Catatan #ENERGYWOLRDINDONESIA
Kali ini akhirnya kami harus menuliskan soal BBM. Ya soal BBM lagi. Karena kok tak turun-turun. Ah alasan klasik, kan ada aturannya. Hmmm ya aturannya ada memang tapi mari kita urai yuk, kisahnya.
Mantan menteri BUMN Dahlan Iskan (DI) menulis dilaman www.disway.id (baca: dahlan Iskan Way), di bulan ramadan ini kita bisa lebih banyak bersedekah. “Sedekah terbesar kita ya ke Pertamina itu.” tulisanya. Jika saja yang menjabat menteri BUMN saat ini peka maka harusnya respon dan cari tahu kenapa begitu.
DI kemudian melanjutkan Alhamdulillah, kita bisa menjadi orang sabar. Bukankah di bulan Ramadan ini kita harus taat pada bunyi kitab suci Al Quran –”orang sabar itu kekasih Tuhan”. Kita justru harus iba kepada Pertamina.
Maka apa boleh buat: baiknya kita tunggu saja datangnya belas kasihan. Terserah saja kapan harga BBM akan diturunkan. Kita serahkan sepenuhnya kepada kebaikan hati yang punya wewenang menurunkannya.
Demikian juga harga-harga kebutuhan dapur. Kita relakan naik ke atas langit-langit sekali pun. Kita harus mafhum se mafhum mafhumnya: Corona telah menyulitkan koordinasi.
“Kita adalah bangsa toleran. Yang tidak toleran bisa dianggap ekstrem. Dan tidak Pancasialis,” tulisnya.
Kita harus toleran bahwa Pertamina itu bukan pedagang minyak murni. Yang kalau harga kulakannya turun, harga jualnya bisa langsung turun. Yang kalau harga minyak mentah dunia kini tinggal 20 dolar/barel, harga bensin bisa langsung diturunkan menjadi sekitar Rp 5.000/liter.
Kita harus memahami bahwa Pertamina itu juga memiliki kilang sendiri dan sumur minyak sendiri. Kilang itu memerlukan biaya operasi. Sumur minyak itu harus dijaga jangan sampai mati. Semua itu perlu biaya. Kita lah yang bisa jadi donaturnya. Itulah sebabnya di Amerika minyak dijual dengan harga serendah apa pun –asal ada yang mau beli. Kalau tidak ada yang membeli minyak itu hanya memenuhi tangki. Kalau semua tangki sudah penuh, bagaimana? Itulah persoalannya. Kalau tidak ada yang membeli minyak itu akan meluber ke mana-mana. Mencemari bumi manusia.
“Sumur minyaknya sendiri akan terus mengalirkan minyaknya ke tangki. Tidak bisa ditutup. Kalau krannya diputer mati, kran itu akan jebol –kena tekanan. Jalan satu-satunya untuk menutup sumur itu: diluluhi semen khusus. Sampai dasar sumurnya di perut bumi. Dibuat mati,”beber tulisan itu.
Lalu sumur itu RIP selama-lamanya. Kelak, untuk menghidupkan kembali mahal sekali –sama dengan biaya menggali sumur baru. Maka, kalau Covid-19 ini diperpanjang sampai satu tahun lagi, bisa-bisa orang di Amerika mendapat bensin gratis. Bahkan yang masih mau pakai bensin bisa mendapat bonus durian super tembaga. Mematikan sumur itu pun perlu biaya. Kan lebih baik biarlah terus mengalir –dengan harapan masih ada yang mau membeli.
Kilang minyak pun harus jalan terus. Kalau dimatikan biaya mematikannya juga besar. Dan itu bisa membuat kilangnya almarhum.
Jadi Pertamina harus tetap mengoperasikan sumur-sumurnya. Dengan biaya dari Anda semua. Pertamina juga harus tetap menjalankan kilang-kilangnya. Dengan biaya dari Anda semua, jelasnya lagi.
