ENERGYWORLD.CO.ID – Aneh kalau membaca dalam konten paparan RDP Kementerian ESDM dengan DPR Komisi VII secara virtual yang berlangsung pada hari ini 4 Mei 2020 telah menyatakan bahwa harga eceran BBM untuk bulan Mei masih tetap dengan harga eceran BBM bulan April hanya berdasarkan asumsi bahwa di akhir tahun harga minyak dunia akan rebound dikisaran USD 40 perbarel, kemudian harga BBM kita masih murah dibandingkan dengan negara negara Asean. Dan dalam paparannya ESDM mengutip harga BBM di ASEAN namun tidak jelas sumber kutipan nya darimana dan untuk periode kapan.
Sehingga semakin terbukti bahwa harga BBM kita ditetapkan bukan atau tidak mengacu pada aturan perundang Undang yang diterbitkan sendiri oleh Kementerian ESDM, yaitu berbasiskan pada rata rata MOPS / ARGUS (harga minyak dipasaran) dan kurs (nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika) seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM nmr 62K/12/MEN/ 2020 tgl 28 Febuari 2020 tentang Formula Penetapan Harga BBM. Ironis bahwa indonesia adalh negara hukum namun tdk mau mentaati peraturan dan perundangan yang dibuat nya sendiri.
Meskipun memang ada negara ASEAN yang harga BBM nya mahal seperti Singapore, namun Negara tsb. adalah negara yang tidak punya tambang minyaknya, jadi kalau mau di banding kan ya Indonesia dengan Malaysia dan Brunei serta Vietnam itu baru setara.
Kemudian apakah KESDM mengungkapkan juga bahwa kualitas BBM kita masih jauh dibawah kualitas BBM negara Asean. BBM yang dijual dinegara ASEAN umumnya sdh memenuhi standar Euro 4 hingga Euro 5. Sebagai contoh kandungan sulfur BBM solar yang dijual di Indonesaia masih tertinggi di asean. dan Bensin Premiun merupakan bensin kualitas terendah di ASEAN namun harga nya jauh diatas Bensin Ron 95 di Malaysia.
Selain itu, ada yang tak wajar dalam konten paparan itu KESDM yaity tidak menampilkan rata rata MOPS dan Argus periode 25 Febuari hingga 24 Maret 2020 dan nilai tukar rupih pada periode yang sama untuk penetapan harga yang berlaku 1 April. Seharusnya ditampilankan juga rata2 MOPS dan Argus periode 25 Maret hingga 24 April 2020 untuk dasar penetapan harga BBM pada 1 Mei 2020.
Padahal KESDM DAN PERTAMINA serta SKK migas dan BPH migas telah mengeluarkan biaya sekitar hampir Rp 100 miliar pertahun untuk membayar publikasi MOPS, Argus, RIM, Mackenzie dll.
Seperti diakui sendiri oleh Pemerintah bahwa bahwa negara kita adalah nett importer migas dimana setiap hari mengimpor minyak mentah dan BBM hampir sekitar 60% dari konsumsi nasional yang saat ini sudah mencapai sekitar 1,6 juta barrel perhari dalam kondisi normal. Demikian juga untuk LPG kita mengimpor 75 % dari kebutuhan nasional.
Jadi semakin aneh dan lucu argumentasi yang dibangun oleh Kementerian ESDM bahw apenentuan harga BBM kita berdasarkan harga BBM negara tetangga tergabung dalam Asean dan prediksi bahwa harga minyak akan rebound pada akhir tahun, memang luar biasa Kementerian ESDM sekarang ternyata sudah merangkap sebagai dukun juga.
Padahal prediksi KESDM bahwa harga BBM akan tinggi diakhir tahun tentu tidak beralasan, karena KESDM sendiri dalam konten paparannya masih memprediksi harga minyak mentah USD 40 perbarel, masih dibawah harga minyak mentah pada saat bulan Januari 2020.
Tentu pertanyaan adalah untuk apa Kementerian ESDM selalu menerbitkan Peraturan Menteri ESDM tentang Distribusi dan Penentuan harga BBM dan terakhir menerbitkan Kepmen nmr 62 Tahun 2020 kalau tidak bisa digunakan.
Sepertinya rakyat akan sia sia mengeluarkan uang melalui pungutan pajak untuk membayar gaji gaji kalian.
Jakarta 4 Mei 2020
Direktur Eksekutif CERI
Yusri Usman