ENERGYWORLD.CO.ID – Aneh dan mengandung tanda tanya besar mengapa malah pimpinan SKK Migas yang terkesan kuat yang mengulur waktu terus, ketika KKKS Husky CNOOC Madura Limited ( HCML) sudah berulang kali minta pendapat kepada SKK Migas untuk segera melakukan terminasi kontrak penyediaan FPU /Floating Production Unit sejak Mei 2019 hingga 27 April 2020.
Terakhir pada 17 April 2020, HCML menulis surat ke 7 untuk meminta ketegasan SKK Migas, namun sesuai catatan risalah rapat tgl 27 April 2020, ternyata SKK Migas masih saja bersikap menyarankan HCML menunggu pendapat hukum baru dari Kejagung RI terlebih dahulu, berdasarkan SKKMigas telah meminta pendapat hukum baru lagi pada 9 April 2020.
Padahal pada Febuari 2020 Jamdatun Kejaksaan Agung RI telah memberikan pendapat hukum secara tegas bahwa terhadap kontrak tersebut harus dilakukan terminasi dan meminta SKK Migas meneruskan kepada HCML untuk segera melakukan proses terminasi dan beauty contest agar segera diperoleh konsorsium kontraktor baru yang kredibel untuk bisa menyelesaikan kewajiban menyediakan FPU untuk bisa dikomersialkan segera lapangan gas tersebut, agar Industri di Jawa Timur berhasil dapat penambahan gas.
Namun Kalau melihat kronologis berbasiskan data data sejak awal sejak proses tender penyediaan FPU lapangan MDA – MBH CNOOC Madura senilai USD 386 juta atau setara hampir Rp 6 triliun mulai diproses tender, dan akhirnya berujung gagal disediakan oleh konsorsium PT Anugrah Mulia Raya bersama Sandakan Offshore Sdn Bhd, Emas Offshore C&P Pte Ltd dan Pelayaran Inti Tirtanusantara, maka terlihat faktor utama penyebabnya kekacauan ini boleh dikatakan adalah dari pihak SKKMigas yang sejak awal sudah tidak benar dalam menjalan fungsinya sebagai pengendali dan pengawas terhadap semua kegiatan KKKS HCML, yaitu sejak awal perencanaan hingga pelaksanaan pekerjaan.
Pasalnya sejak awal penetapan pemenang tender saja sudah bermasalah, ketika sudah ada pemenang tender, mendadak SKKMigas menambah syarat bahwa konsorsium pemenang harus membangun unit FPU digalangan kapal didalam negeri pada awal 2017, namun terbukti sampai tahun 2020 belum ada satupun galangan kapal dalam negeri mampu membangun unit FPU dengan size sebesar itu, akhirnya SKKMigas baru sekarang merubah ketentuan itu boleh dibangun di galangan kapal luar negeri, sementara PT Duta Marine adalah kontraktor yang menjadi korban pertama atas kebijakan SKK Migas saat itu.
Dan bahwa HCML sejak 16 Meret 2020 minta persetujuan terminasi kepada SKKMigas
Cilakanya ketika Konsorsium PT Anugrah Mulia Raya yg telah ditunjuk sebagai pemenang menggantikan PT Duta Merine pada Mei 2017, dan diharuskan menyerahkan unit FPU dalam kondisi teringrasi dengan fasilitas produksi lainya paling lambat Mei 2019, namun faktanya sdh hampir 1 tahun sudah wanprestasi, namun status kontak PT AMR dgn KKKS HCML belum diputus kontraknya sampai saat ini.
Mengingat target dalam Work Program and Badget (WP& B) yang sudah disepakati antara HCML dengan SKK Migas komersial lapangan MDA -MBH pada Agustus 2019 dengan tambahan suplai gas 120 MMSFD bagi Industri dan masyarakat Jawa Timur, namun akibat ketidak profesionalnya pejabat SKKMigas maka komersial lapangan tersebut bisa mundur ke akhir tahun 2021.
Oleh karena itu, mengingat kasus FPU HMCL sudah cukup lama mencuat diruang publik, akan tetapi Kementerian ESDM terkesan sudah tak mampu lagi untuk mengendalikan SKK Migas untuk menjaga lifting nasion, maka Presiden Jokowi harus berani menertibkan atau mereformasi personil dan kelembagaan SKK Migas yang terbukti sebagai penghambat peningkatan lifitng migas nasional.
Jakarta 10 Mei 2020
Direktur Eksekutif CERI
Yusri Usman