Ada alasan bahwa para purnawirawan TNI/POLRI diangkat jadi Komisaris BUMN karena amankan konflik lahan. Alasan itu disampaikan MenBUMN Erick sehingga mendapuk mereka di kursi empuk BUMN. Lantas kalau adik ipar menteri duduk di kursi empuk komisaris BUMN juga bagaimana?
ENERGYWORLDINDONESIA – Direktur Centre of Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mempertanyakan masuknya Ipar menteri Sri Mulyani Jadi Komisaris BUMN di Pelindo 1 dipertanyakan konsistensi menteri keuangan yang pernah disebut terbaik itu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani kalau pernyataannya yang keluar dari mulut belum tentu sama dengan sikap yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. Di satu sisi, Sri Mulyani kerap berpidato di depan publik mengenai pentingnya menghindari terjadinya konflik kepentingan. Sementara di sisi lain pernyataan itu seperti meludah ke atas langit. “Ini lantaran faktanya ada keluarga dekat mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu yang didapuk menjadi salah-satu Komisaris di perusahaan milik BUMN, jelas.
“Kami menemukan fakta bahwa ada keluarga dekat, yaitu adik ipar, Menteri Keuangan Sri Mulyani diangkat menjadi Komisaris Independen BUMN Pelindo 1,” tegas Uchok kepada Redaksi, Ahad (14/6/2020).
Bahkan Uchok Sky Khadafi mengurai siapa adik ipar yang dimaksud. Ia adalah Ahmad Perwira Mulia Tarigan yang baru diangkat Kementerian BUMN sebagai Komisaris Independen Pelindo I pada 21 April 2020.
Bahwa Ahmad Perwira Mulia Tarigan adalah suami dari adik kandung Sri Mulyani, Sri Wahyuni. Sehari-hari Ahmad Perwira Mulia Tarigan saat ini juga berprofesi sebagai staf pengajar di Universitas Sumatera Utara. “Ini sangat tidak etis. Di saat kita sedang fokus penanganan virus corona, eh ada menteri yang “menyusupkan” keluarganya jadi Komisaris BUMN. Kalau Bu Sri Mulyani kerap mengingatkan untuk menghindari konflik kepentingan, ini kan ibarat bu menteri meludah ke langit kena wajahnya sendiri,” paparnya.

Uchok menilai, Menteri BUMN pasti akan segan menolak jika Sri Mulyani menitip nama untuk dijadikan calon komisaris. Terlebih BUMN masih sangat tergantung pada kucuran dana talangan dari Kementerian Keuangan. Ya toh….
Sebelum bahas sejumlah purnawirawan masuk komisari BUMN di Pelindo juga masuk Komisari Baru Pelindo I, ada dua Perwira Tinggi TNI-Polri Hingga Politisi Partai Nasdem. Komisaris baru Pelindo I itu ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor. SK-123/MBU/04/2020 tanggal 20 April 2020. Untuk mengetahui profil masing-masing komisaris baru PT Pelindo I, berikut yang sisinya dalam laman resmi Pelindo 1 sebagai berikut:
Lain Pelindo lain BUMN lainnya, dimana kisah lainnya lagi yang kini sedang jadi sorotan dimana Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk purnawirawan TNI, Polri untuk menempati kursi komisaris di perusahaan BUMN. Memang Erick Thohir sudah buka suara terkait penunjukkan purnawirawan TNI, Polri hingga Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menempati kursi komisaris di perusahaan BUMN. Dia menjelaskan keputusan itu lantaran ingin memperkuat perusahaan plat merah dalam menghadapi masalah di sektor tersebut. “Tiap pemilihan ada reason. Di pertambangan ada konflik baik namanya tanah baik perizinan yang tumpang tindih. Ada juga isu sosial dengan masyarakat. Kita harus balance,” ucap Erick dalam konferensi pers virtual, Jumat (12/6/2020).

Pola yang sama kata Erick juga ia terapkan pada BUMN asuransi. Dalam hal ini alasan dibalik keputusannya memilih seseorang berlatar belakang aparat penegak hukum. “Kalau kita ngomong asuransi, banyak isu penipuan. Pertanggung-jawaban sampai hari ini masyarakat tidak dapat kepastian,” ucap Erick. Keputusan ini kata Erick sejalan dengan alasan mengapa dirinya menempatkan seseorang yang memiliki latar belakang keuangan dan hukum pada suatu BUMN atau Kementeriannya. Ia menambahkan posisi komisaris tidak melulu diisi oleh purnawirawan. Bahkan alibi yang disampaikan Erick ini sebagai berikut, “Enggak juga. Agus Marto (eks Gubernur BI) bukan BIN. Pak Basuki (Ahok) bukan polisi. pak Chatib Basri (eks Menkeu) bukan tentara. Banyaklah. Jangan jual click bait semua,” jelas Erick.
