ENERGYWORLD.CO.ID – Pengamat Ekonomi yang juga Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menyoroti soal Pertamina yang sedang bikin akrobat informasi soal BBM bagi Ojek online (Ojol) yang memberikan 50% bagi yang terdaftar lewat aplikasi, kebijakan tertutup (exlusive) semacam itu berbahaya bagi BUMN.
“Dikarenakan rawan terjadi korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan. Siapa yang menjamin bahwa kebijakan Pertamina semacam itu tidak menjadi ajang mencari untung pihak pihak tertentu,” demikian diungkapkan Daeng kepada ENERGYWORLD INDONESIA, Kamis, 16 APril 2020.
Ditambahkan Daeng, apalagi transportasi online ini adalah perusahaan multinasional. Jika mereka diuntungkan oleh kebijakan maka sangat mungkin mereka memberi imbalan.
“Sebaiknya kebijakan harga BBM itu bersifat inklusive atau terbuka dimana masyarakat secara luas bisa mendapatkannya. Jadi bukan hanya ojol namun juga transportasi lainnya, termasuk transportasi pedesaan, atau usaha usaha angkutan yang mengangkut hasil bumi petani, atau hasil hasil UKM, yang juga harus mendapat perhatian dari pemerintah,” tegasnya.
Mengingat kebijakan penurunan harga BBM niscaya harus terjadi, dikarenakan Harga minyak dunia turun sangat drastis. Harga BBM hari ini menyentuh 19 dolar per barel. Dengan demikian maka harga minyak lebih rendah atau turun 70% dibanding asumsi APBN 2020,

Sementara harga BBM yang berlaku sekarang adalah harga yang berdasarkan pada asumsi harga minyak dalam APBN 2020. “Jadi harga BBM bisa turun 30-50 persen dan tidak lagi perlu disubsidi lagi oleh APBN pada tingkat harga sekarang,”katanya.
Dikatakan Daeng bahwa saat pula BUMN Pertamina juga sudah melakukan impor BBM langsung dari Singapura, dengan harga yang sangat rendah, untuk Ron 92 (pertamax) sekitar 20-23 dolar per barel atau sekitar Rp.2300 – Rp 2500 per liter. “Jika dimasukkan dalam formula harga BBM yang ditetapkan pemerintah maka harga jualnya +2000 + 10% dari harga dasar. Jadi pertamax bisa dijual Rp 5000 per liter. Itu sudah untung,”bebernya.
Yang lebih penting lagi, kata Deang bahwa penurunan harga energi khususnya BBM merupakan strategi kunci dalam menggairahkan ekonimi di tengah kelesuan, mengurangi ongkos produksi, distribusi, dan pembangkit listrik. Ini harusnya merupakan kebijakan prioritas melawan pelemahan ekonomi Indonsia yang selama satu dekade terakhir dan merupakan cara agar wabah covid 19 tidak berdampak luas pada ekonomi sekror riil, lanjutnya.
“Harusnya juga yang tidak kalah pentingnya adalah ini dilakukan sebagai cara pemerintah dan BUMN pada bidangnya masing berempati pada rakyat, petani dan UKM yang tengah sulit oleh keadaan kelesuan ekonomi saat ini,” pungkasnya. Nah jadi berani nggak mau tutuni BBM jangan hanya pencitraan dan cari panggung!| AME/EWINDO