Home BUMN “Jonan Diduga Terseret Perpanjangan PKP2B Menjadi IUPK PT Tanito Harum Melanggar UU...

“Jonan Diduga Terseret Perpanjangan PKP2B Menjadi IUPK PT Tanito Harum Melanggar UU Minerba”

500
0
Istimewa
Menteri ESDM Ignasius Jonan /Istimewa

ENERGYWORLD.CO.ID – KPK mengendus adanya potensi pelanggaran hukum yang dilakukan Menteri ESDM Ignasius Jonan ketika secara diam diam memperpanjang operasi PKP2B milik PT Tanito Harum pada 11 Januari 2019. Berdasarkan surat nomor 07.K/30/MEM/2019 yang berisi perpanjangan selama 20 tahun dan perubahan status dari izin Perjanjian Karya Pengusahaan Batu Bara ( PKP2B ) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus ( IUPK), perpanjangan dipaksakan Jonan setelah RPP ke 6 tak kunjung ditanda tangani Presiden ( media CNBC 20/5/2019).

Dengan kode surat “MEM” bukan ” DJB”, maka surat keputusan itu sepertinya dibuat dan ditanda tangani oleh Menteri ESDM Ignatius Jonan, lazimnya soal keputusan perpanjangan blok migas dan tambang mineral dan batubara adalah wewenang penuh Menteri, Dirjen sebatas membuat kajian tehnis, pertimbangan dan saran saja.

Surat tersebut diterbitkan menjelang empat hari berakhirnya PKP2B PT Tanito Harum, yaitu pada 15 Januari 2019 atau batas waktu berakhirnya kontrak. Kontrak Tanito Harum adalah salah satu dari 7 izin tambang perusahaan kakap generasi pertama PKP2B yang akan berakhir izinnya. Perlu diketahui, awalnya semua lahan PKP2B adalah milik BUMN PT Bukit Asam, dan oleh kebijakan pemerintah saat itu pada tahun 1997 oleh Menteri ESDM IB Sujana atas dasar Keputusan Presiden dirubah pengelolanya kepada swasta. Dengan diperpanjangnya PT Tanito Harum menjadi IUPK, maka tanpa masuknya KPK disinyalir diikuti ole PT Arutmin Indonesia ( 70.153 ha) pada 20 November 2020, PT Kaltim Prima Coal ( 90.938 ha) pada 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama ( 46.063 ha ) pada 2 April 2022, PT Adaro Indonesia ( 34.940 ha) pada 30 September 2022, PT Kideco Jaya Agung ( 50, 921 ha) pada 13 Maret 2023 dan terakhir milik PT Berau Coal seluas 118.400 ha pada tgl 26 April 2025. Semua skenario dibuat dengan asumsi Presiden Jokowi bersedia menanda tangani Revisi RPP ke 6 di awal tahun 2019.

Temuan KPK atas masalah perpanjangan PKP2B, perlu dan patut di apresiasi serta didukung penuh oleh semua pihak agar mampu membongkar dugaan kongkalikong yang sangat berpotensi merugikan negara oleh pemilik tambang dengan oknum pejabat dilingkungan KESDM, yang semestinya merupakan rahasia umum.

Dari seluruh PKP2B, semuanya telah menjadi Perusahaan Terbuka (tbk) atau telah listed di bursa efek. Dengan telah menjadi perusahaan terbuka, justru semestinya SK Perpanjangan Menteri ESDM justru menjadi bagian keterbukaan publik. Tapi anehnya, KPK mengakui kesulitan mendapatkan surat tersebut. Setelah dua kali pertemuan dengan Dirjen Minerba, baru dokumen surat tersebut diberikan.

Ironisnya, KPK menilai mekanisme perpanjangan kontrak 20 tahun yang terlanjur diberikan oleh Menteri ESDM tidak sesuai regulasi yang ada, karena didalam UU Minerba nomor 4 tahun 2009 tegas disebutkan hak pengelolaan semua tambang batubara PKP2B yang berakhir waktunya, atas dasar UU secara prioritas harus terkebih dahulu ditawarkan kepada BUMN dengan batasan luasan maksimal IUPK Operasi Produksi 15.000 ha. Baru kalau BUMN menolak, maka proses yang ada harus melalui mekanisme tender, sehingga tidak bisa dengan mudahnya diperpanjang begitu saja.

