SURAT TERBUKA UNTUK MENTERI BUMN !
Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.
Anda pernah bilang bahwa PLN itu bukan singkatan dari “Perusahaan Listrik Nenek lu !” Namun saat ini Kementerian BUMN justru melakukan nya ! Yaitu dengan menerapkan kebijakan pembuatan Holding-Subholding PLN pembangkit, distribusi (yang di “kamuflase” kan dengan istilah “beyond kWh”) dicampur aduk dengan kebijakan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan expor energi listrik ke negara tetangga, sehingga program Holding-Subholding terkesan “kabur” dan hanya menjadi pendukung saja dari program EBT dan ekspor listrik.
Dan semua itu essensinya melanggar Konstitusi ! Artinya anda menganggap bahwa PLN adalah Perusahaan Nenek lu , karena dikelola tanpa mengindahkan aturan Negara !
Perlu diketahui bahwa program Holding – Subholding ini merupakan konsep dari “The Power Sector Restructuring Program” (PSRP) karya WB,ADB, dan IMF yang merupakan Naskah Akademik terbitnya UU No 20/2002 tentang Ketenagalistrikan. Dimana UU ini sudah dibatalkan secara total oleh MK sesuai putusan No. 001-021-022/PUU-I/2003 tgl 15 Desember 2004 serta putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015 tgl 14 Desember 2016.
Artinya program Holding-Subholding itu sudah tidak memiliki kekuatan hukum lagi, mengingat Naskah Akademik nya bernama “The Power Sector Restructuring Program” yang saat itu (tahun 1999) didanai oleh ADB (Asian Development Bank) sebesar AS$ 400 juta, sudah ditolak oleh MK bersamaan UU Ketenagalistrikan yang didukungnya !
Tegasnya Kementerian BUMN ini tidak tahu atau pura2 tidak tahu , atau sengaja membodohi rakyat bahwa pokok permasalahan kelistrikan ini adalah pada System yang dipakai ! Karena hal inilah yang kemudian akan melanggar atau mengikuti Konstitusi yang ada.
Sedang masalah EBT, PLTU fossil, PLTN, beyond kWh, expor listrik , dan lain lain adalah masalah teknis yang tidak ada sangkut pautnya dengan Konstitusi !
Sebagaimana terjadi di Perancis atau PLN Perancis EDF (Electric De France) juga memiliki berbagai macam pembangkit mulai PLTU, PLTGU, PLTN, PLTS dll , memiliki anak perusahaan IT semacam ICON dst. EDF juga melakukan ekspor listrik ke negara negara tetangga seperti Jerman, Austria dsb, namun tidak meninggalkan ideologi kelistrikannya yang “Vertically Integrated System” (menerus dari hulu kehilir) dan bukan “Unbundling System” (pemecahan System karena masuknya swasta ke System). Dan itu semua telah dibahas di Sidang MK sebagai studi banding.
KESIMPULAN :
Apapun “modus” dan strateginya, program Holding – Subholding tidak memiliki kekuatan hukum lagi pasca dibatalkannya UU Ketenagalistrikan, baik UU No 20/2002 maupun UU No 30/2009 ttg Ketenagalistrikan.
Adapun alasan teknis maupun keuangan tidak boleh menjadi argumentasi untuk sebuah kebijakan kelistrikan, demikian menurut MK.
Sebab, kalau Pemerintah beralasan kesulitan pendanaan, maka Pemerintah pasca Kemerdekaan bisa menjadi referensi karena saat itu lebih miskin dari sekarang, tetapi mengapa mampu “menasionalisasi” Perusahaan2 VOC ? Sedang sekarang yang relatip lebih kaya justru meng “internasionalisasi” atau menjual/memprivatisasi PLN ke Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga ?
Artinya, menurut MK, semua terjadi karena masalah Ideologi (yaitu memiliki ideologi Etatisme (Panca Sila/Ta’jul Furudz (Ideologi Islam) atau tidak memiliki Ideologi atau Pragmatisme main gampangan, pen ).
SUPER KESIMPULAN :
TOLAK PROGRAM HOLDING-SUBHOLDING, KARENA MELANGGAR PUTUSAN MK !
MAGELANG, 11 MEI 2022.