“Kita justru harus iba kepada Pertamina. Pendapatannya yang besar itu tidak bisa lebih besar lagi. Kasihan. Itu akibat yang beli bensin tidak sebanyak sebelum Corona. Turun hampir 50 persen –seperti dikatakan direksinya. Saya ingat kiat Pak Jusuf Kalla dulu. Ketika harus menaikkan harga BBM sangat tinggi. Itu akibat harga minyak mentah melonjak sampai tidak masuk akal: di atas 100 dolar/barel,”tulisnya lagi.
Cukup yang dari Pak DI, tapi kemudian ke kami ada yang komentar namanya tak usah disebut ya karena orang ini mantan orang nomor satu di sebuah perusahaan migas ternama. Dia bilang begini. “Komentar ente benar sekali. Karena Dahlan engga masukin biaya refinery. Apalagi kalau pakai crude oil sendiri bukan import. Biaya lifting Indonesian crude approx $30 per barrel. Jadi harga Rp 1.827 under stated.
Lantas sumber tadi mengatakan juga mengapa waktu dia jadi menteri BUMN juga engga berusaha merubah padahal Pak Kwik udah ribut bahwa biaya crude dalam negeri jangan dibebankan sebagai cost. Sebenarnya pendapat Kwik juga engga bener. Kan crude oil engga serta merta tersedia. Harus ada biaya Seismic, drilling, development, production. Apalagi di APBN crude oil pernah dianggap sebagai penerimaan negara. Minyak kita dulu ada dua. Pertamina owned operation ex. BPM/SHELL dan government oil yang dioperasikan oleh oil companies seperti ARCO, Caltex, Mobil etc has nothing to do with Pertamina. Jadi engga ada istilah nyumbang Pertamina. “Sumber korupsi ada didalam lifting cost yg $30. Bandingkan dengan Saudi Arabia yang cuma $10,”tegas sumber tadi.
Kita tampung apapun komentar ini, karena ini riak-riak dalam sebulan soal BBM. Lantas mari kita lihat apa kata orang nomor 1 di Pertamina. Pada Rabu (22/4/2020), pernyataan Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR pada 21 April 2020 lalu membenarkan harga produk bahan bakar minyak (BBM) saat ini malah di bawah harga crude, dan Pertamina sebagai BUMN tidak bisa mengikuti formula harga BBM yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM. Kalau diikuti, kata Nicke, bisa nanti Pertamina tak mampu membayar gaji karyawan dan membiayai Opex (Operation Expenditure) dan capex (Capital Expenditur).
Lalu hal ini mendapat tanggapan dari Yusri Usman pengamat Energi dari CERI, yang mengatakan memang akan semakin tipis harapan rakyat akan haknya menikmati harga BBM yang wajar di negeri ini. Meskipun harga minyak dunia menunjukan angka yang sudah terkoreksi sekitar 70% selama kuartal 1 tahun 2020, benar kata bahwa ironisnya harga BBM murah hanya bisa dinikmati oleh rakyat dalam mimpi. Padahal, aturan itu berakar pada Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 yang sudah dirubah dengan Perpres Nomor 34 tahun 2018, semua aturan itu didasari UU Migas Nomor 22 tahun 2001.
“Pernyataan Dirut Pertamina itu ibarat ‘buruk muka, cermin dibelah’. Kesalahan manajemen Pertamina selama ini terbukti telah mengelola perusahaan tidak efisien dalam menjalankan proses bisnisnya dari hulu ke hilir. Faktanya sudah merupakan penyakit bawaan yang kronis. Namun kenyataan itu oleh Dirut seolah ingin menyatakan ke publik kesalahan itu adanya di peraturan Kementerian ESDM dan Peraturan Presiden serta UU Migas,”tegas Yusri.
Pernyataan Yusri diamini Lembaga sekelas Ombudsman sudah mulai berteriak soal BBM yang masih bertengger tak turun. Alvin Lie dari Ombusman Bidang Perhubungan dan Infrastruktur menilai, pemerintah melanggar Undang-Undang (UU) APBN. Yang dimaksud dalam UU APBN 2020, bahwa BBM jenis Solar diberi subsidi Rp 1.000 per liter. Namun subsidi itu diberikan dengan asumsi harga minyak Brent sebesar USD 63. Artinya pemerintah saat ini tak memberi subsidi dan untung, karena harga dibawa itu, sebab harga itu menjadi yang terburuk sepanjang lebih dari 2 dekade terakhir.
