OLEH AENDRA MEDITA *)
Pada tahun 2030 Pemerintah dalam hal melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mentargetkan ingin 1 juta barel per hari (bph)
Ternya mimpi itu dalam target produksi minyak hingga kuartal I-2021 produksi dari minyak dan gas (migas) belum mencapai target yang ditetapkan. Akankah tetap mimpi terwujud?
Sejumlah pertanyaan muncul antara lain target 1 juta bph realistiskah?
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Fataryani Abdurahman pernah mengatakan target 1 juta barel secara teknis masih sangat mungkin dicapai. Data-data soal langkah mengejar produksi 1 juta barel sudah dimiliki SKK Migas. “Target 1 juta barel secara teknis sangat mungkin terjadi, karena data-data sudah kita punya,” jelas fatar dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Kamis, (08/04/2021).
Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam mengejar target 1 juta barel. Seperti mempertahankan produksi eksisting, memaksimalkan produksi eksisting, dan mendorong reserve to production. “Reserve to production jadi yang tadinya lapangan-lapangan yang sudah ditemukan tidak diproduksikan akan kita coba usahakan segera produksikan,” ujarnya.
Upaya lainnya melalui Enhanced Oil Recovery (EOR), baik chemical, water-flood (injeksi air), dan lainnya. Terakhir yang harus didorong adalah eksplorasi.
“Kuncinya adalah bagaimana supaya keekonomian kalau marginal, kalau yang besar gampang yang marjinal bisa kita kembangkan dengan stimulus,” katanya lagi.
Dia menambahkan SKK Migas bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja keras memperbaiki sistem fiskal. “Misalnya sektor terkait pajak, sewa aset akan kita kurangi agar pendapat KKKS meningkat,” tegasnya.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyebut target produksi minyak sebesar 1 juta bph pada 2030 yang ditetapkan pemerintah bagaikan mimpi. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Kardaya Warnika mengatakan, dia sudah melakukan diskusi dengan semua pihak, termasuk perusahaan minyak dan gas bumi (migas).
Menurutnya, rencana ini tidak ditunjang dengan upaya yang logis. Dia menyebutkan, kegiatan Enhanced Oil Recovery (EOR) yang merupakan salah satu upaya mengejar target 1 juta bph seperti di lapangan Minas, Blok Rokan tidak akan ekonomis jika harga minyak di bawah US$ 70 per barel.
“Rencana itu tidak ditunjang dengan hal yang logis, misalkan saja akan produksi EOR, EOR yang utama akan didukung. EOR proses produksi minyak yang paling mahal, misal (harga minyak) Minas kurang dari US$ 70 per barel, jadi tidak ekonomis,” ungkap Kardaya masih dikutip dari wawancara CNBC Indonesia, Senin (08/02/2021).
Perlambatan investasi di sektor migas pada tahun 2020 ternyata berdampak pada realisasi produksi di Kuartal I 2021 yang berada di bawah target.
Tapi Fataryani Abdurahman mengatakan beberapa kegiatan eksploitasi untuk peningkatan produksi menjadi terkendala, di tengah harga minyak yang rendah. Saat ini harga minyak mulai naik rata-rata di atas US$ 60 per barel. Meski produksi migas Kuartal I tidak tercapai menurutnya tidak terlalu buruk karena ketercapaiannya 99,2%.
“Harapan kita di Kuartal 2 dan Kuartal 3 akan pick up. Pasti ada gap karena ada lapangan yang diharapkan produksi x ternyata di bawah x,” ungkapnya. Melalui langkah strategis dan taktis oleh SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), dia optimis bisa kembali mencapai target di tahun 2021 ini. “Misalnya split dengan harga minyak sedikit rendah bisa dorong investasi lebih ekonomis. Dan insentif lain sebagai stimulus,” ujarnya.
Hal ini menurutnya sudah berjalan dan sebagian KKKS yang sudah dapat mereka mulai bergerak. SKK Migas menurutnya sudah melakukan program-program yang lebih agresif.
“Jumlah sumur tahun lalu di bawah 500, sekarang target 600 lebih sumur pengembangan baru, disamping ada sumur-sumur eksplorasi. Ini berdampak pada peningkatan,” paparnya.
Melalui berbagai upaya yang dilakukan SKK Migas optimis pada ketercapaian di 2021. Meski investasi naik namun menurutnya tidak akan naik secara serta merta, namun bertahap.
“Overall masih optimis di 2021,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan realisasi produksi minyak dan gas (Migas) Kuartal I 2021 di bawah target.
