Home BUMN Laporan Keuangan Beberapa BUMN Strategis Diduga Bermasalah

Laporan Keuangan Beberapa BUMN Strategis Diduga Bermasalah

881
0

ENERGYWORLD – Kinerja direksi sebuah BUMN sangat berhubungan erat dengan hasil kinerja keuangannya setiap tahun, sehingga untuk menjaga KPI (key performance index) direksi saat ini dibeberapa BUMN strategis, mereka berupaya dalam membuat laporan keuangan tahunan terkesan tidak lazim alias banyak dipoles.

Semakin terbukti penambahan jumlah direksi disejumlah BUMN strategis menjadi gemuk ternyata tidak berkorelasi positif terhadap kinerjanya.

Contoh terbaru hasil RUPS PT PLN Persero pada hari rabu 29 Mei 2019 yang tanpa mampu menentukan Direktur Utama definitifnya, meskipun terlambat ternyata RUPS tersebut disertai pengesahan laporan keuangannya tahun 2018 yang sudah diaudit oleh kantor akuntan publik RSM Amir Abadi Yusuf dinyatakan berhasil memeroleh laba bersih Rp 11, 6 triliun.

Namun Kalau ditelisik secara mendalam terhadap laporan keuangan PLN tersebut, maka dapat dikatakan hampir sama kasusnya seperti laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk yang kontroversial juga.

Jika dalam laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk pada tahun 2018 dibuat terlihat moncer dengan cara memasukan hasil pendapatan beberapa tahun yang akan datang tetapi telah diakui semua sebagai pendapatan tahun 2018, meskipun partnernya tidak memasukkan sebagai hutang pada Garuda.

Sementara dalam laporan keuangan PT PLN tahun 2018 agar terlihat moncer, ternyata telah dipaksakan dengan memasukan pendapatan sebesar Rp 6 triliun dari hasil diskon PJBG ( Perjanjian Jual Beli Gas) selama 15 tahun kedepan dan telah diakui dan dicatat sebagai pendapatan PT PLN semuanya di tahun 2018, meskipun didalam laporan keuangan PT PGN Tbk yang lebih awal dirilis ternyata tidak mencatat nilai diskon tersebut sebagai biaya atau hutang kepada PT PLN.

Bahkan ironisnya didalam klausul PJBG antara PT PLN dan PT PGN disebutkan ada kalimat tidak hak tagih bagi PLN dan tidak ada hak harus bayar dari PGN terhadap PLN atas diskon tersebut, sehingga akan menjadi lucu dan aneh kalau sekarang kita sandingkan anatara laporan keuangan PLN dengan PGN, pasti tidak cocok.

Demikian juga hal yang sama terhadap PT Pertamina Persero yang sampai hari ini belum juga berhasil merilis laporan keuangannya yang sudah diaudit, bisa jadi modus laporan keuangan yang sudah diterapkan pada PT Garuda dan PT PLN akan diterapkan juga pada PT Pertamina, apalagi tersiar kabar rencananya akan mensahkan laporan keuangan pada RUPS Pertamina pada hari Jumat 31 Mei 2019.

Karena sebelumnya dari penjelasan direksi diberbagai media soal laba Pertamina berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi pada 28 Febuari 2019 dengan pernyataan Deputy BUMN bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Allosyus Kiik Roy pada 4 Desember 2018.

Karena setelah Pertamina berhasil mendapat persetujuan dari verifikasi BPK terhadap total nilai subsidi BBM dan LPG pada awal Mei 2019, mereka terus memburu persetujuan Menteri Keuangan cq Dirjen Anggaran Kemenkeu bahwa dana subsidi BBM yang telah disetjui verifikasinya oleh BPK sesuai formula harga BBM yang dibuat oleh Kementerian ESDM pada Febuari 2019 berlaku surut terhadap formula BBM tahun 2018 oleh direksi Pertamina akan dimasukan dan dicatat sebagai pendapatan tahun 2018, padahal sejak dahulu selalu dana PSO ( Public Service Obligation) berupa subsidi BBM dan LPG tetap dimasukan pada pendapatan tahun berjalan, karena harus dipastikan dananya tersedia didalam APBN 2019.

Maka dapat disimpulkan sementara saat ini bahwa kecuali PT Telkom Tbk, hampir semua direksi BUMN strategis untuk tahun 2018 KPI jelek, sesuai kata Deputy BUMN Bidang Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Fajar Harry Sampurno ( 20 Maret 2019) bahwa boleh BUMN menyampaikan laporan keuangan yang sudah diaudit paling lambat bulan April tahun berikutnya dan menggelar RUPSTahunan paling lambat bulan Juni, meskipun menurut menurut Peraturan Bersama Menteri Keuangan nomor 23/PMK.01/2007 dan Menteri BUMN nmr : PER-04/MBU/2007 tentang Penyampaian Ihtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara tertulis BUMN paling lambat LKPN pada 15 Febuari setiap tahunnya.

Oleh sebab itu tentu publik tak salah kalau bertanya apakah tujuannya dari kebijakan dugaan pemolesan laporan keuangan BUMN PT Garuda, PT PLN dan mungkin juga dilakukan oleh PT Pertamina sebagai pencitraan buat siapa sih? Apakah ini untuk kepentingan korporasi atau Menteri BUMN?

Sehingga sudah saatnya Presiden Jokowi bisa menertibkan Kementerian BUMN terkait laporan keuangan tahunannya, jangan sampai publik akan memplesetkan BUMN bukan sebagai agen pembangunan, tetapi agen pencitraan.

Jakarta 30 Mei 2019
Yusri Usman
Direktur Eksekutif CERI

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.