Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.
Rizal Ramli (saat menjabat Menko Maritim dan Investasi) menyatakan bahwa banyak Pejabat Negara RI merangkap sebagai Pengusaha juga (Peng Peng).
Memang benar. Sebagai contoh di kelistrikan, para “oknum” pejabat Negara Ring 1 Presiden Jokowi atau sebelumnya mereka menggunakan kekuasaannya untuk mengkondisikan “penjualan asset negara” bernama PLN. Sehingga saat ini 90% PLN akhirnya dikuasai Aseng/Asing, Taipan 9 Naga yang didalamnya ada saham para oknum pejabat tinggi negara itu.
Para Pejabat Negara itu melakukan “penjualan asset” PLN dengan melanggar putusan MK No. 001-021-022/PUU – I/2003 tgl 15 Desember 2004 dan putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015 tgl 14 Desember 2016.
Pengambil alihan operasional kelistrikan secara full dari PLN ke Kartel Listrik Swasta baru dimulai pada 2020. Yaitu dengan adanya Menteri BUMN yang secara resmi melarang ber operasinya pembangkit milik PLN (Tempo 14 Desember 2019, Jawa Pos 16 Mei 2020). Akibatnya 17.000 MW pembangkit PLN “mangkrak” !
Dan pada 2020 kemarin subsidi listrik melonjak menjadi Rp 200,8 triliun (Repelita Online 8 Nopember 2020) atau melonjak 400 % dari biasanya saat masih dikelola PLN (lihat Laporan Statistik PLN sebelum 2020).
Untuk “mengelabui” masalah besar terkait eksistensi PLN diatas, maka dibuatlah kebijakan penggratisan token 900 VA kebawah. Yang secara logika tidak mungkin kebijakan tersebut memakan dana sekitar Rp 150 triliun ( “mark up” dari sekitar Rp 50 triliun menjadi Rp 200,8 triliun ).
Disamping itu ada usaha usaha dari Pemerintah, DPR dan PLN untuk “menutupi” berita Repelita Online 8 Nopember 2020 (yg memberitakan subsidi listrik sebesar Rp 200,8 triliun) dengan menyalah nyalahkan pemberitaan tersebut. Dan indikasinya akan dibuat Laporan Statistik PLN 2020 yg berisi subsidi listrik kecil atau bahkan PLN untung Rp 10 triliun (spt statemen Direksi PLN 15 Oktober 2020).
KESIMPULAN :
Akibat ulah Peng Peng maka pada 2020 subsidi listrik membengkak menjadi Rp 200,8 triliun atau membengkak 400% dari biasanya saat kelistrikan di pegang oleh PLN.
Atau pada tahun 2020 kemarin terjadi “mark up” subsidi listrik sekitar Rp 150 triliun lebih. Dan aparat Auditor Negara dipastikan tidak bisa meng “audit” kejadian ini karena saat ini sudah terjadi mekanisme pasar bebas kelistrikan yang secara hukum memang tidak bisa di intervensi Negara. Hukum pasar mengikuti hukum “supply and demand” bukan Hukum Negara/Konstitusi ! Padahal untuk kelistrikan “demand” nya sudah pasti ! Siapa orang yang tidak butuh listrik ??
Disinilah perlunya pasal 33 ayat (2) UUD 1945 itu ! Disinilah mengapa Rosululloh SAW 15 abad yl bersabda : “Almuslimuuna shuroka’u fii salashin fil ma’i wal kala’i wan nar wa shamanuhu haram” (HR. Ahmad) yg berarti “Umat Islam (manusia) berserikat atas tiga hal yaitu air, ladang (tambang) dan api (Energy, minyak, listrik) dan ketiganya diharamkan harganya (tdk boleh dikomersialkan) dan harus dikuasai Negara !
Namun saat ini semuanya sudah dirusak Ideologi Kapitalis dan terakhir Komunis (China) ikut2an merusak bahkan lebih dasyat lagi akibat ulah PENG PENG !
GANYANG KOMUNIS/PKI !!
GANYANG KAPITALIS !!
ALLOHUAKBAR !!
JAKARTA, 5 MARET 2021.