Home Biomassa Catatan Defiyan: Konsumen Telah Beralih Ke BBM Ramah Lingkungan, Bagaimana dengan Pemerintah

Catatan Defiyan: Konsumen Telah Beralih Ke BBM Ramah Lingkungan, Bagaimana dengan Pemerintah

382
0
Istimewa
Bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), apalagi Pertamina sebagai perusahaan yang menguasai salah satu cabang produksi penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 keharusan mengikuti kebijakan negara yang dimandatkan pada pemerintah adalah penting.
Meskipun sebagai perseroaan yang mengelola sebuah bisnis energi dampak ekonomi atas kebijakan pemerintah tidak selalu menguntungkan posisi BUMN.
Sebagai contoh yang dialami oleh Pertamina terkait perubahan permintaan atas premium telah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penjualan BBM dan sudah tentu mengurangi labanya.
Apalagi dalam 4 (empat) tahun terakhir, Pertamina tidak memperoleh izin dari Pemerintah untuk menaikkan harga premium yang kini dipatok Rp 6.450 per liter walaupun harga keekonomian minyak dunia beberapa kali naik.
Padahal BBM jenis premium merupakan penugasan dari pemerintah yangmana kerugian BUMN PT. Pertamina tidak selalu dikompensasi. Artinya, semakin tinggi konsumsi premium, semakin tinggi pula kompensasi penugasan yang mesti dibayarkan oleh pemerintah.
Penjualan Premium Menurun
Tidak mudah bagi sebuah badan usaha menghentikan penjualan produk yang dihasilkannya terkait dengan terjadinya penurunan penjualan secara periodik sebagaimana yang dialami oleh PT. Pertamina atas konsumsi premium.
Kecenderungan menurunnya konsumsi premium telah terlihat sejak Tahun 2014 atau 5 (lima) tahun terakhir berdasar data penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina.
Pada Tahun 2015 ke 2016 misalnya, penurunan konsumsi premium juga kembali terjadi, yaitu dari 27,6 juta Kilo Liter/KL menjadi 21,6 juta KL pada Tahun 2016. Bahkan, angka penurunan konsumsi tersebut di atas, terus anjlok drastis menjadi 12,3 juta KL pada Tahun 2017.
Dan, ini adalah angka penurunan terbesar, yaitu sejumlah 9.3 juta KL. Artinya ada potensi kerugian atas penurunan permintaan konsumen atas premium itu sejumlah Rp 59,985 Triliun jika harga rata-ratanya Rp6.450 per liter
Penghargaan yang tinggi justru patut kita berikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Pertamina atas kontribusinya terlibat aktif dalam menangani dampak ekonomi dan sosial pandemik corona virus disease 19 (covid 19) yang saat ini tengah dialami bangsa dan rakyat Indonesia.
Berbagai program telah dijalankan oleh Pertamina dan PLN sebagai BUMN yang dibanggakan rakyat Indonesia ini yang selalu menjadi penopang kehidupan perekonomian bangsa dan negara.
Pertamina sejauh ini telah mengeluarkan dana kurang lebih Rp 250 Miliar untuk turut berpartisipasi dalam menangani masyarakat terdampak covid 19, diantaranya memberikan santunan sosial, bea siswa pendidikan dan menyediakan Rumah Sakit Darurat untuk pasien covid 19.
Selain itu, terdapat program bauran pemasaran lainnya, yaitu Pertamina memberikan program cashback 50 persen untuk pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Pertamax series bagi 10.000 pembeli pertama pengendara Ojek Online (Ojol).
Program casback ini berlaku setiap hari, mulai tanggal 14 April sampai dengan 12 Juli 2020 (90 hari), di seluruh SPBU Pertamina.
Dan, jika dikalkulasi program untuk pengendara ojol selama 90 hari ini apabila diberikan setiap hari sejumlah Rp 15.000, maka Pertamina secara langsung mengeluarkan bantuan sejumlah Rp.13,5 Miliar
Pemerintah tengah berupaya untuk mengoptimalkan kondisi perekonomian Indonesia, setelah pandemi Covid-19 datang dengan segala dampak negatifnya.
