Setelah EU boikot biodiesel Indonesia, pemerintah telah membuat program B20 dan B 30 untuk menolong produsen biodiesel/fame.wilmar.louis dreyfuss.sinar mas.phg.musim mas.best, ternyata mereka masih memakai technologie convensional dengan washing dan methanol recovery, sehingga biaya produksi dan biaya logistic menjadi mahal, kemahalan itu terpaksa di tanggung oleh Pertamina.
Kebijakan pemerintah sangat tanggung bila hanya tergantung pada perusahaan besar saja.Terlihat pemerintah tidak punya program yang jelas dalam membangun industri biodiesel untuk mengurangi impor BBM dan memacu investasi dalam negeri untuk membuka lapangan kerja dari industri hilir CPO dan PKO.
Untuk konsumsi lokal, seharusnya Pertamina membeli juga biodiesel dari produsen PTPN, BUMD, BUMDES dan swasta UKM, tetapi dengan mensyaratkan memenuhi spesifikasi sesuai standart SNI dan standart mutu yang telah di tetapkan oleh Pertamina.
Dengan technologie HYDRODYNAMIC CIVITATION PROCESS (HCP), kandungan methanol 11.5%, katalis potassium methoxide 1%, sehingga HCP tidak lagi proses methanol recovery.
Biaya produksinya bisa lebih murah daripada proses convensional.
Dari bahan baku CPO, Stearine, minyak kelapa dan minyak goreng bekas serta lemak binatang bisa dibuat jadi biodiesel.
HCP bisa dibuat dengan kapasitas kecil, dan ini akan meningkatkan investasi dalam negeri dan membuka lapangan kerja serta harga TBS petani bisa baik.
Petani sawit sekarang hanya mendapatkan hasil kotor sebesar Rp 16.000.000 per hektar tiap tahun nya, maka dengan penghasilan kotor tersebut, petani mana bisa hidup, karena tandan buah segar sawit masih di kenakan kewajiban membayar PPN dan ekspor CPO masih di kenakan bea keluar.
Untuk memotong biaya logistik yang mahal, biodiesel harus di produksi di setiap kabupaten dan di jual ke pusat blanding TBBM Pertamina di setiap propinsi , produknya dapat distribusikan ke SPBU Pertamina dan milik umum yang ada di propinsi tersebut.
Jadi mulai dari proses CPO ke biodiesel ke pusat blanding TBBM Pertamina, tidak terjadi distribusi hilir mudik yang membuat biaya logistik jadi mahal.
Harga B20 dan B 30 bisa di jual lebih murah dan produsen tidak perlu di subsidi.
Dengan technologie convensional pun biodiesel bisa dibuat dengan kapasitas kecil2 dan dapat di lakukan oleh semua pelaku usaha, termasuk pelaku UKM, karena technologie biasa saja, sehingga tidak harus jadi konglemerat sawit saja yang bisa buat biodiesel, karena yang penting untuk pasar lokal, PERTAMINA harus menjadi offtakernya, supaya bank tidak takut kasih kredit untuk sektor ini.
Indonesia sudah harus export produk hilir CPO, PKO dalam bentuk biodiesel, glyserine, toiletries, fatty acit, fatty alcohol, kosmetik, olein, farmasi, dan barang tehnik dan makanan.
Pemerintah tidak adil kalau hanya beli biodiesel dari perusahaan besar dengan menanggung biaya logistik dan menekan harga TBS petani, karena masih ada PTPN dan swasta menengah lain yang harusnya dapat bagian dari kue pembangunan.
Pemerintah harus juga menolong PTPN yang kondisi hidupnya senin kamis karena tidak efisien, dan ternyata PTPN sangat terlambat masuk ke industri hilirnya.
Medan, 13 Juni 2020.
Riza M
Founder PT FSC 1996
OLEO CHEMICAL.