Menurutnya terdapat beberapa kendala sehingga target tidak tercapai. Dwi menyebut SKK Migas bersama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mencari solusi lewat langkah taktis dan strategis untuk mencapai target APBN 2021.
“Seperti kita ketahui, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan realisasi kuartal pertama 2021 masih berada di bawah target,” ungkapnya melalui keterangan resmi.
Catatan Energy World Indonesia
Kami memiliki catatan bahwa sepanjang tahun 2015 -2019 Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mampu menjaga target produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional di atas target produksi Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Langkah ini selalu diusahakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dengan mendukung kecukupan energi.
Waktu itu Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto pernah mengatakan bahwa “Dengan capaian produksi di atas RUEN, volume minyak yang perlu diimpor Indonesia dapat ditekan sehingga membantu mengurangi defisit anggaran Pemerintah,” pada Jumat (3/7/20).
Lagi-lagi Mr Dwi yang mantan Dirut Pertamina ini juga menyebutkan bahwa Indonesia bakal memecahkan rekor produksi nasional apabila bisa mencapai target produksi minyak siap jual atau lifting minyak 1 juta barel dan gas 12 miliar kaki kubik per hari pada 2030.
Sebagai Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan itu sah. Dan tak menjadi masalah jika mimpinya itu terus digantungkan. Selama mimpinya tidak ada yang melaporkan dan mimpi menjadi bagian dari meroketnya untuk 1 juta barel itu hehehe….

Dwi juga mengatakan bahwa telah banyak upaya untuk menahan laju penurunan atau bahkan meningkatkan produksi minyak Indonesia. Namun, dia menuturkan Indonesia harus berani keluar dari zona nyaman untuk bisa mencapai target tersebut.
Target capaian produksi lifting migas tersebut akan menjadi salah satu karya terbaik bagi bangsa Indonesia yang akan direalisasikan dari industri hulu migas. “Jika target ini tercapai, maka sektor hulu migas akan mencatat rekor produksi migas terbesar sepanjang sejarah Indonesia,” katanya dalam event 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas, Rabu (02/12/2020).
Dua pernyataan keyakinan mimpi Dwi itu lagi-lagi saya sampaikan sah saja dan silakan di jaga mimpinya. Namun Saya masih ingin sampaikan tentang catatan yang kuat dari sebuah Daring Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Komisariat Saudi Arabia (KSA) menggelar IATMI TALK pada 4 Juli 2020 lalu, dengan tema “Is this the end of oil era?” yang mengahadirkan Dr Ardian Nengkoda dan Prof Dr Oki Muraza.
Pandangan Ardian Nengkoda yang merupakan tokoh dari SPE Journal of Petroleum Technology (JPT) Editorial Committee. Lead Facilities Development Aramco saya rasa rasional: Memang SKK MIGAS yang punya target 1 juta barel per hari dipandang Ardian Nengkoda pakar Migas dari SPE Journal of Petroleum Technology (JPT) ini adalah target tidak mudah alias impossible.
“Tidak sekadar eksplorasi fokusnya banyak harusnya membuat paket-paket fiskal term yang menarik. Jadi 10 tahun itu impossible sangat susah. Kita impor 800 barel per hari, tidak oke subjek migas sebagai komoditi itu. Kita lihat indonesia populasi ke 4 demografi strateginya perlu perhitungan menutup lubang cari alternatif lain. Sehingga kita bisa menutup 800 ribu barel kita,” ujar Lead Facilities Development Aramco Saudi ini.
Masih kata Ardian bahwa ini cukup susah, secara pribadi saya sampaikan ini, 10 tahun dari saat ini. Kalau kita bicara masih punya 128 cekungan dan 68 cekungan belum tereksplorasi dan itu punya harapan. Dan kita projeksikan, challenge, trade yang ada apakah mungkin 10 tahun? (Saat itu 2020 dan artinya kini tinggal 9 tahun)
“Kalau saya susah sekali, SKK MIGAS dan pemerintah sudah bilang ada empat strategi pertama eksplorasi masif intensif, enhanced oil recovery (EOR)-nya sendiri 4-5 tahun. Oke 2025 katakan dan production saya khawatirnya miss. Jadi soalnya investor sendiri tak lihat Indonesia,”ungkapnya.
Sampai ini rasionalitas Ardian masuk akal. Kalimat bahwa investor sendiri tak lihat Indonesia adalah pukulan telak. Hehehe…Jadi satu hal mimpi pertama terbantahkan Pak Dwi.
