yang membingungkan yakni adanya perbedaan keterangan sesama direksi PLN terhadap laporan keuangan kuartal III tahun 2018. Keterangan Dirut PLN berbeda dengan Direktur Keuangan PLN.
Lihat saja, menurut Direktur Keuangan pada kuartal III 2018, PLN telah menderita rugi selisih kurs dollar mencapai Rp 18,5 triliun, padahal pada kuartal yang sama pada tahun 2017 malah PLN berhasil meraup Rp 3,04 triliun.
Mungkin saja untuk mempertahankan performace kinerja keuangan PLN di mata publik supaya dianggap baik dan kinclong, diduga direksi PLN melakukan langkah yang tak lazim.
Pasalnya sesuai Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016 tentang Harga Jual Gas Bumi dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 434K/2017 akhirnya oleh Perusahaan Gas Negara (PGN) rela menekan laba untuk mendukung program pemerintah meskipun harga beli gas dari KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) tetap naik dan PGN telah memberikan diskon khusus kepada PLN selama jangka 30 tahun yang bernilai sekitar Rp 5 triliun.
Akan tetapi aneh dan lucunya oleh direksi PLN, nilai diskon itu akan dicatatkan sebagai piutang PLN kepada PGN dan dicatat juga sebagai pemasukan di dalam laporan keuangan PLN tahun 2018.
Padahal di sisi lain pada laporan keuangan PGN tahun 2018 yg sudah diaudit dan dirilis ke publik dalam RUPS baru baru ini, nilai diskon itu tidak tercantum sebagai liability/kewajiban saat ini.
Tentu konsekwensinya akan tidak sesuai kalau dicocokkan antara laporan keuangan PGN dengan laporan keuangan PLN yang saat ini lagi difinalisasikan.
Oleh karena itu, terkesan direksi PLN telah berupaya memasukkan nilai diskon harga jual gas itu secara tidak tepat waktu dan melanggar prinsip-prinsip akuntansi.
Diduga semua itu dilakukan hanya sebagai upaya pencitraan di tahun politik bahwa keuangan PLN sekarang sangat sehat dan mampu meraih laba. Bila dicermati, modus yang hampir sama dilakukan dengan cara penyajian laporan keuangan PT Garuda Indonesia yang dianggap kontroversial karena dua anggota komisarisnya telah menolak menyetujuinya.
Apakah upaya ini bisa disebut sebagai upaya kejahatan korporasi untuk mengecoh publik? Mari kita tunggu akhir cerita dari laporan keuangan PLN yang tidak ada kepastian kapan akan dirilis secara resmi.
Padahal menurut Peraturan Bersama Menteri Keuangan nomor 23/PMK.01/2007 dan Menteri BUMN Nomor: PER-04/MBU/2007 tentang Penyampaian Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara tertulis BUMN paling lambat LKPN pada 15 Febuari setiap tahunnya
Sehingga keterlambatan laporan keuangan beberapa BUMN strategis ini tak terlepas dari tanggung jawab dewan komisaris dan Kementerian BUMN yang bisa dianggap telah gagal dalam mengawasi dan membinanya, maka seharusnya memberikan nilai buruk KPI (Key Performance Indicator) kepada semua direksinya.
Terlebih lagi, saat ini mantan Dirut PLN dalam status tersangka di KPK, dan tidak tertutup kemungkinan direksi lainnya dan mantan direksinya akan menyusul.
Direktur Eksekutif CERI
Yusri Usman