Diantaranya yaitu merosotnya pertumbuhan ekonomi Triwulan I 2,97% menjadi dampak dari pandemi covid 19 yang sangat berpengaruh dalam segala aspek terutama pada kondisi kesehatan dan perekonomian rakyat, bangsa dan negara.
Dengan adanya pandemi Covid-19 tidak dapat dipungkiri bahwa perekonomian Indonesia saat ini sedang berada dalam kondisi yang bisa dibilang “sangat tidak stabil.
Berdasarkan data tahunan, sumber pertumbuhan ekonomi selama ini berasal dari sektor konsumsi, namun pada Triwulan I 2020 yang terbesar berasal dari sektor informasi dan komunikasi sebesar 0,53 persen.
Hal ini cukup bisa dimaklumi mengingat dengan adanya anjuran dari pemerintah untuk “di rumah saja” (stay and work at/from), maka banyak orang menjalankan pekerjaan, hiburan dan pendidikan melalui teknologi informasi.
Bahkan, pertumbuhan ekonomi pada Triwulan II sangat mungkin akan lebih rendah perolehannya dibanding Triwulan I 2020 sebagai akibat menurunnya kegiatan konsumsi masyarakat di luar rumah, atau hanya bisa dicapai di bawah 1%.
Dengan tinggal dan bekerja di rumah, maka aktifitas rutin warga menjadi berkurang di ruang publik, membuat mobilitas menggunakan kendaraan yang memerlukan BBM akan berkurang.

Perubahan pola kerja ini mengakibatkan volume penjualan BBM khususnya premium juga menurun, namun dapat dipastikan volume penjualan listrik PLN ke rumah tangga lah yang otomatis meningkat.

Publikasi dari Badan Pusat Statistik juga menunjukkan jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia pada Triwulan I 2020 menurun drastis hanya sejumlah 2,61 juta kunjungan, berkurang 34,9 persen jika dibandingkan dengan Tahun 2019.
Tidak hanya premium, bahkan jenis BBM lain seperti avtur juga mengalami penurunan penjualan. Hal ini sejalan dengan adanya larangan penerbangan antar negara yang mulai diberlakukan pada pertengahan Februari 2020.
Jumlah penumpang angkutan rel dan udara juga tumbuh negatif seiring dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kebijakan ini tentu berakibat pada penurunan jumlah penjualan avtur Pertamina, mengurangi laba dan menurunnya jumlah kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara yang berdampak pada perekonomian daerah tujuan wisata.
Konsistensi Perpres
Badan Pusat Statistik (BPS) telah mempublikasikan data terbaru terkait perkembangan jumlah kendaraan bermotor sampai Tahun 2018 yang total semua jenis kendaraan bermotor mencapai 146.858.759 unit, dan 120.101.047 unit adalah sepeda motor.
Sepeda motor selama ini merupakan konsumen utama premium dan diperkirakan sebagai penyebab dari ketidakramahan lingkungan udara di Jakarta dan Indonesia.
Secara khusus data Statistik Transportasi DKI Jakarta 2018 menunjukkan, mobil penumpang mencatat pertumbuhan tertinggi 6,48% per tahun pada periode 2012-2016.
Pada Tahun 2012 jumlah mobil penumpang di Jakarta sebanyak 2,74 juta unit sedangkan pada 2016 bertambah menjadi 3,52 juta unit. Jika diasumsikan pertumbuhan mobil penumpang masih sama, jumlah mobil penumpang di Jakarta pada 2017 mencapai 3,75 juta unit dan 2018 menjadi 3,99 juta unit.
