ENERGYWORLD — Pada hari Senin (26/8) bertempat di Istana Negara-Jakarta, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyampaikan rencana pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Walaupun tidak menjadi ibukota negara lagi, menurut Jokowi Jakarta akan tetap menjadi pusat bisnis berskala internasional.
Menanggapi proyek relokasi yang diperkirakan membutuhkan biaya sekitar 466 triliun ini, Oscar Darmawan selaku CEO Indodax, menuturkan bahwa beliau turut mendukung kebijakan tersebut. Beliau juga menuturkan bahwa keputusan ini akan menjadi langkah besar Indonesia untuk semakin lebih maju di masa depan.
“Kami sebagai pelaku usaha terus mendukung penuh akan perubahan kebijakan maupun regulasi yang terjadi. Kami percaya segala prospek regulasi yang ada telah dilakukan pertimbangan dan riset yang cukup mendalam”, tambah Oscar.
Ditemui di kantornya, saat ditanya terkait apakah proses pemindahan ibukota ini berpengaruh atau tidak pada fluktuasi trading aset digital di Indodax, Oscar menjelaskan bahwa hal ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Namun, menurutnya tidak menutup kemungkinan jika prosesi ini telah melihat kondisi pasar di era digital. Apalagi mengingat, pengguna Indodax yang berada di pulau Kalimantan hampir mencapai 10% dari total keseluruhan member yang telah terdaftar atau sekitar 180.000 orang dan terhitung setiap harinya semakin bertambah.
“Bagi kami selaku perusahaan yang bergerak di bidang teknologi Blockchain, di manapun ibukota negara berlokasi, Indonesia tetap menjadi tempat yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan teknologi Blockchain di masa mendatang. Salah satu alasannya adalah penetrasi internet di Indonesia yang cukup baik dan respon masyarakat yang sebagian besar melihat teknologi baru sebagai kesempatan atau opportunity”, jelas Oscar.
Selain itu, menurut Oscar penerapan Blockchain untuk ibukota yang baru bisa saja menjadi pilihan yang tepat. Apalagi mengingat, pemerintah masih punya banyak waktu guna mempelajari konsep Blockchain yang ramah lingkungan untuk diterapkan di awal tahun 2024 nanti. Belajar dari negara maju seperti China misalnya yang terus melakukan riset dan melakukan trial and error terkait hubungan Blockchain dengan rantai industri publik yakni Internet of Things (IoT). Langkah ini dinilai lebih solutif, ekonomis, cerdas, dan kredibel yang akhirnya bermuara pada kesejahteraan sosial.
“Alasan-alasan ini pula yang mendorong kami untuk terus giat memelihara ekosistem komunitas ekonomi digital dengan terus aktif memberikan edukasi. Harapannya, Indonesia akan lebih siap bersaing dengan negara lain melalui pengimplementasian Blockchain di beberapa tahun mendatang”, ungkap Oscar.
Di sela-sela penjelasannya, Oscar juga menambahkan bahwa era aset digital baru saja dimulai. Hal ini bisa dilihat dari nilai kapitalisasi aset dan jumlah token/koin yang semakin meningkat serta adanya dukungan pemerintah yang memperjelas status aset digital sebagai komoditas yang dapat diperjual-belikan di Indonesia.| EWINDO