Oleh : Salamuddin Daeng
BUMN lain dapat Penyertaan Modal Negara (PMN), bahkan bersama korporasi swasta mendapatkan dana penyertaan, dana investasi pemerintah, dana penjaminan pemerintah, yang konon jumlahnya unlimit, tergantung seleranya menteri keuangan dan gubernur BI. Seluruh suntikan dana dalam berbagai skema ini diberikan dengan alasan krisisi ekonomi dan keuangan akibat covid 19.
Namun anehnya utang pemerintah kepada BUMN Pertamina tidak segera dibayarkan. Jumlahnya sangat fantastis. Pertamina cuma mendapat pepesan kosong yakni pengakuan piutang Rp 140,5 T. Pengakuan berarti tidak dibayarkan oleh pemerintah. Artinya uang Pertamina ngendap di kantong menteri keuangan? Ini jelas merugikan rakyat.
Mengapa, karena sampai saat ini rakyat tidak dapat memperoleh harga BBM yang normal yang didistribusikan Pertamina. Harga BBM sepenuhnya masih diatur melalui regulasi pemerintah dan juga melalui tekanan politik.
Bisa jadi pemerintah tidak akan membayar utang Rp 140,5 T ini kepada Pertamina. Pemerintah tampaknya akan menggunakan kesempatan selisih harga sekarang untuk menutupi utang kepada pertamina yang besar tersebut. Harga beli BBM impor yang murah, jual ke rakyat mahal akan jadi alat untuk melunasi utang pemerintah kepada pertamina. Artinya rakyat dipaksa akan mensubsidi pemerintah saat ini.
Rakyat yang akan membayar utang pemerintah kepada pertamina. Utang pemerintah kepada pertamina nantinya akan dihapus secara otomatis, karena adanya selisih harga BBM impor murah sekarang yang dijual ke rakyat dengan mahal. Ini adalah cara yang buruk, Kerana rakyat dirugikan. Ibarat sudah jatuh, malah tertimpa tangga, kepala rakyat pening kena akibat covid malah dihajar dengan BBM mahal.
Sementara pertamina juga dirugikan sudah keuangannya jebol akibat utang besar malah hanya dapat pepesan kosong. Sisi lain sektor hulu bangkrut dan kilang terpaksa ditutup karena merugi. Jadi sebaiknya pemerintahan segera membayar utang kepada pertamina, bukan sekedar pengakuan piutang. Tapi segera dibayar.
Dengan demikian Pertamia memiliki kesempatan bernafas dan bisa melakukan penyesuaian harga BBM sesuai dengan harga pasar saat ini. Dengan demikian ekonomi rakyat juga bisa bergerak lagi. Covid sudah memukul sektor konsumsi. Dikarenakan harga BBM menentukan harga transportasi, harga listrik, harga barang dan jasa lainya. Dengan demikian makan ekonomi bisa tumbuh normal walau di tengah wabah. Konsumsi bisa tumbuh lagi. Begitu kan ?
Penulis adalah Peneliti pada Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)