Alvin Lie mengtakan, “Kalau tidak diturunkan, pemerintah justru meraup laba besar dari BBM bersubsidi,” katanya dilaman kumparan, Selasa (21/4/2020).
Pada Senin (13/4), Basuki Tjahaja Purnama mengumumkan ada cashback 50 persen maksimal Rp 15.000 bagi 10.000 pengendara ojol per hari, untuk pembelian Pertalite, Pertamax dan Pertamax Turbo. “Dengan aplikasi MyPertamina. Promo berlaku pada periode 14 April hingga 12 Juli 2020. #BerbagiBerkahMyPertamina,” kicau Basuki tersebut.
Sontak sejumlah pihak meresponnya. Berikut kami susun atas kebijakan diskon ala pertamina yang absurd itu, yang semestinya tidak berlaku hanya untuk Ojol saja melainkan semua secara umum.
Mantan Sekretaris Kabinet SBY, Dipo Alam mengatakan bahwa pengumuman ini tampak abu-abu dalam menolong rakyat. Dia bahkan menduga ada tujuan lain di balik kebijakan itu, yaitu menolong perusahaan aplikasi jasa transportasi online agar terbebas dari kewajiban sosial pada para mitra. “Kalau memang ingin menolong rakyat, kenapa yang dapat cashback hanya pengemudi ojol? Kenapa pengemudi ojek pangkalan juga tak diberi hak yang sama? Kenapa sopir angkot, atau sopir bis tidak dikasih hal serupa?” ujarnya bertanya-tanya dalam akun Twitter pribadi Dipo, Selasa (14/4).
Menurutnya, jika pemerintah ingin menolong pengemudi ojol, maka cara yang bisa dilakukan adalah dengan membuat regulasi yang meminta agar perusahaan-perusahaan penyedia jasa aplikasi ikut meringankan beban mitranya.
“Bisa melalui penghapusan potongan, pemberian CSR, atau sejenisnya. Jadi, bukan melalui kebijakan abu-abu dari BUMN,” terangnya.
Dipo Alam menilai bahwa perusahaan ojol bukan perusahaan kaleng-kaleng yang beromset kecil. Mereka adalah unicorn yang kerap dibanggakan Jokowi.
“Bukankah perusahaan-perusahaan aplikasi itu kategorinya sudah unicorn dan decacorn. Artinya, bukan perusahaan receh kan?” tegasnyanya.
Sejak Presiden Jokowi telah memerintahkan kepada Menteri terkait untuk mengkalkulasi ulang harga BBM subsidi dan non subsidi, karena harga minyak dunia sudah jauh turun sekitar 66 % selama semester 1 dari asumsi APBN 2020, hal itu dikatakan Presiden dalam rapat kabinet terbatas melalui video conference dengan anggota kabinet Indonesia Maju pada 18 Maret 2020.
Pernyataan Presiden tak lama berselang kemudian pada 22 Maret 2020, telah direspon oleh Corporate Communication Pertamina Fajriah Usman ke berbagai media mengatakan kalau harga minyak sampai akhir bulan Maret tetap rendah, maka Pertamina akan menyesuaikan harganya, memang lazimnya setiap tanggal 1 awal bulan Pertamina selalu merilis harga BBM terbaru sesuai rata rata harga minyak dan nilai tukar rupiah, begitulah perintah Peraturan Presiden nomor 191 tahun 2014 yang ditanda tangani oleh Presiden Joko Widodo sendiri.
Pasalnya harga jual BBM di sejumlah negara sejak bulan Februari sampai dengan April 2020 telah terkoreksi banyak, tentu wajar kalau publik disini setiap hari bertanya kapan ya Pertamina bisa menurunkan harga BBM, karena harga jual Gasoline 95 (Euro 4) di SPBU Malaysia mematok harga eceran nya Rp 5200,- perliter ( RM 1,2 /liter), sementara Pertamina sampai saat ini masih menjual BBM Pertamax Ron 92 (Diduga belum memenuhi standar Euro 4) dan Ron nya juga dibawah Ron 95, masih dijual seharga Rp 9.000,- perliter, sebaliknya di Amerika saja untuk BBM yang setara Pertamax 92 Pertamina hari ini dijual dengan harga Rp 2.500 perliter. Yusri menilai bahwa Pertamina Bukan Badan Intelijen, Harus Transparan Berapa Harga BBM yang benar.
