OLEH AHMAD DARYOKO
Beberapa hari ini terlihat adanya medsos yang mengunggah urutan hutang negara – negara besar. Dan negara Indonesia sendiri ditaruh di luar Sepuluh besar. Negara-negara besar seperti, AS, Cina, Jepang dan lainnya, dari penampilan media pengunggah pun dibuat bonafide. Terlepas benar dan tidaknya berita dalam konteks urutan negara – negara penghutang terbesar tersebut, tetapi terdapat fakta bahwa negara – negara penghutang ke Cina yang disertai dengan pengerahan Tenaga Kerja Cina (seperti Tibet) akhirnya dijajah oleh Cina !.
Artinya ada indikasi, diluar benar tidaknya berita urutan negara penghutang diatas, berita itu digunakan sebagai “execuse” bahwa hutang Luar Negeri Indonesia tersebut harus dimaklumi oleh rakyat Indonesia. Dan faktanya berita tersebut kemudian direspon oleh mental – mental “Inlander” dengan kepala yang mengangguk – angguk.
Haruskah rakyat Indonesia memaklumi politik hutang Luar Negeri seperti itu ?
Bahwa Indonesia menerapkan politik hutang Luar Negeri, itu semuanya sudah dilakukan mulai tahun 1970 an. Bahkan ada istilah Mafia Bekerly pimpinan Wijoyo Niti Sastro saat itu yang bekerjasama dengan agen ekonomi CIA seperti John Perkins yang ujung – ujungnya pada tahun 1997 Indonesia harus tanda tangan LOI dan berlanjut kepada amandemen UUD 1945 dan akhirnya keluarlah Undang-undang Neolib .
Dan khusus PLN kemudian harus menerima “The Power Sector Restructuring Program” (PSRP) dan lahirnya Undang-undang Kelistrikan, privatisasi PLN dan juga Liberalisasi Kelistrikan Jawa – Bali seperti yang saat ini terjadi. Namun hutang, yang disertai dengan pengerahan Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam jumlah ratusan ribu bahkan jutaan pekerja Cina yang masuk ke Indonesia hanya terjadi di era pemerintahan Jokowi ini saja.
Mengapa bisa demikian ?
Artinya ada benarnya dugaan adanya “Konspirasi” men “Tibet” kan Indonesia dengan modus OBOR (One Belt One Road) nya Cina yang sekaligus memanfaatkan keberadaan LOI produk AS diatas. Dan itu sangat mungkin, Apalagi di PKC ( Partai Komunis China ) ada doktrin bahwa pekerja itu sekaligus berfungsi sebagai Tentara Merah.
Terlebih lagi dengan diundangkannya UU Omnibus Law (OBL) yang menghidupkan lagi strategi Unbundling yang sudah dibatalkan oleh MK. Artinya, dengan UU Omnibus Law (Cilaka) ini, Pemerintah ingin memaksakan terjadinya “Pelanggaran Konstitusi” di sektor Ketenagalistrikan agar PLN tersingkir dan digantikan dengan Shen Hua, HUADIAN, Chinadatang, Chengda, Shinomach , CNEEC dan lainnya
Sekaligus juga ingin memberikan kesempatan kepada Tentara Merah Cina bermukim di sejumlah Power Station milik Cina tersebut. Pantas saja saat ini 90% pembangkit Jawa – Bali mereka kuasai, dan MBMS diterapkan. Inikah maksud pemberitaan urutan hutang Negara – negara besar itu ?. QUO VADIS PLN KE 75 TAHUN !!
Penulis adalah Koordinator INVEST