Home BUMN #NGOPIPAGI: IPO PERTAMINA

#NGOPIPAGI: IPO PERTAMINA

607
0
AENDRA MEDITA K/ewindo

DALAM sepekan ini ramai benar soal Initial Publi Offering (IPO) Pertamnina.  Dari pengamat energi ada yang membela ada juga yang kontra. Bahkan LSM pun ikut bersura lantang. Yuk kita runut saja, biar kita tahu sebenarnya apa yang terjadi. Tulisan saya tak kan membuat kesimpulan juga, namun silakan saja masing-masing menafsir apa yang sebenarnya terjadi.

Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi dengan lantang mengatakan bahwa setelah menjabat sebagai Menteri BUMN, Erick Thohir langsung “ngebut” dengan konsep sub holding BUMN-nya. Konsep sub holding ini, ternyata hanya membuat kluster-kluster dalam melakukan pengelolaan dan pengawasan BUMN.

Salah satu sasaran empuk sub Holding Erick Thohir adalah Pertamina. Ini artinya, di Pertamina akan terjadi pemisahaan antara induk dengan anak perusahaan, atau dalam bahasa Erick Thohir namanya dilakukan kluster – kluster agar fokus ke bisnis inti masing masing.

Untuk lebih jelasnya maksud dari sub holding ala Erick Thohir adalah usaha memisahkan asset inti, atau asset yang oleh kalangan pertamina menyebutnya sebagai asset operasional dari induk perusahaan.

“Dengan dipisahkan, maka asset itu dapat dikuasai atau dikontrol oleh pihak swasta yang menjadi pemegang saham di anak perusahaan Pertamina tersebut.Dan masuknya pihak swasta ke anak perusahaan Pertamina, tentu melalui rencana privatisasi anak perusahaan Subholding melalui IPO (Initial Public Offering),”

DIKATAKAN UCHOK, BILA SUB HOLDING TETAPKAN DILAKUKAN, MAKA AKAN MENGANCAM KEDAULATAN ENERGI NASIONAL. DAN HAL INI JUGA BERPOTENSI MELANGGAR UUD 1945 PASAL 33 AYAT 3. KARENA BISA BISA ASET PT PERTAMINA (PERSERO) AKAN DIKUASAI PIHAK SWASTA, DAN BUKAN LAGI DIKUASAI OLEH NEGARA DAN DIPERGUNAKAN UNTUK SEBESAR-BESARNYA DEMI KEMAKMURAN RAKYAT INDONESIA.

“CBA bisa memperkirakan bahwa dalam pembentukan subholding di Pertamina ini maka ada konsekuensi yang harus diterima oleh Pertamina sebagai holding yaitu kewajiban pembayaran pajak kepada Negara Republik Indonesia.”ujarnya.

Uchok juga menambahkan bahwa jenis-jenis pajak yang harus dibayar oleh Pertamina adalah:
1. Biaya Pajak Pertambahan 10% Nilai Pasar Aset.
2. Biaya Pajak Penghasilan (PPh) Non Bangunan sebesar 25% selisih Harga Pasar & Net Book Value.
3. Biaya Pajak Penghasilan (PPh) Bangunan yaitu 2,5% PPh & 5% BPHTB.
4. Biaya Pajak Penghasilan (PPh) atas SPA Saham yaitu 25% PPh Capital Gain Saham.
5. Biaya Pajak atas Novasi Kontrak-Kontrak dengan pihak ketiga.

Dengan perhitungan sederhana yang mudah dilakukan maka perkiraan total biaya pajak-pajak yang harus disetorkan Pertamina ke Negara Republik Indonesia sebesar USD 10 miliar atau senilai Rp. 150 Triliun!!!

“Pak Ahok, dan Pak Erick Thohir, yang terhormat, Bapak-Bapak sadar gak sih, ngapain Pertamina keluarkan duit sampai Rp. 150 Triliun hanya untuk bayar pajak pembentukan subholding, sementara pembentukan subholding itu sendiri sama sekali tidak memberikan nilai tambah buat Pertamina, malah berpotensi membangkrutkan Pertamina,”tegas Uchok.