Bahkan soal harga keekonomian BBM mantan Wamen ESDM dari Jero Wacik dan juga mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandi (11/4/2020) bahwa harga yang wajar untuk BBM sejenis Pertamax Ron 92 adalah sekitar Rp 6000,- perliter tentu ada benarnya. Karena harga minyak dunia selama kuartal 1 sudah terkoreksi banyak, bahkan dipasar terjadi anomali bahwa harga produk BBM (bensin) lebih murah dari harga minyak mentah, itu semua terjadi karena sejak wabah corona covid 19 merebak dan banyak negara melakukan lockdown, kegiatan industri, tranportasi darat dan udara banyak terhenti, maka terjadi over suplly produk BBM dari kilang kilang dibanyak negara, bahkan ada analis energy senior di Neuberger Berman Jeff Wyll memprediksi bisa terjadi orang membeli BBM secara gratis,
“Itulah hebatnya dampak pandemic covid19 yang tak pernah dibayangkan oleh para ahli dan semua manusia selama ini, kecuali hanya oleh Yang Maha Kuasa Allah SWT,”jelasnya.
Salamuddin Daeng, Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Saat ini kebijakan tertutup (exlusive) semacam Pertamina berbahaya bagi BUMN. Dikarenakan rawan terjadi korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan. Siapa yang menjamin bahwa kebijakan Pertamina semacam itu tidak menjadi ajang mencari untung pihak pihak tertentu. Aplagi transporrasi online ini adalah perusahaan multinasional. Jika mereka diuntungkan oleh kebijakan maka sangat mungkin mereka memberi imbalan.
“Sebaiknya kebijakan harga BBM itu bersifat inklusive atau terbuka dimana masyarakat secara luas bisa mendapatkannya. Jadi bukan hanya ojol namun juga transportasi lainnya, termasuk transportasi pedesaan, atau usaha usaha angkutan yang mengangkut hasil bumi petani, atau hasil hasil UKM, yang juga harus mendapat perhatian dari pemerintah,” jelasnya.
Mengingat kebijakan penurunan harga BBM niscaya harus terjadi, dikarenakan Harga minyak dunia turun sangat drastis. Harga BBM hari ini menyentuh 19 dolar per barel. Dengan demikian maka harga minyak lebih rendah atau turun 70% dibanding asumsi APBN 2020. Sementara harga BBM yang berlaku sekarang adalah harga yang berdasarkan pada asumsi harga minyak dalam APBN 2020. Jadi harga bbm bisa turun 30-50 persen dan tidak lagi perlu disubsidi lagi oleh APBN pada tingkat harga sekarang.
Lagi pula BUMN pertamina juga sudah melakukan impor BBM langsung dari Singapura, dengan harga yang sangat rendah, untuk Ron 92 (pertamax) sekitar 20-23 dolar per barel atau sekitar Rp.2300 – Rp 2500 per liter. Jika dimasukkan dalam formula harga BBM yang ditetapkan pemerintah maka harga jualnya +2000 + 10% dari harga dasar. Jadi pertamax bisa dijual Rp 5000 per liter. Itu sudah untung.
Pertamini baru saja kontrak impor RON 92 harganya murah banget dilaman spglobal.com sisebut bahwa Pertamina Impor Ron 92 atau pertamax dengan harga 23 dolar/ barel – 28 dolar per barel. Atau setara dengan Rp. 2.314 / liter sampai dengan Rp. 2.817/ liter. “Lumayan banget untungnya kalau dijual di Indonesia seharga Rp. 9000 per liter,” jelas Daeng.
Dikatakan Daeng bahwa lebih penting lagi penurunan harga energi khususnya BBM merupakan strategi kunci dalam menggairahkan ekonomi di tengah kelesuan, mengurangi ongkos produksi, distribusi, dan pembangkit listrik. Ini merupakan kebijakan prioritas melawan pelemahan ekonomi Indonsia yang selama satu dekade terakhir dan merupakan cara agar wabah covid 19 tidak berdampak luas pada ekonomi sektor riil.
