Arie Gumelar, salah seorang Admin Grup WA Blok Rokan mengatakan, karena alih kelola Blok Rokan dari PT CPI ke Pertamina sudah tinggal menghitung hari, sementara permasalahan Limbah B3 atau Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM) belum juga mendapatkan titik terang bahkan berpotensi menjadi beban Pertamina ke depan.
“Perlu ada sikap dan aksi nyata dari kita untuk meyelamatkan masyarakat terdampak, Pertamina, dan bangsa ini. Sehubungan dengan itu, kami buat Group WA ini untuk memberikan solusi penyelesaian permasalahan alih kelola Blok Rokan, khususnya pengelolaan limbah B3 TTM,” ungkap Presiden FSPPB (Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu) ini.
Adapun admin lain antara lain tokoh senior Serikat Pekerja, Ugan Gandar, mantan Presiden FSPPB periode 2004 hingga 2014, dan ada juga Faisal Yusra Yusuf, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI). Selain itu, ada Jeckson, Bahrul Ulum, dan Yusri Usman (CERI).
Tujuannya dari mereka mengkhawatir Head of Agreement (HoA) yang katanya sudah ditandatangani oleh PT CPI dengan SKK Migas pada September 2020, dengan menempatkan dana sekitar USD 300 juta di rekening penampung atau escrow account untuk pemulihan TTM dan Abandonment Site Restoration (ASR), jauh dari cukup.
“Jika itu yang akan terjadi di kemudian hari, tentu pertanyaannnya siapa yang akan menanggung biaya pemulihan lingkungan ini yang secara kasar kami hitung bisa mencapai USD 1 miliar lebih. Sementara menurut HoA, saat itu PT CPI sudah terbebaskan dari kewajiban setelah 8 Agustus 2021,” jelas Yusri Usman.
Menurut Yusri, Prof. Kusmayanto Kadiman yang pernah menjabat Menristek Periode 2004-2009 masuk di dalam grup WA itu bahkan mengungkapkan, kasus yang mirip dengan Blok Rokan ini adalah kasus pencemaran dan penutupan tambang Newmont Minahasa di Teluk Buyat dan Ratatotok, Sulawesi Utara.
“Jika saya tidak salah mengingat Pemerintah Cq Kemenko Kesra melakukan kesepakatan dengan Newmont, yaitu membentuk tim gabungan yang beranggotan praktisi tambang dan lingkungan, peneliti LPNK (d/h LPND), akademisi hukum, sosial dan iptek, birokrat Pemerintah Pusat, dan Pemprov Sulut,” jelas Kusmayanto.
Menurutnya, tim gabungan ini memiliki tiga misi utama: 1) Melakukan identifikasi masalah khususnya sosial dan iptek dengan prinsip till no stone unturned. 2) Membuat usulan penanganan dan pencegahan atas isu-isu yang diidentifikasi. 3) Pengawasan dan pengendalian realisasi atas rencana dan rancangan yg disepakati.
“Tim Gabungan ini punya dua sekretariat, di Jakarta dan Manado. Bekerja setidak-tidaknya untuk kurun waktu lima tahun,” ungkap Kusmayanto.
Dengan adanya WAG Blok Rokan ini kami melihat bahwa ini akan jadi anjing penjaga jika ada kekeliruan yang akan merugikan negara. Namun sayang sejumlah tokoh yang kompeten di kasus ini banyak yang keluar dari WAG ini, padahal mereka harusnya mau menerima ruang diskusi yang mencerdaskan ini. “Jadi cara ini sebenarnya ada ruang terbuka dan ruang komunikasi besar dalam dikusi dan komunikasi untuk kebaikan bangsa harusnya,” ujar Aendra Pemimpin Redaksi EnergyWorldIndonesia. (RNZ/EWINDO)