Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.
Dalam sebuah perdebatan di WA group yg berisi orang2 pandai spt alumni ITB,UGM,UI,ITS, UNIBRAW dll, penulis memprotes, itu Dahlan Iskan saat menjadi DIRUT PLN kok seenaknya jual2 jaringan ritail ? Tiba2 seorang cerdik pandai menghardik penulis, “kan memang dia yang berkuasa ? Ya suka2 dia lah !” Penulis jawab, “terus dia menjalankan BUMN PLN ini tdk ikuti aturan perundangan dan Konstitusi yang ada ? Dan apakah kita dianggap tdk memiliki hak Konstitusi untuk mempertanyakan kebijakan yang melanggar pts MK No. 001-021-022/PUU – I/2003 tgl 15 Desember 2004 yg sangat berkaitan dng jaringan ritail itu ?”. Sampai disini ybs tdk bisa ngomong !
Dari sekelumit debat diatas dapat disimpulkan bahwa di Indonesia ini seorang pejabat adalah spt raja. Dimana sepak terjangnya suka2 dia dan tdk kenal Konstitusi apalagi Ideologi Negara.
Apalagi Indonesia ini dari dulu dikenal sbg negara kaya raya sumber daya alam “gemah ripah loh jinawi ” yang selalu menjadi incaran penjajah !
Sehingga untuk memimpin RI tidak diperlukan orang pandai ! Seorang Presiden tdk perlu memiliki Visi/Ideologi ! Bahkan rata2 Presiden RI adalah penganut “pragmatisme” ! Menggerakkan roda pembangunan tidak perlu susah2 melalui tahapan mencerdaskan kehidupan bangsa. Cukup dengan berhutang ke LN, undang Investor LN untuk kelola tambang emas, tambang batubara, tambang uranium, tambang nikel, bikin pembangkit listrik , pengeboran minyak , dan “last but not least” adalah membentuk Oligarkhi guna mengamankan kebijakannya !
Dalam mengelola Sumber Daya Alam tidak mengenal istilah “Public good” atau kepemilikan umum atau sektor strategis yang hrs dilindungi seorang Pemimpin/Presiden/Khalifah/Raja. Semua komoditi dianggap “Commercial good” atau barang dagangan . Pemimpin pragmatis tidak bisa membedakan antara yang strategis maupun yang komersial/umum ! Semuanya di campur aduk yang penting secara pribadi atau kelompok bisa ambil manfaat dari situ ! Bahkan komoditi strategis yang dibutuhkan rakyat baik rakyat kaya maupun miskinpun dianggap peluang bisnis yang menggiurkan. Meskipun ujung ujung nya menyengsarakan rakyat banyak.
Paling2 ditutup dengan strategi “subsidi” dengan berhutang ke LN.
Inilah gambaran yang terjadi dalam kehidupan NKRI yang ada selama ini.
Semuanya berjalan secara pragmatis tanpa Ideologi ! Dan tidak diperlukan Kepemimpinan Visioner !
STUDI BANDING KE JEPANG.
Jepang, meskipun Negara Kaptalis, tetapi dalam operasional kelistrikan (sbg contoh), kelistrikan dianggap sbg “Public good” (doktrin Islam) guna dipergunakan untuk kebutuhan rakyat dan industri. Disana ada bbrp perusahaan spt Kanshai, Tokyo Electric Power Company (TEPCO) dll. Tetapi perhitungan listriknya berdasar azas manfaat/Benifit . “Passing grade” guna menilai layak tidaknya operasional perusahaan didasarkan dengan Benifit cost Ratio(BCR) yang semuanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Bukan cara komersial (Commercial good) atau cara2 Kapitalis yang “passing grade” nya untung rugi sebagaimana PLN yang saat ini di kelola oleh Oligarkh Luhut Binsar P, Erick T, JK dan Dahlan Iskan , Asing/Aseng itu.
Dalam skema BCR targetnya adalah produktivitas pabrik dan kemanfaatan masyarakat . Misal tahun 2020 dng Cost atau modal operasi dari Pemerintah Jepang ke TEPCO sebesar 1 triliun Yen, berapa triliun Yen hasil eksport (Benifit) dari Toyota, Mitsubishi, Honda, Suzuki, Sony, Hitachi dst ? Kalau besaran Benifit dibagi besaran cost masih lebih besar dari 1 maka pemberian modal berupa Cost kpd TEPCO masih feasible ! Begitu seterusnya.
Sedang di Indonesia, oke panggil Investor (yg bekerja sama dng Oligarkh). Kalau pendapatan penjualan listrik ke pabrik, hotel, kawasan wisata, rumah penduduk masih lebih kecil dari biaya operasi, maka nilai “devisit” nya dihitung sebagai subsidi. Dan dari dulu memang selalu devisit karena listrik itu berkarakter “infrastruktur” yang “Public good” tidak berbeda dengan jalan raya biasa ( non tol ). Sehingga kalau dihitung/dianggap sbg “Commercial good” ya pasti “rekor ” terus ! Disinilah cerdiknya JOHN PERKINS merubah Ideologi kelistrikan dari “Public good” yang mestinya infrastruktur dirubah menjadi “Commercial good” yang bukan infrastruktur lagi. Dimana saat ini dinikmati oleh segelintir orang seperti Luhut Binsar, Erick Tohir, JK, Dahlan Iskan untuk disetorkan kpd Penguasa guna membiayai segala Oligarkh yg berfungsi menjaga kekuasaan !
Disinilah mengapa di Indonesia tdk diperlukan Visi/Ideologi seorang Pemimpin !
JAKARTA, 04 JANUARI 2021