Oleh : Ahmad Daryoko, Koordinator INVEST.
SESUAI informasi yang di sampaikan oleh Prof. David Hall (Saksi Ahli Sidang MK dari Greenwhich University, UK), dikatakan setelah perusahaan listrik negara (rata-rata negara berkembang) dijual ke perusahaan-perusahaan listrik Adhi daya, biasanya di internal negara berkembang tersebut banyak oknum pejabat yang merangkap menjadi “broker” dan mengkoordinir seluruh investor pembeli baik dari luar maupun dalam negeri untuk membuat sebuah KARTEL KELISTRIKAN. Tujuan terbentuknya Kartel adalah untuk menggantikan posisi MONOPOLI perusahaan listrik negara yang lama setelah assetnya berpindah tangan ke para investor tersebut. Sekali lagi ini terjadi di Negara-negara berkembang yang melakukan privatisasi/penjualan/swastanisasi perusahaan listriknya.
Karena salah satu pertimbangan adalah terjadinya potensi Kartel listrik inilah maka MK membatalkan UU Kelistrikan yang salah satu isinya memang privatisasi PLN.
TARGET PRIVATISASI PLN.
Dalam “The White Paper” Kebijakan Restrukturisasi Sektor Ketenagalistrikan (terbitan Departemen Pertambangan dan Energi 1998) yg dijadikan Naskah Akademik setiap terbitnya UU Ketenagalistrikan sampai UU No 11/2020 ttg OmnibusLaw Cluster Kelistrikan, target privatisasi/penjualan /swastanisasi PLN adalah membubarkan PLN (sesuai arahan LOI Oktober 1997) dan digantikan oleh berbagai macam perusahaan swasta terdiri dari perusahaan pembangkit IPP, dan perusahaan ritail. Sementara ex PLN diserahi tugas mengelola Transmisi dan Distribusi Jawa-Bali. Kelistrikan Luar Jawa-Bali diserahkan ke Pemda.
Kondisi lanjut terjadinya privatisasi PLN khususnya Jawa-Bali adalah apa yang disebut “Unbundling System” atau terpisahnya fungsi pembangkit, transmisi, distribusi, ritail kedalam berbagai macam perusahaan (padahal tadinya hanya satu yaitu PLN). Nah kalau dulu PLN yg pegang monopoli listrik, maka selanjutnya perusahaan swasta tadi akan bergabung menjadi satu konsorsium untuk mengambil alih monopoli. Inilah yang disebut Kartel itu. Dan ini biasanya hanya terjadi di Negara-negara berkembang karena faktor “keserakahan” Penguasa ! Yaitu oknum Penguasa mengkoordinir Perusahaan2 swasta listrik itu untuk bersatu dalam sebuah Kartel.
TERJADINYA MEKANISME MBMS.
Proses lanjut privatisasi PLN adalah terjadinya MBMS ( Multy Buyer and Multy Seller) System. Dan sebenarnya di Jawa-Bali mulai 2020 sudah terjadi.
Penjelasan sederhana adanya System MBMS adalah sbb :
Setelah semua dikuasai swasta, sebenarnya terjadi kompetisi penuh pasar listrik dikawasan itu (dlm hal ini Jawa-Bali) yang dinamakan Multy Buyer and Multy Seller (MBMS) System. Dalam System ini secara prinsip produsen (pembangkit IPP) dapat berbisnis dengan konsumen lewat perantaraan Lembaga Independent Pengatur System dan Pengatur Pasar (yg saat ini masih dikuasai PLN sbg P2B). Artinya dalam kondisi ini Pemerintah sebenar nya sdh tidak bisa lagi ikut campur tangan dalam penentuan besaran tarip. Baik dalam bentuk subsidi maupun negosiasi thd perusahaan2 listrik swasta tadi. Namun mengingat Pemerintah masih ingin memperlihatkan “keperkasaan” nya, maka Pemerintah masih melakukan “intervensi” tarip listrik lewat Kartel yang dibentuk oleh “oknum” penguasa tadi !
Disinilah terjadinya “pat gulipat” terjadinya “rampokisasi” kelistrikan lewat modus intervensi thd MBMS yg ditutup dengan hutang LN dalam jumlah ratusan triliun tetapi semuanya ditutupi dng LK PLN yang seolah olah masih untung, dan PLN dibikin “gebyar2” seolah tidak terjadi apa2 !
Tetapi ingat semua “sandiwara” itu memakan hutang LN yg ratusan triliun jumlahnya ! Dan semua itu hanya bisa berlangsung atas jasa KARTEL LISTRIK !
Seorang teman berkomentar, bahwa dalam MBMS semua berjalan secara kompetitif dan tidak ada Kartel . Dan langsung penulis komentari , “iya boss memang konsep MBMS dasarnya begitu, kelistrikan dibikin berjalan secara kompetitif agar didapat tarip listrik effisien ! Tapi itu hanya terjadi di Negeri spt California sehingga tidak ada Kartel ! Sedang ini terjadi di Indonesia, yang semua bisa di “manipulasi” untuk kepentingan pribadi/Oligarkhi ! Konsep monopoli yang tadinya ada di PLN kemudian bisa di “sulap” menjadi monopoli KARTEL ! Begitu boss ! ” Sanggah penulis.
KESIMPULAN :
Makanya jangan heran kalau Rezim ini “ngotot” tiga periode agar bisa melanggengkan KARTEL/OKIGARKHI yang sudah berjalan !
Dan semua itu harus kita tolak !
Bila listrik naik, artinya itu ulah KARTEL ! Dan harus kita lawan dengan Class Action karena melanggar Konstitusi !
LEBIH BAIK BANGKIT MELAWAN !
DARIPADA DIAM TERTINDAS !
ALLOHUAKBAR !!
MERDEKA !!
MAGELANG, 9 SEPTEMBER 2021.