Limbah tersebut ternyata selama ini mencemari kawasan hutan lindung di Menggala Sakti, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Terungkapnya fakta itu berawal dari pertanyaan Kuasa Hukum PT Chevron Pacific Indonesia kepada saksi yang dihadirkan LPPHI ke persidangan, Armi Hasyim.
Kuasa Hukum CPI menanyakan kepada Armi, apakah saksi itu pernah diberi tahu bahwa lahan milik orang tuanya berada di dalam kawasan hutan lindung atau tidak. Armi menjawab tahu. Ia bahkan menjelaskan bahkan sejak belum ada CPI keluarganya sudah ada di sana.
Tak berhenti sampai di sana, Kuasa Hukum CPI lantas mengajukan kepada Majelis Hakim yang menyidangkan perkara itu untuk memperlihatkan surat yang ditandatangani Armi dan juga pihak CPI.
Surat itu ternyata merupakan pernyataan CPI dan Armi Hasim yang menyatakan bahwa lokasi tersebut berada di dalam kawasan hutan lindung.
Perdebatan sengit sempat mewarnai ruang sidang tatkala terungkapnya adanya pencemaran Limbah B3 TTM di Hutan Lindung itu. Ketua Majelis Hakim pun lantas menengahi.
“Soal itu kawasan hutan lindung masing-masing buktikan lah nanti di sidang ini,” ungkap Ketua Majelis Hakim Dr Dahlan SH MH.
Armi Hasyim merupakan ahli waris dari pemilik kebun kelapa sawit di Desa Menggala Sakti Kabupaten Rokan Hilir yang kini merana akibat tercemar limbah B3 TTM Blok Rokan CPI itu.
Armi menceritakan di ruang sidang, lahan tersebut ditanami oleh orangtuanya mulai tahun 2003. “Di atasnya itu kilang minyak Chevron. Penampungan limbah itu di atas lahan orangtua saya. Penampungan itu bocor. Pada tahun 2003 awalnya setengah hektare yang tercemar. Sekarang sudah 2,5 hektare,” beber Armi.
Menurut Armi, ia sudah berkali-kali menyampaikan kepada CPI tentang adanya limbah tersebut. Bahkan, petugas dari CPI pun sudah berkali-kali pula datang ke kebun orangtuanya itu, dan mengakui itu adalah limbah CPI.
“Namun sampai sekarang kondisinya tidak kunjung dipulihkan. Masih saja tetap limbah itu berserakan di ladang kami,” ungkap Armi.
Beberapa kali pula, ungkap Armi, CPI menjanjikan akan memulihkan pencemaran itu. Memang ada sebagian limbah itu yang dibersihkan CPI secara manual. Namun lagi-lagi, kata Armi, limbah itu masih ada.
“Dikeruk minyak itu lebih kurang 5 cm. Dimasukkan karung. Ditimbun tanah kuning. Cuma tahan dua bulan pak hakim. Limbah itu kemudian muncul lagi,” beber Armi.
Sementara itu, LPPHI sudah mendatangkan Dr. Elviriadi SPi MSi sebagai saksi ahli ke persidangan yang berlangsung hingga larut malam itu. Namun, pada awal persidangan, Kuasa Hukum CPI menyatakan belum siap untuk menghadapi ahli yang dihadirkan LPPHI.
Mengenai Perkara Gugatan Lingkungan Hidup ini, tercatat disidangkan di PN Pekanbaru dengan Nomor 150/PDT.G/LH/2021/PN.Pbr. Gugatan terdaftar pada 6 Juli 2021.
Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) merupakan lembaga penggugat perkara ini.
LPPHI menurunkan lima Kuasa Hukum dalam gugatan itu. Kelimanya yakni Josua Hutauruk, S.H., Tommy Freddy Manungkalit, S.H., Supriadi Bone, S.H., C.L.A., Muhammad Amin S.H.,dan Perianto Agus Pardosi, S.H. Kelimanya tergabung dalam Tim Hukum LPPHI.
Sementara itu, PT Chevron Pacific Indonesia, SKK Migas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau merupakan para tergugat dalam perkara ini. ***