“Ada juga yang tidak kalah pentingnya adalah inilah cara pemerintah dan BUMN pada bidangnya masing berempati pada rakyat, patani dan UKM yang tengah sulit oleng keadaan kelesuan ekonomi ini,” tegasnya.
Aneh kalau membaca dalam konten paparan RDP Kementerian ESDM dengan DPR Komisi VII secara virtual yang berlangsung pada hari ini 4 Mei 2020 telah menyatakan bahwa harga eceran BBM untuk bulan Mei masih tetap dengan harga eceran BBM bulan April hanya berdasarkan asumsi bahwa di akhir tahun harga minyak dunia akan rebound dikisaran USD 40 perbarel, kemudian harga BBM kita masih murah dibandingkan dengan negara negara Asean. Dan dalam paparannya ESDM mengutip harga BBM di ASEAN namun tidak jelas sumber kutipan nya darimana dan untuk periode kapan.
Sehingga semakin terbukti bahwa harga BBM kita ditetapkan bukan atau tidak mengacu pada aturan perundang Undang yang diterbitkan sendiri oleh Kementerian ESDM, yaitu berbasiskan pada rata rata MOPS / ARGUS (harga minyak dipasaran) dan kurs (nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika) seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM nmr 62K/12/MEN/ 2020 tgl 28 Febuari 2020 tentang Formula Penetapan Harga BBM. Ironis bahwa indonesia adalh negara hukum namun tdk mau mentaati peraturan dan perundangan yang dibuat nya sendiri.
Meskipun memang ada negara ASEAN yang harga BBM nya mahal seperti Singapore, namun Negara tsb. adalah negara yang tidak punya tambang minyaknya, jadi kalau mau di banding kan ya Indonesia dengan Malaysia dan Brunei serta Vietnam itu baru setara.
Kemudian apakah KESDM mengungkapkan juga bahwa kualitas BBM kita masih jauh dibawah kualitas BBM negara Asean. BBM yang dijual dinegara ASEAN umumnya sdh memenuhi standar Euro 4 hingga Euro 5. Sebagai contoh kandungan sulfur BBM solar yang dijual di Indonesaia masih tertinggi di asean. dan Bensin Premiun merupakan bensin kualitas terendah di ASEAN namun harga nya jauh diatas Bensin Ron 95 di Malaysia.
Selain itu, ada yang tak wajar dalam konten paparan itu KESDM yaitu tidak menampilkan rata rata MOPS dan Argus periode 25 Febuari hingga 24 Maret 2020 dan nilai tukar rupih pada periode yang sama untuk penetapan harga yang berlaku 1 April. Seharusnya ditampilankan juga rata2 MOPS dan Argus periode 25 Maret hingga 24 April 2020 untuk dasar penetapan harga BBM pada 1 Mei 2020.
Padahal KESDM DAN PERTAMINA serta SKK migas dan BPH migas telah mengeluarkan biaya sekitar hampir Rp 100 miliar pertahun untuk membayar publikasi MOPS, Argus, RIM, Mackenzie dll.
Seperti diakui sendiri oleh Pemerintah bahwa bahwa negara kita adalah nett importer migas dimana setiap hari mengimpor minyak mentah dan BBM hampir sekitar 60% dari konsumsi nasional yang saat ini sudah mencapai sekitar 1,6 juta barrel perhari dalam kondisi normal. Demikian juga untuk LPG kita mengimpor 75 % dari kebutuhan nasional.
Jadi semakin aneh dan lucu argumentasi yang dibangun oleh Kementerian ESDM bahw apenentuan harga BBM kita berdasarkan harga BBM negara tetangga tergabung dalam Asean dan prediksi bahwa harga minyak akan rebound pada akhir tahun, memang luar biasa Kementerian ESDM sekarang ternyata sudah merangkap sebagai dukun juga.
