Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.
Berita Media Center ESDM, 8 Maret 2021 memberitakan bahwa tarip listrik sampai Juni 2021 masih tetap dan berada pada kisaran sekitar Rp 1.400,- per kWh.
Padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa mulai 2020 kemarin kelistrikan sudah beralih dari PLN ke “Oligarkh” kelistrikan kelompok Luhut Binsar P, Erick T, JK, Dahlan Iskan dkk yang membentuk Kartel Listrik Swasta ( Liswas ) bersama Aseng/Asing dan taipan 9 Naga.
Sedang PLN hanya dipinjam namanya saja !
Namun perlu diketahui bahwa sebenarnya subsidi listrik tahun 2020 kemarin membengkak menjadi Rp 200,8 triliun (Repelita Online 8 Nopember 2020) atau melejit 400% dari sebelumnya saat masih dikelola PLN (Laporan Statistik sebelum 2020).
Artinya subsidi dari Januari – Juni 2021 masih sama besaran subsidi Rp/kWh nya dng subsidi 2020. Sehingga taripnya tdk naik.
Namun setelah Juni 2021 nanti sangat tergantung “political will” Pemerintah. Kalau semangatnya tetap sama maka tdk ada kenaikan tarip. Tetapi kalau tiba2 Pemerintah tdk bisa berhutang ke LN lagi, maka pengalaman “empirik” Philipina dan Kamerun (tahun 2000 an) akan terjadi juga di Indonesia yaitu tarip melejit 5-6x lipat setelah perusahaan listrik mereka dijual ke AS dll. Sedang di Indonesia meskipun mulai 2020 sdh dikelola sepenuhnya oleh Kartel Liswas , tetapi krn di tutup dng subsidi ratusan triliun maka tidak naik taripnya !
Bisa juga setelah Juni 2021 nanti justru terjadi tarip “paradox” yaitu tarip listrik tiba2 menjadi sangat murah ! Misalnya rata2 hanya Rp 1000,- per kWh !
Ini bisa terjadi bila Pemerintah berhasil mengeruk hutang LN dari China ribuan triliun, sehingga sangat mudah bagi Pemerintah untuk menutup subsidi listrik yang hanya ratusan triliun itu ! Dengan target untuk “menjungkir balikkan” issue penjualan PLN ke Aseng dan Asing !
KESIMPULAN :
Jadi…kalau tarip listrik tidak naik atau justru mungkin malah turun, banyak golongan tarip digrastikan, itu bukan karena kinerja kartel ! Tetapi karena “permainan” subsidi !
Sedang besaran subsidi itu dalam laporan kelistrikan bisa di “mainkan”. Subsidi ke Liswas yang sampai Rp 1000 triliun bisa bisa cuma dilaporkan Rp 50 triliun !
Mengapa bisa demikian ?
Karena :
1). Kelistrikan yang sdh dikelola oleh Kartel Liswas itu sdh dalam kondisi mekanisme pasar bebas MBMS (Multy Buyer and Multy Seller) System. Shg tdk bisa di audit oleh Negara.
2). Sampai saat ini tidak ada satupun yang mampu meng audit hutang LN , berapa sebenarnya hutang LN Indonesia ? Ada yang bilang Rp 6.500 triliun, Rp 7000 triliun, ada juga yang bilang Rp 10.700 triliun. Mana yang benar ?
JAKARTA, 9 MARET 2021