Oleh : Andrianto, Penggiat Anti KKN
BUMN itu jelas disebut milik Negara bukan milik Pemerintah, karena pemerintah hanya ex officio pelaksanaan sesuai amanat UU. Sehingga hasilnya buat negara untuk kemakmuran rakyat.
Sehingga pengelolaanya tidak boleh serampangan, apalagi ada konflict of interest. Sayangnya, ada anggapan publik bahwa Menteri BUMN Erik Thohir sebagai eks Ketua Timses Pilpres yang saat ini sedang berkuasa, tercium aroma tidak sedap, sedang bagi-bagi kue di BUMN.
Sebagai komandan BUMN yang memimipin 148 BUMN induk dengan ribuan anak dan cucu/cicit dengan valuasi asset Rp 5.000 an Trilun serta menyumbang ke APBN terbesar setelah pajak, Erick super power.
Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, tentunya BUMN menjadi harapan untuk pemulihan ekonomi Indonesia. Dapatkah BUMN memenuhi harapan itu?
Di sinilah akar persoalannya. Erick Thohir terlihat sangat tidak kridebel.
Pertama, dia membawa masuk unsur TNI aktif misal : Marsekal Madya Andi Fahrul di Kom PT Bukit Asam dan Laksamana Madya Ahmad Jamludin di Pelindo 1. Padahal UU no 34/2004 tentang TNI melarang perwira aktif.
Kedua, dia bawa lagi Komjen Bambang Sunarwibowo di Pt Aneka Tambang,
Komjen Carlo brix tewu di Pt Bukit Asam,
Irjen Arman Depari di Kom Pelindo 1. Ketiganya adalah Perwira aktif Polri yang dalam UU no 2/2002 juga dilarang
Ketiga, dia memboyong ekponen parpol yakni Dwi Ria Latifa/PDIP di Komisaris BRI, Rizal Malarangeng/Golkar di Komisaris PT Telkom, Irma Suryani /Nasdem di Komisaris Pelindo 2.
Keempat, ada pula keluarga pejabat yakni Ahmad Mulia Tarigan di Komisaris Pelindo 1 yang tiada lain Suami dari Sri Wahyuni yang adik kandung Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ada pula adik kandung Wamendes Budi Ari yakni Chandra Arie Setiawan di Komisaris PT Telkom.
Kelima, yaitu tokoh masyarakat yang pendukung pilpres model Yeni Wahid di Komisaris Garuda dan yang lainnya.
Keenam, belum lagi banyaknya pejabat di eselon 1 kementrian, lembaga negara, KSP, Jubir Pres dan sebagainya.
Ketujuh, kita liat saja nanti. Yang jelas, akhirnya BUMN jadi bentuk neo bancakan yang lebih brutal dan lebih parah dari era Orde Baru. Apalagi ada upaya Erick thohir yang mau menyuntik dana ratusan triliun ke beberapa BUMN.
Sebagai orang yang pernah mengabdi di BUMN, saya berpandangan tidak perlu ada suntik-menyuntik di BUMN. Kalau uangnya ada, mending disalurkan ke sektor UMKM.
Jelas langkah Menteri BUMN yang demikian, tidak boleh dibiarkan lagi. Erick Thohir jelas tidak mumpuni dan bisa dianggap gagal total.
Seharusnya Presiden Jokowi segera mengevaluasi Erick Thohir agar jangan jadi beban Pemerintahan yang butuh banyak pencitraan dan kepercayaaan publik.
Perekonomian Indonesia saat ini akan berjalan menuju krisis yang lebih parah dari tahun 1998, mestinya dibutuhkan figur bersih, kompeten dan profesional di Kementerian BUMN.***