Aneh dan lucunya lagi Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono berpendapat dihadapan penyidik KPK bahwa Peraturan Pemerintah ( PP ) nomor 77 tahun 2014 telah dijadikan payung hukum untuk memperpanjang dan merubah PKP2B menjadi IUPK. Padahal sangat jelas, PP nomor 77 tahun 2014 dibuat selain sangat kontroversial dan berpotensi merugikan negara, sekaligus bertentangan juga dengan isi pasal UU Minerba, dan telah direvisi menjadi PP nomor 1 tahun 2017 yang digunakan sebagai payung hukum oleh KESDM untuk memperpanjang dan merubah KK PT Freeport Indonesia menjadi IUPK.

Kami pun dari lembaga CERI sejak 11 November 2018 telah mengeluarkan rilis resmi ke semua media agar menjadi perhatian Presiden Jokowi untuk tidak menanda tangani RPP ke 6 tersebut, karena kami mensinyalir upaya revisi ke 6 RPP nmr 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pertambangan dan Batubara, sarat akan kepentingan pengusaha daripada kepentingan nasional. Bahkan, dibuatnya pun ibarat operasi intelijen agar tidak diketahui oleh publik dan menyalahi UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembuatan Peraturan Perudang Udangan, karena lazimnya setiap revisi PP diawali dengan membentuk FGD ( Forum Group Discussion ) antara KESDM dengan para stake holder sektor pertambangan, termasuk mencari masukan dari berbagai asosiasi pertambangan dan perguruan tinggi. Justru revisi ini tidak dilakukan sebagai mestinya, tiba-tiba publik mendengar telah dilakukan harmonisasi dengan Kemenkumham, dan pada Desember 2018. Kami mendapat informasi bahwa posisi dokumen revisi ke 6 sudah berada di Sekratariat Negara untuk mendapat tanda tangan Presiden, namun belakangan bocor ke publik ketika ada surat rahasia dari Menteri BUMN 1 maret 2019 menjawab surat Mensesneg nomor B-01/Sesneg/D-1/HK.02.02/01/2019 tanggal 2 Januari 2019 perihal untuk meminta paraf dari Meneg BUMN pada naskah RPP ke 6 itu sebelum ditanda tangani oleh Presiden. Sebaliknya Menteri BUMN Rini Soemarno menuntut agar BUMN diberikan porsi, karena menurut dia dalam hal ini BUMN sebagai kepanjangan tangan negara perlu diberikan peran lebih besar sebagai bentuk penguasaan negara atas kekayaan sumber daya alam.

Sangat tegas dan rasional atas amanah UU yang ada apa yang dilakukan Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN. Langkah Rini harus didukung untuk menjaga ketahanan energi nasional untuk jangka panjang. Mengingat produksi batubara ke 7 pemilik PKP2B ini bisa mencapai sekitar 200 juta ton pertahunnya, hampir separuh dari total produksi nasional. Selain PLN saat ini membutuhkan batubara untuk pembangkitnya sekitar 90.000 metrik ton pertahun, juga porsi batubara masih sebesar 60 % dalam bauran energi nasional. Juga diprediksi 5 tahun kedepan setelah proyek pembangkit 35.000 MW selesai, kebutuhan PLN akan batubara bisa mencapai 180 juta metrik ton pertahun di tahun 2024.

Surat Meneg BUMN inilah diduga memantik keresahan ke 7 pemilik PKP2B dengan mengadakan pertemuan tertutup pada 16 Maret 2019 dengan Menteri ESDM Jonan dirumah dinasnya, karena saat itu hari libur.

Atas kejadian tersebut, dan khususnya kepentingan pemerintah dalam mengamankan ketahanan energi, sekaligus mengurangi budget biaya bahan bakar (batubara) oleh pemerintah, maka kita berharap KPK mampu mencegah potensi kerugian negara akibat kebijakan KESDM dengan mengusut tuntas apa motif dari RPP ke 6, dan Presiden berkenan menolak menanda tangani RPP ke 6 ini.

Jakarta 21 Mei 2019
Direktur Eksekutif CERI

Yusri Usman

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.