KOMISARIS BUMN
Belum lama susunan direksi Komisaris Pertamina masih ada dari Polri yaitu Komjen (Pur) Condro Kirono. dalam catatan Redaksi bahwa komisarasis dari pensiuann Polri sejak Zaman SBY dimana pernah menempatkan Jendral Sutanto di Pertamina. Di Pertamina kini memang kalau tanpa purnawirawan nampak hampa tapi ya begitu adanya.
Komisaris BUMN lain yang juga ada kalangan TNI-Polri ada di perusahaan minerba misalnya PT Bukit Asam (PT BA). Kursi komisaris utama diisi oleh Panglima TNI 2010-2013. Ada satu kursi komisaris independen diisi orang dengan latar belakang BIN dan TNI. Satu kursi komisaris diisi dengan latar belakang Polri.
Media Tirto.ID bahkan pernah mencatat bahwa daftar purnawirawan yang duduk di komisaris BUMN seperti Jenderal Agus Suhartono (Panglima TNI 2010-2013) Jabatannya Komisaris Utama merangkap sebagai Komisaris Independen Menjabat sebagai Komisaris Utama sejak RUPSLB PT PBA Tbk pada 10 Oktober 2013 dengan latar belakang pendidikan di Lemhanas (2003), Sesko TNI (1999), Seskoal (1994) dan Akademi Angkatan Laut (1978). Sebelum menjabat sebagai Komut PT Bukit Asam Tbk, pria kelahiran Blitar 25 Agustus 1955 ini pernah menjabat sebagai Panglima TNI periode 2010 s/d 2013. Sebelumnya beberapa jabatan penting juga pernah dijalaninya, seperti Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) di tahun 2010 dan menjadi Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan.
Nama Letnan Jenderal TNI (Purn.) Agus Surya Bakti Jabatan: Komisaris Utama Menjabat sebagai Komisaris Utama PT ANTAM pada tanggal 19 Desember 2019 berdasarkan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham. Merupakan lulusan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) pada tahun 1984, alumni LEMHANAS RI tahun 2011 dan memperoleh gelar Magister Komunikasi Universitas Hasanuddin pada tahun 2017. Pernah menjabat beberapa posisi kunci antara lain Wakil Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat (2010), Deputi-1 Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (2012), Panglima Kodam VII/Wirabuana (2015), Panglima Kodam XIV/Hasanuddin (2017), Asisten Intelejen Panglima TNI (2018) dan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (2018-2019).
Ada Nama M. Alfan Baharuddin Jabatan: Komisaris Utama / Independen Menjabat menjadi Komisaris Utama PT TIMAH Tbk pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 10 February 2020. Pria kelahiran Medan, 30 Mei 1957 ini merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut tahun 1981. M. Alfan Baharudin pernah menjabat sebagai kepala Badan SAR Nasional ( 2012-2014) dan Komandan Korps. Marinir ( 2009-2012).
Ada juga nama Muhammad Munir Jabatan: Komisaris Independen Menjabat menjadi Komisaris PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) sejak tanggal 11 April 2018 dan menjadi Komisaris Independen sejak 6 Agustus 2018. Merupakan alumnus Akademi Militer di Magelang tahun 1983 dan berasal dari kecabangan infanteri. Pernah menjabat sebagai Wakasad pada tahun 2013 hingga 2015, ajudan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, Kasdivif 1/Kostrad, Kasdam Jaya, Pangdivif 2/Kostrad, Pangdam III/Siliwangi, Pangkostrad, Wakasad, Pati Mabes TNI dan Sekjen Wantannas hingga tahun 2016, lalu nama Hinsa Saburian Jabatan: Komisaris PT Freeport Indonesia Hinsa merupakan lulusan Akabri tahun 1986. Ia memulai karirnya di pasukan khusus anti-teror TNI AD yang ada di naungan Korps Baret Merah. Pada 1994, ia bahkan ditugaskan sebagai Komandan Pusat Pendidikan (Dansatdik) Gultor Den Sat-81 Kopassus. Memulai karir bintangnya, Hinsa banyak bertugas di wilayah Papua. Ia ditugaskan sebagai Danrem 173/Praja Vira Braja Dam XVII/Cenderawasih dan di tahun yang sama diangkat sebagai Kasdam. Terakhir karirnya menjabat sebagai Wakil Kepala Staf TNI AD pada April 2017. Untuk Freeport Indonesia bahkan purnawirawan Ma’ruf Syamsudin dan Cheppy Hakim pernah menjadi Presdir Freeport, meski saat itu Freeport belum menyatu dengan Inalum seperti saat ini.