Untuk itu, kami kata Uchok  CBA meminta kepada Presiden Jokowi untuk segera menegur Menteri BUMN, Erick Thohir untuk segera stop sub Holding ala Ercik Thohir. “Kalau tidak mau menghentikan kebijakan sub holding, kami minta segera melakukan reshuffle menteri BUMN Erick Thohir,”pungkas Uchok.

Lain Uchok lain Yusri Usman, pengamat Energi yang juga Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) ini mengatakan sangat berlebihan dan berbanding terbalik dengan kenyataan saat ini bahwa Pertamina digadang akan Initial Public Offering (IPO).

“Padahal implementasi holding dan sub holding saja saat ini terjadi kekacauan dan belum beres tuntas, kemudian bagaimana peralihan aset-aset  yang dulunya milik holding harus dilimpahkan ke sub holding,” jelas Yusri. Dikatakan Yusri, belum lagi ada hal disektor hulu yang masih banyak menimbulkan masalah, yaitu soal kontrak bagi hasil antara Pertamina dengan pemerintah yang sifatnya istimewa dengan konsep bagi antara Pemerintah 60% dengan Pertamina 40 % dalam PSC, beda dengan umumnya PSC KKKS, konsep bagi hasilnya adalah Pemerintah 85% dan KKKS 15 %.

“Belum lagi tentang valuasi PI Blok Migas diluar negeri harus di valuasi ulang, karena dugaan mark up nya sangat tinggi, sekarang tentu kalau di valuasi ulang nilainya pasti jauh lebih rendah,” paparnya.

Yusri juga menjelaskan salah satu contoh yang paling tragis, Pertamina beli saham Maurel et Prom dengan harga per saham Euro 4,2 pada tahun 2016, tragisnya hari ini harga sahamnya USD 1,2 saja, sudah berapa ratus juta Euro uang Pertamina hilang ??.

“Padahal ada 142 juta lembar saham Pertamina sekarang berharga seperti kertas sampah, Pertamina menguasai sekitar 72,65 % dari total saham di Maurel et Prom,” bebernya.

Masih kata Yusri selain itu Pertamina harus minta izin terlebih dulu pada pemegang global bond USD 16 miliar kalau mau anak usahanya mau IPO, karena yang dianggungkan untuk global bond itu adalah semua aset holding Pertamina, ketika Pertamina IPO tentu hasilnya mereka minta untuk membayar global bond itu, sehingga Pertamina hanya dapat sedikit juga sisa uangnya untuk ekspansi bisnisnya.

Harga saham per 29 Oktober 2020/ist

“Jadi sebenarnya ini kondisinya sangat ruwet.. ruwet dan yang parahnya lagi siapa sih konsultan Pertamina yang membuat perencanaan untuk konsep struktur holding dan sub holding ini ? Ini sangat tidak profesional dan telah menghamburkan uang Pertamina, karena soal aspek legal nya harusnya dituntaskan terlebih dahulu sebelum dijalankan konsep holding dan sub holding, harusnya minta pendapat hukum terlebih dahulu dari pengacara negara yaitu Jaksa Agung Bidang Tata Usaha Negara dan Perdata ( Jamdatun), dan begitu juga dengan kementerian keuangan soal mekanisme pelimpahan aset yg harus dikenai pajak,” ungkapnya.

Namun ditepi lain Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan juga pengamat Energi Dr Fahmy Radhi melihat Pertamina kini ada perubahan struktur organisasi Pertamina, yang lebih ramping hanya menempatkan 6 direktur, diarahkan untuk struktur organisasi Pertamina sebagai holding, yang membawahi sub holding.

Gedung Kantor
Pusat Pertamina Jakarta

“Diharapkan sub holding itu sebagai ujung tombak dalam menjalankan corporate action dengan lebih flexible. Setelah terjadi pendalaman usaha dalam merger anak-anak perusahaan sejenis dalam subholding, langkah berikutnya adalah IPO,” jelas Fahmi pada Redaksi EnergyWorld saat dimintain pendapat soal IPO Subholding Pertamina, Kamis, 29 Oktober 2020.

