Home BUMN CERI: KPK Sebaiknya Telisik Proyek Digitalisasi 5518 SPBU Pertamina-Telkom Senilai Rp 3,6...

CERI: KPK Sebaiknya Telisik Proyek Digitalisasi 5518 SPBU Pertamina-Telkom Senilai Rp 3,6 T

720
0
Gedung KPK Jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan/EWINDO

ENERGYWORLD — JAKARTA, – Pernyataan Dirut PT Pertamina Holding Nicke Widyawati baru-baru ini di depan anggota DPR RI Komisi VI, dalam acara dengar pendapat pada Senin (28/3), tentu menarik untuk dicermati segenap penegak hukum, khususnya KPK.

Sebab, Nicke di dalam rapat itu telah menyatakan, bahwa salah satu penyebab kelangkaan Biosolar di SPBU Pertamina di berbagai daerah, diduga adanya penyelewengan penggunaan BBM Solar Subsidi tetap atau Biosolar oleh industri tambang dan perkebunan, sehingga informasi itu layak dicermati.

“Pernyataan itu, didasari adanya peningkatan konsumsi Biosolar mencapai 93%, di saat yang sama malah terjadi penurunan drastis penggunaan solar non subsidi atau Dex seri hanya 7 %, karena disparitas harga jualnya yang cukup tinggi,” kata Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman dalam rilisnya, Jumat (1/4).

Dijelaskan, jika pernyataan itu benar, tentu pertanyaan kritisnya apa guna proyek digitalisasi SPBU bernilai Rp 3,6 triliun itu? Artinya proyek itu diduga telah gagal memonitor untuk bisa mengendalikan penjualan Biosolar dan Premium agar tidak salah sasaran, karena khusus untuk konsumsi rakyat bawah.

“Tampaknya saat ini di berbagai daerah, sudah muncul rasa frustasi di kalangan awak supir truk, terutama yang mengangkut kebutuhan bahan pokok dan pengangkutan kebutuhan proyek infrastruktur, akibat kesulitan mendapatkan Biosolar di daerah,” katanya.

Selain itu, kata Yusri, menurut perjanjian Pertamina wajib membayar Rp 15,25 perliter dari jumlah BBM di seluruh Indonesia kepada PT Telkom selama lima tahun.

Jika konsumsi BBM nasional melalui SPBU Pertamina dengan asumsi perhari 135.000 KL tanpa pertumbuhan selama 5 tahun, maka Pertamina wajib menyetor ke Telkom sekitar Rp2 miliar per hari, selama lima tahun.

“Maka sungguh sia-sialah proyek digitalisasi jika tidak mampu mengontrol potensi kebocoran subsidi sekitar 20 triliun setiap tahun dari APBN,” ujarnya.

Dikatakan, dadahal Pertamina sudah mengoperasikan digitalisasi SPBU sejak tahun 2021, meskipun terlambat dua tahun dari target awalnya. Proyek Digitalisasi seluruh SPBU di Indonesia adalah produk Perjanjian Kerja Sama antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Telkom Tbk di tanda tangani pada 31 Agustus 2018, proyek tersebut diinisiasi oleh Mas’ ud Khamid sebagai Direktur Pemasaran Retail Pertamina saat itu.

“Adapun tujuan digitalisasi SPBU ini dimaksudkan untuk memonitor peredaran penjualan Biosolar atau Solar subsudi tetap dan penjualan Premium secara real time di kantor Pertamina, KESDM dan BPH Migas, agar penyaluran BBM subsidi dan BBM penugasan tepat sasaran bagi pengguna yang berhak. Ini sesuai Peraturan Presiden nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Eceran BBM, yang ditanda tangani Presiden Jokowi pada 31 Desember 2014,” terangnya.

Unutk itu, tambah Yusri, jika KPK tidak menindak lanjuti permintaan Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa pada awal Januari tahun 2021, untuk melakukan audit tehnologi terhadap sistem digitalisasi SPBU tersebut. “Maka tak salah jika rakyat menganggap KPK ikut lalai dalam menjaga kebocoran anggaran negara untuk penyaluran BBM Subsidi, maupun BBM Penugasan,” tutupnya. (ATA)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.