OLEH AENDRA MEDITA*)
Saya ingin berikan catatan energi untuk sebuah kenyataan yang mestinya jelas harus berpihak pada rakyat. Ini soal BBM yang kini makin ramai akan dinaikan. Jika naik makan secara alamiah akan naik semua kebutuhan. Ada sejumlah pernyataan bahwa BBM belum naik telor dan kebutuhan sudah naik. Dan itu kenyataan.
Pemerintah telah menyampaikan nota keuangan dihadapan DPR. Seperti biasa nota keuangan yang disampaikan berisi asumsi-asums, kata Salamuddin Daeng kepada saya mengitim tulisan panjangnya. Yang dimanksu semua asumsi yang disampaikan selalu salah alias jauh panggang dari api, ini kalau peramal, maka gelar pemerintah bisa dikatakan peramal palsu. Sebenarnya tidak punya kemampuan meramal, namun memaksakan diri. Saya senyum senyum baca tulisannya. Tapi kenyataannya begitu.
Ada kabar bahwa warga Amerika Serikat kini sedang senyum senang karena harga bensin mengalami penurunan dan ini sejarah saol penurunan itu disebut-sebut telah terjadi selama 70 hari berturut-turut.
Laman CNN, Rabu (24/8/2022), data Asosiasi Otomotif Amerika (American Automobile Association/AAA) menyatakan rata-rata nasional untuk harga satu galon bensin reguler telah turun setiap hari. Saat ini rata-rata nasional untuk harga bensin reguler (oktan 87) berada di level US$ 3,89 atau sekitar Rp 57.572 per galon (kurs Rp 14.800). Sebulan sebelumnya, harga bensin masih berada di US$ 4,38 atau sekitar Rp 64.824 per galon.
Jika Amerika bahagia dengarnya dan menikmatinya, maka di kita Indonesia dikabarkan bahwa siap-siap, Presiden Joko Widodo akan mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar pada minggu ini. Itulah yang diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut, menyampaikan saat ini pemerintah tengah menghitung baik dan buruknya dari keputusan penyesuaian harga BBM Pertalite dan Solar tersebut. Sebuah Penyesuaian harga BBM memang pasti akan berdampak pada konsumsi masyarakat.
Namun, karena sasaran BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar tersebut tidak tepat sasaran, anggaran yang dikeluarkan dari kantong APBN malah makin membengkak sampai 502 Triliun. “Minggu depan presiden akan umumkan mengenai apa dan bagaimana kenaikan harga (BBM bersubsidi),” ucap Luhut. Luhut menambahkan, Presiden Jokowi sudah mengeluarkan berbagai indikasi untuk memberikan bantalan subsidi BBM untuk menjaga daya beli masyarakat yang kurang mampu. Presiden mengatakan tidak mungkin subsidi tersebut terus ditambah dan dipertahankan.
Ungkapan Luhut menarik karena pasca telah ada joget-joget di Istana pada 17 Agustus 2022, hanya berselang sehari Pak Luhut Binsar Pandjaitan mengabarkan bahwa Presiden pekan depan akan mebyumunkan kenaikan harga BBM. Wah Presiden akan umumnkan naik BBM? Kenyataan tidak atau belum namun baru ada kabar pada Rabu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dipanggil ke Istana, soal Kenaikan BBM.
“Keputusan ini kan harus mempertimbangkan banyak aspek, aspek daya beli, dan kemampuan pendanaan pemerintah, dan kita juga hitung antisipasi nanti akhir tahun ini kemungkinan bisa kebutuhan energi meningkat, ketersediaan energi terbatas,” kata Arifin di Istana Negara, Jakarta, Rabu (24/8/2022). Ia menyebut, harga minyak mentah dan sejumlah komoditas energi primer lainnya dipastikan tetap tertahan tinggi untuk waktu yang lama.
“Harganya bisa meningkat, mau masuk musim dingin di luar, sekarang kita harus upayakan penuhi paling gak listrik, untuk manfaatkan maksimum capacity base load dalam negeri,” katanya.