Padahal prediksi KESDM bahwa harga BBM akan tinggi diakhir tahun tentu tidak beralasan, karena KESDM sendiri dalam konten paparannya masih memprediksi harga minyak mentah USD 40 perbarel, masih dibawah harga minyak mentah pada saat bulan Januari 2020.
“Tentu pertanyaan adalah untuk apa Kementerian ESDM selalu menerbitkan Peraturan Menteri ESDM tentang Distribusi dan Penentuan harga BBM dan terakhir menerbitkan Kepmen nmr 62 Tahun 2020 kalau tidak bisa digunakan,” tulis Yusri yang dikirim ke redaksi.
Yusri juga menulis panjang kecewa oleh Komisi VII DPR dimana, kata Yusri Menyedihkan kalau membaca laporan singkat hasil Rapat Kerja antara DPR Komisi VII dengan Kementerian ESDM pada 4 Mei 2020 yang dilaksanakan secara virtual, ketika Menteri ESDM Arifin Tasrif berkata bahwa pada bulan Mei ini belum perlu menurunkan harga, karena harga BBM negara kita masih jauh lebih murah dari negara lain di Asean seperti Singapore dan Laos, serta diprediksi akhir tahun ini harga minyak akan menguat sampai USD 40 perbarel.
Artinya Menteri ESDM telah menegaskan bahwa penentuan harga BBM di negara kita bukan berdasarkan peraturan dan keputusan Kementerian ESDM yang dia buat sendiri, akan tetapi berdasarkan perbandingan harga BBM di negara Asean dan prediksi harga minyak akan kembali rebound pada akhir tahun.
Ketika seluruh anggota DPR yang ikut RDP mengaminin apa yang dikatakan Menteri ESDM itu, maka menjadi sempurnalah ketidak adilan yang dirasakan oleh rakyat yang mayoritas daya belinya sudah dibawah ambang batas.Kesan kuat DPR telah bertindak bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi lebih melindungi kepentingan Pemerintah dan Badan Usaha Pertamina, Shell, AKR, Total, Vivo dan Petronas, inilah sebuah ironi.
Kondisi ini semakin memprihatinkan ketika dugaan aroma kongkalikong ini diperkuat oleh barisan media mainstream dan pengamat tak bermoral membuat narasi narasi memang tak perlu harus harga BBM diturunkan cepat cepat, sebentar lagi juga naik, kalaupun diturunkan tak ada pengaruhnya apa apa terhadap daya beli rakyat karena lagi WFH dan PSBB, tentu ini pendapat sontoloyo, karena rakyat miskin tak ada pilihan dirumah bisa mati, keluar rumah ancaman kematian juga ada, ya sudahlah apa jadinya saja, begitulah sikap rakyat yang tak berkemampuan.
Sehingga menjadi benar apa yang dikatakan dalam bentuk satire oleh mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan bahwa saatnya rakyat bersedekah untuk Pemerintah, atau lebih vulgar dikatakan oleh mantan Sesmen BUMN Said Didu bahwa Pemerintah dan Pertamina telah merampok uang rakyat lewat harga BBM yang mahal.
Seharusnya DPR mempertanyakan apakah sudah tepat alasan KESDM tidak menurunkan harga BBM hanya berdasarkan perbandingan dengan harga BBM di Singapore dan Laos saja ?, apakah tidak mempertimbangkan parameter lainnya, termasuk apakah negara itu ada produksi migasnya?, kemudian apakah angka GDP( Gross Domestic Product) nya setara dengan negara kita ?, harusnya membandingkan itu apel dengan apel, bukan apel dengan batu.
Kalau benar berpihak pada rakyat, seharusnya DPR pada kesempatan itu meminta KESDM agar konsekuen dan konsisten menjalankan aturan Kepmen ESDM tersebut untuk melindungi masing masing pihak, yaitu kepentingan Pemerintah berhak memungut pajak, Badan Usaha berhak memungut margin 10% dari harga dasar, tidak boleh lebih, dan rakyat berhak membeli BBM dengan harga ke ekonomian dengan takaran dan BBM berkualitas.
Terkesan kental bahwa anggota DPR tidak peka akan rasa keadilan rakyat atas harga BBM yang dijual Pertamina di SPBU yang mana harga nya sangat mahal disaat harga minyak dunia sdh terjun bebas.