Lagi-lagi mimpi ini jadi masalah. Karena jika banyak mimpi malah kita loss dengan target bisa berabe. Mimpi yang tadinya ingin meroket malah jadi merosot…

Ardian bahkan mengatakan hendaknya SKK Migas harus ada terobosan-terobosan inovasi dan supply change manajemen dan terobosan birokrasi jadi konsisten peraturan itu penting. Bagaimana investor akan datang kalau kita tak menyakinkan. Jadi perlu effort semua, entah pemerintah, SKK Migas, praktisi, dan lainnya semua elemen bangsa. Bahwa ini masalah serius soal investor yang tidak lihat Indonesia.
“Kalau bisa Migas ini jadi strategic energy bukan lagi migas sendiri. Saya juga melihat energy mix dari Dewan Energi Nasional (DEN) harus berperan penting bukan sekadar pelengkap organisasi dalam struktur organinasi yang struktur besar, tapi DEN harus punya gigi lebih dan ini harus dilihat migas itu geo political opportunity. Energi mix bermain dan ketahanan upstream harus kuat,” bebernya.
Bahwa kita candu migas, terlepas transport minyak bumi sebagai fuel bahan kimia lain. Ada multiplayer, tax kecil ada instrumen lain, karbon tax, dll. Ada konsep Howard energy diwujudkan untuk melihat biaya yang diperlukan produksi, kualitas dan energi lain.
“Bagi Indonesia konsep demografi tapi sebagai energy strategic, selama ini miskonsepsi akan kaya raya bahwa kita kaya akan migas, sebenarnya itu salah itu. Harusnya bagaimana mampu memenuhi pertama kebutuhan energi. Kedua kebutuhan lain berdasar dari minyak bumi, setiap area Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa,” bebernya.
Ardian bahkan melihat kalau bandingkan Singapura tak punya apa-apa, mereka tak punya migas, tak punya cadangan tapi mampu memenuhi manajemen minyak bumi, dari sisi ekonomi kemampuan membiayai besar. Dan ini tak bisa di copy paste Indonesia. Nah harusnya Indonesia mendekati migas bukan sekadar komoditi tapi strategi energi manajemen yang disampaikan tadi.
SOAL INVESTOR
Dalam beberapa waktu lalu Kementerian ESDM memang telah telah menetapkan kebijakan pembukaan data dengan harapan bisa memudahkan calon-calon investor.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto pernah berujar bahwa KemESDM telah mengatakan ada “Tiga Sumatra, 3 Kalimantan, 1 Jawa, 1 Sulawesi, 4 di Indonesia timur, termasuk Papua ada 10, dan plus 2 fokus deep water,” ungkapnya.
Di sisi lain, target lifting migas Indonesia setiap tahun terus mengalami penurunan dengan sejumlah faktor seperti decline rate lapangan migas, dan juga tekanan dari faktor eksternal.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa asumsi Harga Minyak Mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) dalam Rancangan APBN 2021 disepakati sebesar US$42—US$45 per barel. Target lifting minyak dan gas bumi (migas) dipatok sebesar 1,68 juta hingga 1,72 juta barel setara minyak per hari (barrel oil equivalent per day/boepd).
Secara terperinci, target lifting minyak dipatok pada kisaran 690.000—710.000 barel per hari dan lifting gas bumi sebesar 990.000 boepd—1,01 juta boepd. Sementara itu, cost recovery ditetapkan senilai US$7,5 miliar—US$8,5 miliar.
Nah dengan demikian jika melihat raget 1 juta Barel per hari, apakah betul Indonesia mampu 1 juta barel seperti 2006? Kita tak tahu apakah hanya mimpi atau dalam konteks besar kita sedang di iming-imingi cerita mimpinya bukan mimpi yang sebenarnya menuju kenyataan.
Tapi saya juga tak mau bilang bahwa mimpi itu hanya sekadar ilusi dan kita mungkin lebih bijak adalah melihat saja nanti kenyataannya bahwa target 1 juta barel pasti meleset atau bagaimana? Jika meleset. “Tapi kita perlu tetap semangat. Karena kedepan ini adanya renewable akan kuat mempengaruhi mas transisi energi,” jelasnya belum lama ini kepada penulis yang masih akan terus akan bahas tentang 1 Juta Barel selanjutnya dan seterusny…….Kira-kira bgitu. TABIK!!!
*) CEO & EDITOR -IN- CHIEF ENERGYWORLDINDONESIA (energyworld.co.id)