Catatan lainnya untuk dua periode penempatan Komjen Pol Condro Kirono sebagai komisaris PT Pertamina (Persero) sempat menjadi perdebatan. Jendral bintang tiga itu dianggap tak memiliki kapabilitas untuk mengawasi bisnis minyak dan gas (migas) yang penuh kompleksitas. Namun Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyampaikan, Condro ditunjuk untuk mencegah Pertamina dari potensi fraud dan berbagai kecurangan, termasuk praktik mafia migas.
Namun hal ini ditepis Donal Fariz, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa, hal tersebut kurang tepat dan tak sesuai dengan rekam jejak Condro di kepolisan. Jabatan strategis yang pernah diduki Condro, antara lain Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Yogyarkarta, Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri serta Kapolda Riau dan Jawa Tengah. Setelahnya, pada tahun 2019, ia menjabat sebagai Kepala Badan Pemelihara Kemanan (Kabarharkam) Polri sebelum digantikan oleh Firli Bahuri yang kini sebagai Ketua KPK. “Harus dilihat tujuan dan target ogranisasi. Kalau ditunjuk Pak Condro apa kompetensi yang diharapkan memperbaiki Pertamina. Kalau saya liat pembersihan, kan, itu alasan saja,” ucap Donal dilansir Tirto (16/11/2019) tahun lalu.

Menurut Donald, penempatan Condro di kursi komisaris Pertamina sarat dengan kepentingan bagi-bagi jabatan. Penempatan anggota Polri dalam jabatan-jabatan strategis itu juga dilakukan oleh Jokowi tak hanya di Pertamina, melainkan beberapa lembaga negara seperti Inspektorat Jendral Kementerian Perindustrian dan Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan . Hal ini ini, kata dia, juga bertentangan dengan prinsip meritokrasi di mana pembagian jabatan seharusnya diprioritaskan pada orang-orang yang memiliki kapasitas untuk memperkuat atau menyehatkan lembaga di BUMN. “Jadi di jabatan komisaris ukurannya enggak jelas kan. Menurut saya jabatan komisarisnya jadi bagi-bagi jatah politik. Ini jadi problem berulang komisaris bagi-bagi jabatan politik,” ucap Donal. Meski demikian, Kecurigaan tersebut dibantah oleh Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Menurutnya, penempatan Condro bukan soal bagi-bagi kursi atau jual-beli jabatan di BUMN melainkan karena evaluasi kementerian menghasilkan keputusan tersebut.
Kehadiran komisaris seperti Condro Kirono maupun sosok lain seperti Basuki Tjahja Purnama bertujuan untuk memaksimalkan fungsi pengawasan oleh komisaris. Selama ini kerja komisaris jarang dimaksimalkan sehingga seringkali Kementerian BUMN harus turun tangan. “Fungsi komisaris itu kami maksimalkan. Kan ada yang sudah ditunjuk, digaji tapi tidak dimanfaatkan. Inalum kami belum firm dengan Komisaris Utamanya. Maka kami enggak main-main. Padahal bisa kan, kami bikin siapa aja isi itu,” ucap Arya.
Pengajar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Lisman Manurung mengatakan, ditempatkannya Condro di Pertamina akhir-akhir ini cukup luas ketimbang penyaluran dan produksi BBM. Pertamina, menurutnya, juga harus berhadapan dengan kejahatan dan kriminal lebih luas seperti pencurian minyak mentah. Bagaimanapun, menurutnya, seorang jenderal polisi adalah sumber daya manusia terbaik korps Bhayangkara meski tak pernah berurusan langsung dengan bisnis migas. “Ini memerlukan kecakapan untuk mengawasi seberapa jauh pelanggaran itu bisa berujung delik pidana. Jadi masuk akal ditunjuk Condro. BUMN lain mungkin tidak sekompleks Pertamina,” ucap Lisman dilaman Tirto, Selasa (26/11/2019).