Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.
PLN pada 24 April 2021 telah merelease Laporan Keuangan (LK) 2020 dng statement Laba Rp 5,9 triliun. Sementara Kemenkeu lewat Kepala Satuan Kebijakan APBN menyatakan bahwa subsidi PLN 2020 sebesar Rp 200,8 triliun (Repelita Online 8 Nopember 2020). Artinya ada perbedaan besar atas statement keuangan dari dua entitas Pemerintah ini. Mana yang hoax ? Harusnya Komisi VI/VII DPR RI segera panggil Menteri Keuangan RI dan DIRUT PLN untuk meng “clear” kan masalah ini. Jangan kemudian ada statement bahwa yg benar PLN apapun alasannya ! Karena ada pembanding lain meskipun masih bersifat analisa dari Melissa Brown dari IE2FA/Institute Economic for Energy Financial Analysis (cnnindonesia.com 20 Oktober 2020) yg menyatakan bahwa baik 2020 maupun 2021 PLN memerlukan subsidi minimal Rp 170,2 triliun).
“BATU UJI”/REFERENSI.
Sebagai patokan angka keuangan mana yang dianggap logis ? Maka hrs ada sebuah referensi dari System operasi kelistrikan yang berjalan saat ini !
Dari Seminar kalangan Group Serikat di PLN pada 22 Juli 2020 dengan Keynote Speech Mantan DIRUT PLN Djiteng Marsudi diperoleh data bahwa mulai 2020 sebenarnya PLN Jawa-Bali sdh dalam keadaan kompetisi penuh atau Multy Buyer and Multy Seller System (MBMS) karena 90% System kelistrikan sdh swasta. Dengan komposisi pembangkitan yg dibutuhkan perharinya sekitar 30.000 MW, yang dari PLN hanya sekitar 3.000 MW (atau 10% saja) sedang mayoritas sdh pembangkit IPP swasta. Di setiap IPP (misal Java 1, Java 7, Tanjung Jati dll) PLN memiliki saham tetapi hanya dibawah 30%. Sedang seperti PLTU 1000 MW Celukan Bawang (Bali) 100% dimiliki oleh China. Bahkan seluruh stafnya sehari hari menggunakan bahasa China.
Sedang Ritail PLN mulai 2010 sudah dijual DIRUT Dahlan Iskan ke Tommy Winata dan Taipan 9 Naga yang lain dalam bentuk curah/”Whole sale market” (spt SCBD Soedirman, Jakarta) dan TOKEN.
Karena sudah mengalami mekanisme pasar bebas maka sebenarnya harga listrik Jawa-Bali sdh diluar kontrol Pemerintah. Apalagi untuk Negara berkembang privatisasi kelistrikan pada akhirnya dikuasai oleh KARTEL Listrik Swasta ( penuturan Prof. David Hall pada sidang MK) sehingga kelistrikan yang semula di monopoli oleh BUMN akhirnya dikuasai oleh swasta dengan menerapkan prinsip Kapitalis (dan saat ini Komunis juga ikut berperan krn Shenhua dkk dari China Komunis). Maka menurut Prof. David Hall tarip listrik hasil privatisasi akan melonjak antara 5-6 kali lipat.
Artinya dng berpatokan “BATU UJI” hasil Sidang MK, maka sebenarnya Jawa-Bali mulai 2020 tarip listriknya sudah sekitar Rp 4.000,- sampai Rp 6.000,- per kWh krn mekanisme pasar bebas tadi ! Sehingga wajar bila subsidi listrik pada 2020 adalah sebagaimana disampaikan Kemenkeu Rp 200,8 triliun atau minimal spt yg disampaikan Melissa Brown Rp 170,2 triliun.
MENGAPA PLN “BERSUARA” LAIN ?
Dengan melaporkan bahwa 2020 PLN justru untung Rp 5,9 triliun, ada indikasi PLN sedang bermanuver menutupi kejadian yg sebenarnya antara lain :
1). Menutupi telah terjadinya privatisasi/penjualan/swastanisasi PLN dng melanggar putusan MK No 001-021-022/PUU-I/2003 tgl 15 Desember 2004 dan pts MK No. 111/PUU-XIII/2015 tgl 14 Desember 2016.
2). Telah menutupi subsidi yang sebenarnya yang ratusan triliun dan berasal dari hutang LN. Disinilah terjadinya “modus” korupsi ratusan bahkan ribuan triliun oleh Oligarkhi yang mengendalikan PLN !
3). Artinya PLN saat ini sedang dipaksa memiliki dua “panggung” , yaitu panggung depan dan panggung belakang !
KESIMPULAN :
Kalau Komisi VI/VII DPR RI tidak bersedia mengungkap kejadian2 diatas berarti DPR RI juga sudah masuk “kubangan” Oligarkhi Kekuasaan diatas !
TINDAK LANJUT :
Dengan demikian seluruh rakyat Indonesia harus siap2 lakukan Class Action kepada Pemerintah atas pelanggaran Konstitusi diatas ! Karena kedaulatan bangsa telah di injak injak Aseng/Asing dengan dibantu oleh para oknum pejabat/mantan pejabat !
LEBIH BAIK BANGKIT MELAWAN !!
DARIPADA DIAM DITINDAS !!
ALLOHUAKBAR !!
MERDEKA !!
JAKARTA, 13 SEPTEMBER 2021