Sabtu (10/4/2021) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya berkunjung ke Kota Dumai, Riau. Sementara, di hari yang sama Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI) menggelar diskusi publik bertajuk “Selamatkan Riau dari Pencemaran Limbah B3 Tanah Terkontaminasi Minyak.
Mendengar kabar tersebut, salah satu peserta diskusi saat rehat menyebut, ini sangat kontradiktif. Menurutnya, pemerintah tidak peka atas persoalan yang dialami masyarakat. Bayangkan, katanya, Menteri datang berkunjung ke Kota Dumai sudah pasti transit di Pekanbaru.
Harusnya, lanjutnya, Dia (Menteri) kasi waktu melihat situasi di lapangan. ” Jangan hanya menerima laporan dari bawahan karena itu bukan gaya kepemimpinan menteri kabinet Jokowi,” katanya kesal.
Apalagi, dikatakan, limbah B3 milik CPI telah mencemari pemukiman warga Minas hingga Duri, bahkan Pusat Pelatihan Gajah Minas di Kabupaten Siak juga ikut jadi korban.
Kepada awak media dia menegaskan, alih kelola Blok Rokan dari PT. CPI kepada pemerintah akan dilakukan bulan Agustus 2021, harusnya, kata dia, jangan menyisakan masalah terutama menyangkut lingkungan dan hak-hak masyarakat. “Beresin dong masalah yang ada, jangan malah menghindar,” ujarnya.
Sementara, ketua Lembaga Perlindungan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LPLHK) Noben Sipangkar menyebut, pemerintah harus serius menangani masalah ini. Apalagi, kata Noben, terkait dengan lahan masyarakat terdampak limbah B3 harus segera diselesaikan.
“Jangan abaikan hak warga, karena yang mereka tuntut itu masa depan keluarganya,” ungkapnya.
Noben menambahkan, pihaknya menduga ibu Siti Nurbaya tahu permasalahan ini, karena media lokal dan nasional sudah berulangkali menyoroti persoalan ini.
Ia pun berharap Presiden Jokowi turun ke Riau agar permasalahan limbah B3 PT. CPI segera tuntas sebelum terjadi alih kelola.
Kalau perlu katanya, periksa semua pihak yang diduga paling bertanggung jawab dengan permasalahan ini, termasuk, kata Noben, SKK Migas, Dinas LHK Riau, pihak CPI dan pihak lainnya.
Pasalnya, ia menduga ada orang-orang yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadi dan kelompok dengan mengabaikan masa depan anak cucu.
Noben juga menyebut, sebagai bangsa kita punya pengalaman traumatis terkait dengan peristiwa semacam ini. Kita masih ingat, katanya, peristiwa lumpur Lapindo tahun 2006, banyak warga kehilangan sumber kehidupan akibat salah kelola. Bahkan, katanya, hingga hari ini malasah ganti rugi lahan warga belum tuntas. Bahkan diketahui, pemerintah kemudian menetapkan peristiwa lumpur Lapindo menjadi bencana nasional.
“jika sudah terjadi, hampir semua orang akan cuci tangan, atau cari kambing hitam,” urainya.
Pihaknya berharap, jangan sampai trauma semacam itu terjadi di Riau. Ia sangat berharap pemerintah dan semua stake holder terbuka dalam masalah ganti rugi, sehingga masyarakat mendapatkan haknya sebagai warga negara.
Dikutip dari republika.co.id. pada Rabu (30/12/2020) saat refleksi program 2020 dan paparan program unggulan tahun 2021 di jakarta, Menteri Siti menyebut, Pemulihan lingkungan secara sistematis meluas, melembaga seperti gambut dan mangrove menjadi perioritas lembaganya.
Termasuk, kata Siti, rehabilitasi hutan dengan kerja bersama secara besar-besaran, ekspansif, substansial dengan muatan kerja rehabilitasi berupa pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta perlindungan lingkungan.
Dalam kesempatan tersebut, Siti menegaskan bahwa pemulihan lingkungan adalah salah satu bagian penting dan terkait dengan pembangunan dan pemulihan ekonomi.
Saat dikonfirmasi terkait permasalahan ini pada nomor kontak Menteri LHK 0812 1116xxx belum ada jawaban.*** (sumber: okeline.com)