Penutupan penerbangan ke China dan Arab Saudi memukul telak PT Garuda Indonesia. Akibatnya, mereka terpaksa menunda gaji 25 ribu karyawan. Namun alhamdulillah, Garuda masih bisa mencairkan Tunjangan Hari Raya (THR) buat pegawainya.
Kondisi ini dibuka Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra saat rapat secara virtual dengan Komisi VI DPR, kemarin. Menurut Irfan, kondisi megapmegap juga dirasakan sejumlah anak perusahaan Garuda.
“Ada masalah di GMF AeroAsia perusahaan perawatan pesawat, ACS katering, dan Aerotrans. Sampai-sampai kami terpaksa menunda payment 25.000 karyawan kami,” tuturnya.
Dijelaskan Irfan, sebagian besar kinerja pada kuartal I-2020 dipengaruhi oleh penutupan penerbangan ke China. Tadinya, Garuda memiliki 13 rute penerbangan per pekan ke Negeri Tirai Bambu.
Berikutnya, keputusan Pemerintah Arab Saudi menghentikan berbagai aktivitas perjalanan umroh juga menjadi faktor utama terpuruknya maskapai penerbangan pelat merah ini. Padahal, umroh jadi salah satu andalan pemasukan Garuda.
“Impact sangat besar saat Saudi menghentikan umroh. Ada 10 hari kami jemput jemaah umroh yang masih ada di Jeddah dan Madinah, berangkat kosong pulang penuh,” terangnya.
Pihaknya memprediksi penurunan jumlah penumpang akan terus terjadi sepanjang Mei 2020. Ini terjadi usai Kementerian Perhubungan merilis Permenhub Nomor 25/2020 tentang Larangan Mudik.
Meski begitu, Irfan memastikan akan tetap membayar THR pegawainya jelang Lebaran tahun ini. Ini dilakukan karena sudah menjadi komitmen pihaknya. “Cuma direksi dan komisaris yang tidak mendapat THR, sesuai instruksi Menteri BUMN,” tegasnya.
Terus Putar Otak
Agar tetap bisa bertahan di tengah pandemic ini, Garuda kini menerapkan sejumlah strategi efisiensi. Yang pertama adalah relaksasi keuangan. Berikutnya, Garuda akan negosiasi pembayaran sewa pesawat kepada para lessor. “Kondisi Covid-19 memungkinkan kami rekonstruksi sewa menyewa pesawat ini. Kami menengarai untuk harga sewa sebuah pesawat itu terlalu tinggi,” cetusnya.
Irfan mencontohkan Boeing 777 yang dipakai untuk layanan penerbangan rute Jakarta-Amsterdam. Sewanya mencapai 1,6 juta dolar atau Rp 25 miliar per bulan (asumsi kurs Rp 15.500 per dolar AS).
“Kami coba untuk nego dari lama. Kami rasa ini sudah sangat kemahalan. Kini kami punya kesempatan yang sangat bagus untuk negosiasi karena harga pasar hanya 800.000 dolar (Rp 12,4 miliar) per bulan. Kami punya 10 unit, jadi basically bayar 2 kali lipat dari harga market,” jelasnya.
Selain itu, perseroan juga akan mengembalikan pesawat CRJ100 Bombardier yang sebelumnya sudah ‘dikandangkan’ alias grounded. “Kita juga sedang berusaha mengembalikan CRJ yang kita grounded. Karena kita terbangkan jauh lebih merugikan,” terang Irfan.
“Bagi kami ini waktu pas untuk negosiasi sewa pesawat. Kami akan minta pesawat tersebut diambil aja, kan kami punya fleet dan konfigurasi lebih pas,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Irfan juga menyebutkan tengah mengalami masalah terkait dengan keuangan lantaran utang jatuh tempo perusahaan pada Juni mendatang. Mencapai 500 juta dolar AS atau setara dengan Rp 7,75 triliun. “Kami masih terus berusaha melakukan relaksasi keuangan. Tapi ada sedikit masalah, Juni utang jatuh tempo sebesar 500 juta dolar. Disini kami sangat butuh bantuan keuangan dan relaksasi,” harapnya. [JAR/rmco]