Dikatakannya memang tidak diperboleh bagi Pertamina sebagai holding untuk melakukan IPO karena melanggar konstitusi. “Namun, sub holding diperbolehkan IPO maksimal 49% saham yang dijual ke publik,”jelasnya.

Fahmy juga menambhakan ada 2 manfaat yang diperoleh sub holding dalam IPO. Pertama, memperoleh dana segar dengan biaya modal (cost of capital) paling murah. Kedua, meningkatkan transparasi dalam pengelolaan perusahaan.

“Adanya transparasi itu dapat mencegah upaya pemburuan rente oleh mafia migas pada Anak-anak perusahaan Pertamina yang sudah IPO,” ujarnya.

Nah bahkan KAKI Publik Tunjuk Kuasa Hukum untuk Somasi Terbuka PWC INDONESIA, BUMN dan PERTAMINA

diwakili oleh Adri Zulpianto membuat somasi terbuka. Keduanya menunjuk kuasa jukum untuk Somasi Terbuka terhadap PRICE WATERHOUSE COOPERS (PWC) INDONESIA, MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) dan Dewan Komisaris PERTAMINA dan Direksi PT Pertamina. Berikuti ini isinya yang diterima redaksi:

Surat Somasi Terbuka Pertamina

Kepada Yth,
1. PRICE WATERHOUSE COOPERS (PWC) INDONESIA
2. MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)
3. DEWAN KOMISARIS PT. PERTAMINA (PERSERO)
4. DIREKSI PT. PERTAMINA (PERSERO)

Dengan hormat,

Perkenalkan saya Riando Tambunan, S.H, berdasarkan surat kuasa khusus masing-masing tertanggal 07 Oktober 2020, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama bertindak untuk dan atas nama:

1. Center for Budget Analysis (CBA), dalam hal ini diwakili oleh Jajang Nurjaman.

2. Kajian dan Analisis Kebijakan Informasi Publik (KAKI Publik), dalam hal ini diwakili oleh Adri Zulpianto

Bahwa dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: SK-198/MBU/06/2020 Tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina tertanggal 12 Juni 2020 dan Surat Keputusan Direksi PT. Pertamina Nomor: No.Kpts-18/C00000/2020-S0 Tentang Struktur Organisasi Dasar PT. Pertamina (Persero) tertanggal 12 Juni 2020, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa Dalam proses restrukturisasi Holding dan pembentukan Subholding-Subholding Pertamina mengkonsultasikannya kepada Price Waterhouse Coopers (PwC), sebuah Konsultan Management / Akuntan Publik Amerika. Untuk pembuatan kajian hukum ditunjuklah Melli Darsa & Co. , Advocates and Legal Consultants Indonesia yang berafiliasi dengan PwC. PwC sendiri terlibat sejak persiapan hingga proses pembentukan subholding, bahkan masih terlibat dalam proses sosialiasi dan pengorganisasian subholding hingga sekarang ini.

2. Bahwa dalam kajiannya, Price Waterhouse Coopers (PwC) tidak menjadikan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas sebagai salah satu dasar/rujukan dalam memberikan pertimbangan mengenai pembentukan Subholding, khsusunya Pasal 127 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dengan demikian kajian yang dibuat tidak cermat dan bertentangan dengan undang-undang.

3. Bahwa hal-hal tersebut mengakibatkan, Komisaris maupun Direksi PT. Pertamina sebelum membentuk subholding, tidak melakukan tahapan-tahapan sebagaimana ketentuan Pasal 127 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

4. Bahwa tindakan Komisaris maupun Direksi yang tidak melakukan tahapan-tahapan pembentukan subholding sebagaimana ketentuan Pasal 127 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas tersebut diatas, adalah tindakan perbuatan melawan hukum.