Jumlah sepeda motor di Jakarta pada 2012 mencapai 10,82 juta unit. Angka ini terus meningkat menjadi 13,3 juta unit pada 2016. Dengan rerata pertumbuhan 5,3% per tahun, jumlah sepeda motor diperkirakan mencapai 14 juta unit pada 2017 dan 14,74 juta unit pada 2018.
Selain pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor itu, maka berdasar hasi penelitian kesehatan mengenai dampak polusi udara terhadap penyakit tidak menular juga sungguh mengkhawatirkan.
BBM jenis premium atau yang beroktan rendah dinyatakan sebagai yang tidak ramah terhadap lingkungan dan sumber dari penyakit tidak menular yang diderita masyarakat.
Asap emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor semakin berdampak negatif, yaitu membuat kualitas kesegaran dan kesehatan udara semakin menurun.
Jika udara yang dihirup manusia tidak lagi segar dan bersih, tentunya juga berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan bahkan terancam terkena kanker paru-paru dan kanker darah.
Di Indonesia menurut laporan International Energy Agency (IEA) kontributor terbesar emisi karbon dunia yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim adalah dari konsumsi energi fosil.
Sekitar 70 persen dari emisi karbon tersebut adalah dari konsumsi energi fosil seperti BBM solar dan BBM jenis premiun. Memang telah ada perubahan dalam perilaku konsumen atas perubahan penggunaan konsumsi premium berdasar data penurunan penjualan di atas.
Artinya, banyak konsumen lebih sadar atas pemeliharaan kendaraannya sebagai akibat mengkonsumsi BBM premium yang beroktan rendah.
Selain adanya banyak pilihan BBM yang disediakan oleh Pertamina, maka tampak ada pula perubahan pola konsumsi masyarakat yang memilih jenis BBM beroktan lebih tinggi, yang mampu meningkatkan kinerja (kecepatan, kehandalan, dan pemeliharaan) kendaraan mereka yang lebih baik.
Saat ini, sebagian besar pemilik sepeda motor mulai meninggalkan premium. Terlebih, sepeda motor jenis skuter matik yang diminati konsumen lebih banyak menggunakan Pertalite atau Pertamax sebagaimana ditunjang buku petunjuk kendaraan bermotor dan dealernya.
Bahkan, bisa saja telah terjadi perubahan perilaku di kalangan pemilik mobil dan sepeda motor yang “malu” membeli BBM penugasan dan bersubsidi seperti premium dan solar.
Maka itu, pemerintah perlu memanfaatkan momentum penurunan konsumsi premium dan perubahan perilaku konsumen ini.
Selain juga harus diteliti secara mendalam apa memang benar premium dan BBM beroktan rendah menjadi penyebab utama penyakit tidak menular, apa tidak mungkin karena mesin kendaraan yang menghasilkan emisi?.
Perlu juga diperiksa para karyawan SPBU yang bekerja dilingkungannya, apa memang terganggu kesehatannya karena melayani jual beli BBM.
Dengan memperhatikan secara seksama data penurunan penjualan premium Pertamina 5 (lima) tahun terakhir, konsumen sebenarnya telah memiliki kesadaran atas kebutuhan BBM ramah lingkungan.
Masalah utama sejak Tahun 2014 dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (yang dirubah menjadi Perpres No.43 Tahun 2018) justru berada pada komitmen Pemerintah sendiri, terutama Presiden Joko Widodo.
Premium sebagai BBM beroktan rendah apabila disediakan terus tentu akan membuka peluang konsumen untuk terus mengkonsumsi.
Apalagi jumlah kendaraan bermotor roda dua semakin meningkat dengan adanya kebijakan izin angkutan umum yang diberikan oleh Kementerian Perhubungan, kebijakan pemerintah menjadi absurd dan tak masuk akal.
Oleh karena itu publik perlu menagih komitmen dan konsistensi kebijakan pemerintah bagi penyediaan BBM ramah lingkungan demi kesehatan masyarakat, bangsa dan negara membangun perekonomian lebih baik. (*)
* Defiyan Cori,  Ekonom Konstitusi alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.