Home BUMN Bisnis Listrik Menurut MK

Bisnis Listrik Menurut MK

646
0
Istimewa

MENURUT pasal 4 UU Nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, bahwa usaha ketenagalistrikan itu bisa dilakukan oleh BUMN, BUMD, swasta (nasional dan asing) dan koperasi.

Tetapi menurut putusan MK Nomor 111/PUU-XIII/2015 tanggal 29 September 2016, yang merevisi pasal 10 dan 11 pada UU 30/2009, maka usaha ketenagalistrikan itu harus Vertically Integrated System. Harus dari hulu ke hilir. Harus dari pembangkit, transmisi, distribusi sampai ritail.

Ahmad Daryoko/ist

Jadi, kalau JK, Dahlan Iskan, Luhut Binsar, Adaro (milik kakak Erick Tohir) dan lainnya bikin IPP bersama asing dan aseng, maka mereka juga harus bikin transmisi, distribusi dan ritail yang gunanya untuk menyalurkan stroom yang dibangkitkan pembangkit IPP mereka langsung ke konsumen. Intinya, tidak boleh numpang di jaringan PLN yang sudah ada.

Tegasnya begini. Misal JK saat ini membangun PLTU IPP Jawa 7 di Banten (bersama Java Power, Jepang). Maka untuk melistriki Jakarta, JK harus bangun transmisi dari Banten ke Jakarta. Dan di dalam kota Jakarta, JK harus bangun jaringan distribusi sendiri. Begitu juga ritailnya, JK juga harus mencari langganan atau retail sendiri! Intinya dari transmisi sampai ritail tidak boleh dompleng jaringan PLN.

Biar tidak keliru, misal jaringan listrik JK dicat kuning semua! Jaringan listrik Dahlan Iskan misal dicat biru semua. Jaringan listrik LBP misal dicat merah semua.

Dengan demikian maka di depan rumah kita akan ada kabel-kabel listrik warna hitam milik PLN, warna kuning milik JK, warna biru milik DI, warna merah milik LBP, dan lainnya. Dengan demikian konsumen bisa memilih jaringan listrik mana yang paling murah?

Nah kalau seperti itu, baru lah persaingan bebas kelistrikan itu bisa dibandingkan dengan sambungan telepon, Telkom simpati, Pro XL, Satelindo, M3 dan lainnya. Atau seperti pesawat Garuda, Lion, Citilink dan seterusnya.

Tapi kalau banyak IPP ini seperti yang selama ini, hanya pembangkit saja yang mereka bikin, sedangkan untuk menyalurkan listrik ke konsumen mereka ‘memperkosa’ PLN, dengan memaksa pakai transmisi dan distribusinya, ya matilah PLN!

Seperti saat ini, dimana di Jawa-Bali , karena takut dengan kekuasaan oknum pemerintah, maka PLN terpaksa memarkir 15.000 MW pembangkitnya yang seharga Rp 150 triliun itu, demi memberi kesempatan kepada pembangkit-pembangkit IPP punya para oknum pejabat itu!

Inilah bisnis yang menyalahgunakan kekuasaan itu! Di sini terjadi conflict of interest antara dia sebagai pejabat dan sebagai pengusaha!

Mereka ini mengacak-acak jaringan transmisi dan distribusi PLN dengan kekuasaannya! Padahal jaringan PLN ini dibangun dengan uang rakyat, dengan uang negara! Artinya 100% milik rakyat!

Kok mentang-mentang berkuasa kemudian ‘ngangkangin’ hak rakyat? Apa hak mereka berpesta pora bisnis listrik gunakan aset rakyat? Hanya karena kebetulan berkuasa? Kelakuan semacam ini harus tetap dilawan sampai kapanpun! Allahuakbar!***

Jakarta, 30 April 2020

Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.