5. Bahwa lebih lanjut, pembentukan subholding yang melawan hukum dan adanya uang negara yang dipergunakan untuk melakukan subholding, sehingga hal tersebut merugikan keuangan negara, oleh karena itu patut diduga adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dapat di periksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Berdasarkan hal-hal yang kami sampaikan di atas, Mengingat Center For Budget Analysis (CBA) dengan Kajian dan Analisis Kebijakan Informasi Publik (KAKI Publik) merupakan Lembaga yang peduli terhadap kebijakan dan pengelolaan anggaran dan keuangan negara dengan ini kami mensomir PRICE WATERHOUSE COOPERS (PWC) INDONESIA, MENTERI BUMN, DEWAN KOMISARIS PT. PERTAMINA DAN DEWAN DIREKSI PT. PERTAMINA agar dalam waktu 7 X 24 jam untuk :

1. Mencabut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina Nomor: SK-198/MBU/06/2020, tanggal 12 Juni 2020 Tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pertamina;

2. Mencabut Surat Keputusan No. Kpts-18/C00000/2020-S0 Tentang Struktur Organisasi Dasar PT. Pertamina (Persero) tanggal 12 Juli 2020;

3. Mengembalikan Stuktur Organisasi PT. Pertamina seperti semula yaitu Direktorat Hulu, Direktorat Pengolahan, Direktorat Pemasaran Korporat, Direktorat Pemasaran Retail, Direktorat Keuangan, Direktorat SDM, Direktorat Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur, Direktorat Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia, Direktorat Perancanaan Investasi dan Manajemen Risiko dan Direktorat Manajemen Aset.

Demikianlah somasi ini kami sampaikan untuk dapat dilaksanakan. Apabila dalam tenggang waktu somasi ini kami sampaikan tidak dilaksanakan, maka kami akan melakukan upaya hukum Gugatan Perbuatan Melawan Hukum, Laporan Dugaan Tindak Pidana Korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan upaya lainnya yang dilindungi oleh hukum yang diperlukan untuk membela hak-hak klien kami.

Hormat Kami
Kuasa Hukum

Riando Tambunan, S.H.

Sebelumnya memang Uchok Sky Khadafi, Direktur Center for Budget Analysis (CBA) mengatakan pada 3 Oktober 2020 Price Waterhouse Coopers (PwC) diduga lakukan kajian yang tidak cermat dan bertentangan dengan undang-undang atas rencana untuk subholding Pertamina. CBA pun berencana mengugat Pertamina.

Alasanya bahwa format subholding di dalam tubuh Pertamina harus menjadi perhatian serius. Pasalnya, peraturan dan mekanisme subholding yang belum jelas dan belum tuntas, tapi direksi subholdingnya sudah dilantik, sehingga menjadi wajar apabila subholding ini mengancam kedaulatan Negara.

Uchok menjelaskan, dalam proses restrukturisasi holding dan pembentukan Subholding-Subholding, Pertamina mengkonsultasikannya kepada Price waterhouse Coopers (PwC), sebuah Konsultan Management/Akuntan Publik Amerika. Dan untuk pembuatan kajian hukum ditunjuklah  Melli Darsa & Co., Advocates and Legal Consultants Indonesia yang berafiliasi dengan PwC. “PwC sendiri terlibat sejak persiapan hingga proses pembentukan subholding, bahkan masih terlibat dalam proses sosialiasi dan pengorganisasian subholding hingga sekarang ini,” jelas Uchok yang juga pengamat politik anggaran  kepada Redaksi Energyworld, Sabtu (3/10/20) di  Jakarta. Jadi kita lihat saja apakah somasi ini dalam 7 X 24 akan ditanggapi oleh pihak terkait?

Apakah akan lancar IPO pertamina ini atau akan juga jadi banyak hal yang makin ruwet? Kita tunggu saja….  Dan kita Ngopipagi saja Yuk….!!!

CATATAN ENERGI: AENDRA MEDITA KARTADIPURA

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.