Lagian siapa yang mau nimbun hari gini, dimana banyak yang PHK dan masa covid-19 semua mengencangkan ikat pinggang hanya berpikir untuk sembako. Halo Ibu, baiknya kalimat nimbun ini di klarifikasi saja, jangan jadi peryataan resmi loh…tak pantas bagi seorang pejabat publik. Untung loh bu.. yang diskon bukan jenis BBM premium atau pertalite, jika ajak nimbun itu berlaku pada dua jenis tadi (premium atau pertalite) pasti SPBU akan antri dan berebut seperti orang-orang di luar pulau Jawa sana yang setiap hari antri jika beli BBM. Ah… biar saja kami ungkapkan ini semua bu toh Bu Direktur Utama itu telah memblokir nomor HP atau WA nomor Pemred Ewindo yang tak jelas salahnya dimana, yang selama ini minta konfirmasi juga tak pernah direspon.
Dan akhinya muncul pada Ahad, 3 Mei 2020 sebuah tagar #TaikLuPertamina dan ini membuat kami terhentak kaget adanya tagar #TaikLuPertamina menjadi trending topic linimasa Twitter. Ini mengerikan sekelas nasional oil company dibegitukan oleh ramainya para netizen. Kalau dirunut mungkin karena pasalnya soal harga minyak dunia yang anjlok super anjlok. Tapi Pertamina malah belum juga menurunkan harganya di pasaran, beda dengan negara tetangga kita Malaysia yang langsung menurunkan.
Eh..alih-alih berdalih Pertamina malah bikin blunder kasih diskon, begitu Boss Pertamina dalam video Conferencenya. Menurut Boss Pertamina itu kasih diskon 30 persen, ayo nimbun. Ah ini jug ajakan bukan bahasa kelas pejabat tinggi. Nimbun yang di lontarkan Nicke Widyawati orang nomor 1 di BUMN Migas ini sungguh aneh. Ia tak pakai diksi cerdas. Narasi yang dia buat dengan kata nimbun adalah sebuah diksi yang busuk. Nimbun adalah kata yang dilarang dalam elemen apapun, karena bahasa itu adalah rakus dan sangat tamak. Eh malah ini dibuat ajakan. Ini makin Absurd. Cukup sampai disini? Tidak juga, blunder makin meluas, karena bahasa Dirut Pertamina dan VP Corporate Pertamina, Fajriah Usman beda lagi. Nicke bilang discount untuk 2000 (dan kini sudah direvisi tidak lagi hanya 2000 pembeli) sedangkan Fajriah bilang cash back….mana yang benar informasi itu. Sementara publik sudah mengunyah kabar yang sudah terlanjur beredar.
Kami coba cek apa sih perbedaan, diskon atau dahulu dikenal sebagai rabat yang artinya adalah potongan harga. Seorang konsumen dapat membeli suatu produk barang atau jasa dengan harga yang lebih murah dari harga yang sebenarnya karena harganya sudah dipotong. Dan promo diskon ini biasanya diberikan dalam batas waktu tertentu, misalnya 1 bulan, 1 minggu, 1 hari, bahkan ada diskon yang batas waktunya hanya 1 jam atau hanya beberapa menit, ini bisa jadi pemicu konsumen untuk melakukan pembelian dalam jumlah yang banyak karena menganggap yang dilakukannya adalah bentuk dari berhemat. Jadi, hati-hati dengan diskon, diskon tidak selalu baik karena bisa membuat kita untuk membeli banyak hal yang sebenarnya belum atau bahkan tidak dibutuhkan.
Bahkan akhinya seruan agar Direktur Utama Nicke Widyawati agar mundur dari Pertamina meninju tajam. Hal ini datang dari UCHOK SKY KHADAFI, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA). Dimana ia mengatakan bahwa Pemerintahan Jokowi, “katanya” sudah menempatkan orang orang top dan hebat seperti Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) dan Nicke Widyawati di Pertamina. Tetap saja pendapatan Pertamina dihajar Covid 19, dan sepertinya tidak bisa tertolong, menuju defisit anggaran perusahaan.