Oleh : Salamuddin Daeng
Bagaimana caranya Pertamina agar tidak bangkrut dalam menjual rugi LPG ?
1. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar kebutuhan bahan bakar Liquefied Petroleum Gas (LPG) nasional dipasok oleh impor. Pertamina Patraniaga membeli LPG dari para pemasok asing.
2. Lebih dari 90 persen kebutuhan gas LPG didatangkan dari luar negeri. Sisanya dihasilkan oleh kilang Pertamina. Kebutuhan nasional diperkirakan antara 7 – 8 juta ton setahun.
3. Harga LPG impor telah meningkat 100 persen saat ini. Harga rata rata sebelum covid 19 hanya 400-500 dolar per ton, namun sekarang harganya mencapai 750-850 dolar per ton.
4. Nilai impor LPG saat ini dapat mecapai 100 triliun rupiah per tahun. Tanpa penerimaan yang memadai dari hasil penjualan LPG maka dapat dipastikan Pertamina Patraniaga akan gulung tikar.
5. Jika LPG non subsidi dijual tetap dengan harga sekarang maka jika terjual habis maka pendapatan Pertamina Patraniaga hanya sekitar 100 triliun rupiah. Dengan demikian sekedar jasa penjualan pun Pertamina Patraniaga tak dapat. Kasihan ya?
6. Sementara sebagian besar LPG dijual sebagai barang subsidi tabung 3 kg. Pertamina Patraniaga menjual LPG jauh dibawah harga pasar. Konon selisih harga akan diganti oleh Pemerintah. Namun faktanya hanya menjadi catatan piutang yang terus menumpuk. Jadi tugas melayani bangsa sudah dijalankan Pertamina. Masalahnya dibayarkah utang oleh pemerintah?
7. Sekarang persoalannya adalah bagaimana pertamina keluar dari kemelut menjual rugi LPG non subsidi. Cara paling gampang adalah menaikkan harga jual LPG. Walaupun LPG non subsidi cuma kurang dari 10 persen LPG nasional, mungkin masih bisa menolong keuangan Pertamina Patraniaga.
8. Baru baru ini Partamina Patraniaga telah menempuh langkah menaikkan harga LPG non subsidi. Ini bisa saja memicu reaksi masyarakat atau cuci tangan pemerintah. Pemerintah bisa saja lepas tanggung jawab atas masalah ini. Bisa jadi yang disalahkan manajemen Pertamina Patra niaga. Ini memang buah simalakama.
9. Namun jika Pertamina patraniaga tetap menjual rugi LPG non sibsidi, maka itu bisa jadi semacam usaha membuat rugi BUMN ini secara sengaja. Kalau ada pihak lain yang diuntungkan namun sisi lain Pertamina Patraniaga rugi, maka itu adalah tindakan korupsi. Mesti hati hati.
10. Ada satu cara yang dapat ditempuh agar Pertamina tidak mendapat masalah dalam menjual rugi LPG non subsidi, yakni dengan menjadikan semua LPG sebagai barang subdisi. Kerugian atau selisih harga akan diganti APBN.
11. Menjadikan semua LPG sebagai barang subsidi mungkin akan kompak dengan sri mulyani yang sedang gembira karena penerimaan pajak negara lebih dari 100 persen. Jadi mensubsidi LPG 8 juta ton atau 100 triliun kecillah bagi APBN pemerintahan Jokowi. Amankan?
Selamat Bekerja Tuan Tuan.