Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.
Warta Ekonomi Online, Minggu 13 Juni 2021 mengutip pernyataan pakar ekonomi Rochendi, bahwa mulai Juli 2021 diperkirakan sejumlah BUMN bahkan swasta akan menghentikan operasinya mengingat kesulitan keuangan.
Untuk PLN perlu diketahui, bahwa dari Seminar beberapa Serikat Operator Lapangan tgl 22 Juli 2020 didapat data dari P2B bahwa Pembangkit listrik yang beroperasi di Jawa-Bali sebesar 30.000 MW mayoritas sudah oleh IPP Swasta spt Shenhua, Huadian, Chengda, GE, Marubeni dst. Sedang pembangkit PLN hanya sekitar 3.000 MW yang PLTA dan PLTGU krn memang dibutuhkan System untuk “peak load” (beban puncak) dan menjaga frekuensi stroom. Sedang ritail nya sudah dijual ke Tommy Winata dan Taipan 9 Naga yang lain mulai 2010 oleh DIRUT PLN Dahlan Iskan.
Artinya sesuai pembahasan pada Sidang MK 2004 hal semacam ini di Jawa – Bali PLN hanya tinggal Transmisi dan Distribusi (dan itupun sdh disewa Kartel Liswas). Krn semuanya sdh dikuasai swasta maka Jawa-Bali sdh berlangsung MBMS (Multy Buyer and Multy Seller) System atau mekanisme pasar bebas kelistrikan. Yang nantinya setelah tdk di cover subsidi lagi maka tagihan listrik akan “melejit” !
KESIMPULAN :
Kalau Juli nanti dikatakan PLN sdh tdk mampu lagi operasikan kelistrikan, artinya Pemerintah sudah tidak mampu lagi biayai institusi PLN guna menjaga citra Pemerintah agar terkesan Panca Sila dan UUD 1945 masih ada.
Maka berlaku lah “grand scenario” The Power Sector Restructuring Program akibat LOI (Letter Of Intent) yaitu PLN Kawasan Jawa – Bali secara resmi akan diserahkan ke Shenhua dkk (pembangkitnya) dan ke Dahlan Iskan dan TW (ritailnya).
Kemudian PLN Luar Jawa diserahkan ke PEMDA.
Selanjutnya seandainya PLN bubar pun kelistrikan baik Jawa – Bali dan Luar Jawa – Bali sudah ada yang menangani meskipun tarip listrik akan melejit ! (Krn sdh tdk ada subsidi lagi ).
MAGELANG, 14 JUNI 2021.