ENERGYWORLDINDONESIA – Bagian ke ketiga dari 10 orang yang paling bisa dipertimbangkan dan berpengaruh dalam dunia energi tanah air adalah nama yang layak mimpin Kementerian ESDM kedepan menempatkan nama Dwi Soetjipto. Nama mantan Direktur Utama Pertamina ini disebut-sebut layak untuk duduk dan kuat sebagai orang ESDM 1
3. Dwi Soetjipto
Saat ini Dwi kini menjabat sebagai kepala SKK Migas. Ia adalah adalah seorang eksekutif Indonesia. Pada 28 November 2014, Presiden Joko Widodo memilih Dwi Soetjipto sebagai Direktur Utama PT Pertamina. Ia menggantikan Karen Agustiawan yang mengundurkan diri.
Di bidang migas nama Dwi sempat moncer dan bukan bukan nama asing. Pria jago silat saat Direktur Utama PT Pertamina (Persero) itu dilengserkan dari posisi dirut Pertamina bersama dengan Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang (AB) karena sering beririsan soal kebijakan sehingga terkesan ada dua matahari di tubuh Pertamina. AB sebenarnya tidak ditendang oleh pertamina namun masuk jajaran komisaris di anak group usaha Pertamina.
Dwi muncul menduduki kursi dirut Pertamina dimana sebelum pernah menduduki beberapa kursi Dirut BUMN; PT Semen Indonesia, PT Semen Gresik dan PT Semen Padang. Inilah yang menjadikan prestasi Dwi yang dianggap sukses dalam membawa BUMN tersebut besar dan sejajar dengan BUMN sekelas Pertamina dan PLN.
Di bawah kepemimpinannya di Semen Gresik dari beberapa sumber bahwa Dwi berhasil meningkatkan kapasitas produksi Semen Gresik menjadi 26 juta ton per tahun. Peningkatan tersebut berhasil mengalahkan produksi Siam Cement yang sebesar 23 juta ton yang selama ini terbesar di Asia Tenggara. Dan puncaknya di Semen Indonesia, Dwi dianggap telah berhasil menyatukan Semen Padang, Semen Gresik, dan Semen Tonasa. Saat dipimpin Dwi Semen Indonesia sukses tercatat memperluas operasi BUMN Indonesia di Asia.
Semen Indonesia berhasil membuka pabrik di Vietnam. Dwi merupakan eksekutif pertama sepanjang sejarah yang berhasil membawa BUMN Indonesia menjadi perusahaan multinasional. Oleh karenanya mungkin juga Dwi akhirnyaa di dapuk menjadi orang pertama di Pertamina dan kenyataannya sebenarnya Dwi juga memiliki prestasi cemerlang dimana berhasil membawa laba BUMN minyak tersebut naik tinggi. Pada 2016, perolehan laba Pertamina mencapai Rp40 triliun dan ini pertama kalinya mampun meninju kekalahan Petronas Malaysia. Bayangkan saat itu laba diraih saat menjadi Pertamina Satu Dwi sukses melakukan efisiensi. Pada 2015, total efisiensi yang berhasil dilakukan Pertamina dalam kegiatan operasional mereka berhasil mencapai US$800 juta. Efisiensi meningkat tiga kali lipat menjadi US$2,8 miliar pada 2016. Luar biasa bukan.
Komentar Dwi Soetjipto yang menyatakan bahwa keputusan pengelolaan Blok Corridor pasca berakhirnya kontrak pada 2023 yang diberikan kepada ConocoPhillips lebih ditinjau dari kemampuan Pertamina.
Versi Dwi Soetjipto, kemampuan Pertamina dalam mengelola blok migas terminasi, di mana terus terjadi penurunan lifting, menjadi pertimbangan besar dalam pengelolaan Blok Corridor– konferensi pers di Kementerian ESDM (Senin, 27/7/19).
Namun, Dwi Soetjipto mungkin lupa bahwa penurunan blok migas yang sudah beroperasi diproduksi di atas 30 tahun adalah wajar dan alamiah. Sehingga untuk mempertahankan produksi lazimnya dilakukan pengeboran sumur pengembangan atau menggunakan tehnologi EOR (Enhanced Oil Recovery), demikian tulis Yusri Usman pengamat energy dari CERI.
“Kalau Dwi Soetjipto berbicara meragukan kemampuan profesionalitas SDM di sektor hulu Pertamina itu ibarat menteri ESDM dan kepala SKK Migas sama dengan menampar muka sendiri,”jelas Yusri.
Karena sesungguhnya merekalah yang bertanggung jawab soal pembinaan teknis di sektor hulu migas. Harus juga dilihat bukti profesional Pertamina ketika mampu meningkatkan produksi Blok West Madura Offshore dan ONWJ ketika dulu diambil alih dari operator asing 10 tahun yang lalu.
Dwi Soetjipto mungkin juga lupa sewaktu dia menjadi dirut Pertamina pada 2017 pernah membeli aset blok migas di luar negeri terlalu mahal, yaitu ketika membeli blok migas masih status eksplorasi di tiga negara Afrika, yaitu Gabon, Tanzania dan Nigeria dari perusahaan Maurel & Prom, Prancis seharga puluhan triliun dengan total cadangan hanya 250 juta barel.
Apakah itu tidak konyol? Dwi Soetjipto harus bisa membuktikan apa hasil dari membeli blok di luar negeri tersebut signifikan bagi penerimaan keuangan Pertamina .
“Sebaiknya Dwi Soetjipto jangan asal bunyi dan meremehkan serta mengkerdilkan peran Pertamina. Dwi Soetjipto adalah bukti bahwa ketika Pertamina dipimpin oleh orang ‘indekost’ maka hasilnya tidak akan mumpuni,” kata Yusri.
Suatu hal yang harus dipahami, bukankah resiko jauh lebih besar dan mahal membeli blok yang belum operasi dari pada dengan meneruskan blok operasi yang terminasi. Tapi saat itu, Dwi Sucipto sangat yakin akan kemampuan Pertamina dalam membeli saham Maurel & Prom.
Nah apakah Dwi akan kepilih jika lihat sepakterjangnya atau tidak?
Bersambung, ke bagian 4 dalam 10 Tokoh Energi yang Layak Duduk Jadi Menteri ESDM. Tokoh berikutnya Amien Sunaryadi mantan Kepala SKK Migas kini Wakil Komisaris Utama PT Freeport Indonesia (Inalum) simak terus……Jangan kendor..