Home BUMN PGN “Tidak Pernah Dapat” Subsidi dari Pemerintah?

PGN “Tidak Pernah Dapat” Subsidi dari Pemerintah?

619
0
Ilustrasi

ENERGYORLD.CO.ID — Seorang pakar energi di tanah air menulis dalam sebuah media isinya begini:

Pemerintah melalui Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) baru saja menolak usul PGN menaikkan harga gas harga gas untuk sektor industri. Sebelumnya, pada 23 Oktober, PGN menerbitkan surat edaran bahwa harga gas industri akan naik sejak 1 November 2019. Bahkan, karena tidak pernah naik sejak 2013, rencana kenaikan sebetulnya sudah diusulkan sejak 1 Oktober 2019. Namun karena alasan “teknis”, rencana tersebut ditunda.

Pemerintah menolak usul PGN karena yakin biaya produksi hasil industri dalam negeri bertambah besar jika harga gas naik.

Sikap pemerintah ini tampaknya diambil terutama setelah mendengar penolakan kalangan industri/KADIN yang menyatakan tidak akan membayar tambahan biaya akibat kenaikan harga gas. “Kalau harga gas naik costnya jadi tambah naik nanti harga jual (produk) dia nggak bisa bersaing kalau diekspor dengan negara lain produk yang sama,” kata Pelaksana Tugas Dirjen Migas Djoko Siswanto, Rabu (30/10/2019).

Pembatalan kenaikan harga tersebut tentu saja disambut baik kalangan industri, dan sebagian besar anggota masyarakat. Di manapun, jika terjadi kenaikan pada salah satu komponen produksi, maka harga barang yang diproduksi akan terdampak naik, dan ujungnya konsumen pemakailah yang akan menanggung beban kenaikan. Belum lagi bahwa kenaikan harga juga akan berdampak pada naiknya inflasi yang ujungnya juga harus ditanggung rakyat.

Lalu seorang anlisis Gas hubungi saya, mengatakan yang yang nulis nggak ngerti. Ini mungkin yang saya ingin jawab atas tulisan diatas.

Pertama, harga gas di Indonesia berada di level median (tengah2) bersama Thailand and Filipina. Paling mahal di Singapore (krn sumber gas semuanya impor) dan paling murah di Malaysia (karena Petronas mensubsidi biaya gas transmisi nya, namun subsidi ini perlahan lahan akan dicabut)

Kedua, Permen no 58 tahun 2017 sudah mulai berlaku per Juli 2019. Dengan assumsi yang diberikan oleh pemerintah IRR distribusi 11% dan margin tambahan untk niaga 7%, PGN sudah menghitung dan menghasilkan average gross margin / Spread seluruh bisnis pipa PGN berada di level USD 2.5 per mmbtu.

Harga jual gas yang diatur oleh permen tsb adlah harga gas upstream + gross margin = harga gas downstream. Nah, harga beli gas upstream oleh PGN berada di angka USD 6.1 per mmbtu (harga gas upstream makin mahal karena lapangan gas yang tesisa saat ini adalah lapangan dengan keekonomian tinggi). Jadi harga jual yang fair sesuai aturan permen adalah USD 8.6 per mmbtu. Saat ini harga jual gas rata2 PGN berada di bawah USD 8.5 per mmbtu.

Satu hal lagi, harga gas di Indonesia tidak sama. Tergantung demand supply nya. Di Jawa barat, harga gas PGN sekitar 8.6-8.7, tapi di Jawa Timur sudah mendekati 8 dollar akibat perang dagang dengan Pertagas tempo hari.

Jadi yang diusahakan PGN untuk menaikan harga jual rata2 adalah dengan menaikan harga gas di suatu wilayah atau sebuah segmen. Sehingga tidak menaikan semuanya

Untuk saat ini, gross margin PGN berada di angka 2.27. Angka ini adlah perbedaan antara harga jual gas ke konsumer dan harga beli gas hulu. Gross margin dibutuhkan untuk membayai biaya operasi dan maintenance, bayar pinjaman pendanaan proyek infrastruktur, bayar pajak, bayar deviden, dan sebagian profit untuk re-investasi ke project-project baru

Untuk diingat, PGN tidak mendapat bantuan pendanaan dari Pemerintah untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur. Jadi bener-benar mandiri dalam mencari pendanaan. Sehingga performa keuangan harus bagus agar dapat mencari pendanaan dengann bunga yang rendah.

PGN juga tidak pernah mendapat subsidi dari pemerintah. Nah yang menjadi pertanyaan adalah apakah gross margin 2.27 itu masih cukup bagus untuk bisa mendapatkan profit yang akan digunakan untuk re-invetasi?

Jawabannya, masih bisa. Tapi alangkah baiknya bisa di angka 2.5. Agar bunga pinjaman (apakah bank loan atau global bond) bisa rendah. Toh, yang untuk juga pemerintah

Tapi jika gross margin dibiarkan makin turun, PGN akan tetap untung. Namun, kemampuan self-financing bagi project-project baru akan sulit. Akibatnya pembangunan infrastruktur gas di seluruh indonesia akan ternganggu. Nah, jika hal ini terjadi, apakah Permerintah mau mengeluarkan uang APBN dalam membangun infrastruktur gas tadi? Menurut saya, kiranya pemerintah tidak akan mau.

Akibatnya, rencana konvesi minyak ke gas akan mandek. Balik lagi ke harga gas hilir. masalah utama di industri hilir adalah bukan harga gas yang mahal di Indonesia (harga gas di Indonesia se level dg negara-negara lain kok). Tapi masalah utama adalah biaya produks yang lain yang tak jelas dan biaya transportasi barang yang mahal karena tidak efisien.

Saya kurang setuju jika masalah industri dikaitkan dengan harga gas hilir. Bisnis PGN adalah transpotasi gas melalui pipa transmisi (sekitar4500 km termasuk pertagas) dan pipa distribusi (5000 km termasuk pertagas).

Lokasi gas berasal dari lapangan yang jauh dari pusat industri. Contohnya lapangan gas Copi di Sumsel itu berjarak 1000 km dari Jakarta. Perrlu investasi besar untuk bisa membawa gas dari Copi ke Jakarta. Catatan. Pipa SSWJ yang membutuhkan investasi sebesar USD 1.3 billion. Tidak ada satu sen pun yang berasal dari APBN. Dananya dari pinjaman bank dan IPO PGN. Rasanya tak fair jika orang selalu blame PGN milik asing.

Karena pemerintah sendiri yang membuat PGN harus menjual saham ke public. Saat ini Pertamina memiliki 57% dan public 43%. dr 43% kira2 setengah nya diperdagangkan melalui borker berkantor di Indonesia. Jadi sebenarnya kepemilikan asing sudah sedikit sekali. Apalagi keuntungan PGN makin turun sehingga asing ogah pegang saham PGN saat ini.

Perlu juga dijelaskan bahwa sebenarnya PGN harusnya gross margin nya 2.7-2.9. Tapi tak fair karena ada cost yang disebabkan oleh investasi PGN yang salah dan jor-joran.  Bahkan di dlaam PGN ada yang sejak awal usahanya diduga rugi tak pernah untung. Tak perlulah saya sampaikan. Itu tidak boleh dibebankan ke konsumer. Yang fair ya 2.5. Ancer-ancer nya biaya O&M transmisi dan distribusi masing 1 dollar dan margin niaga 50 sen.

Nah apa masih terus akan diganggu PGN ini?

AME/EWINDO

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.