Soal subsidi BBM 2022 sebesar Rp502 triliun Anthony Budiawan mengomentari bahwa “Kalau DPR masih berdaulat”, masih berfungsi sesuai amanat konstitusi, seharusnya DPR memanggil semua menteri yang menyuarakan informasi subsidi BBM 2022 sebesar Rp502 triliun, yang bertentangan dengan fakta UU APBN maupun realisasi APBN hingga 2022.” “Mereka wajib dipanggil untuk dimintakan pertanggungjawabannya atas informasi yang tidak sesuai fakta.” katanya.
Saya masih ingat pada April Tahun ini saya tepatnya 1 April 2022 seperti kita tahu, Pertamina resmi menaikkan harga BBM Pertamax BBM Non Subsidi Gasoline RON 92 (Pertamax) dan telah memberlakukan harganya menjadi Rp 12.500 per liter
Setelah PT Pertamina (Persero) Pertamax, tak lama berselang sehari kemudian, Sabtu (1/4) BBM jenis Pertalite langka di berbagai SPBU daerah di Bandung seprtinya paling rame dibicarakan. Ada yang bilang Cimahi banyak. Lalu Menteri BUMN Erick Thohir teriak jangan jadi ribut, katanya. Hmmm baginya soal BBM tak masalah tapi bagi rakyat kecil ya…Pak Erick…pasti ributlah… Halu, begitu tulisan saya.
Melihat realitas kondisi tersebut, Menko Marinves Luhut Binsa Pandjaitan (LBP) Jumat (1/4) telah memberikan komentar bahwa Pemerintah segera akan menyesuaikan harga jual Pertalite, LPG 3 kg secara bertahap, mulai Juli dan September tahun ini”.
Orang nomor 1 di perusahaan Migas Indonesia (Pertamina) Nicke Widyawati ketika kunjungan kerja ke Jambi pada Sabtu (2/4) menyaksikan sendiri terjadi antrian mengular di beberapa SPBU. Dalam wawancara Nicke dengan supir truk batubara, Nicke malah menyuruh pemilik SPBU untuk menambah dispenser agar bisa mengurai antrian panjang itu. Ah ibu ini ada-ada saja,
“Padahal, persoalan utama penyebab antrian panjang, akibat lamanya OTW Biosolar itu dari Depo BBM ke SPBU, bisa mencapai 10 jam hingga 24 jam bahkan lebih, meskipun lokasinya dekat dan jika harga minyak mentah dunia lagi murah waktu antarnya hanya 1 sampai dengan 2 jam paling lama, jadi bukan karena dispensernya kurang di SPBU bu,” saat itu Direktur Ekesekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman.
Yusri juga sekaligus membedah soal Pertamax ini. Katanya ada selisih harga Rp 4.850 perliter antara Pertamax standar Euro 3 dengan Pertalite Euro 2, telah memicu pengguna Pertamax migrasi besar besaran ke Pertalite, diprediksi sekitar 5 % dari 13 % konsumen Pertamax telah beralih ke BBM Pertalite, meski banyak pihak mempertanyakan mengapa Malaysia bisa menjual Gasoline Ron 95 standar Euro 4 hanya Rp 7000,- perliter, sementara Indonesia kualitas BBM hanya Euro 2 dan Euro 3 harganya selangit lebih mahal dari itu, “Karena BBM Pertamina yang memenuhi standar Euro 4 hanya Pertamax Turbo dengan Pertamina Dex,” kata Yusri.
Daeng juga sempat menyatakan bahwa misalnya tahun 2022 pemerintah buat asumsi harga minyak 60 dolar per barel, faktanya harga minyal tembus 120 dolar per barel. Demikian juga asumsi nilai tukar juga salah telak jauh. Akibatnya yang lain ikut salah. Nilai subsidi BBM salah, nilai subsidi listrik salah, dan lain sebagainya.
Memang kenyataannya jika naik BBM 2022, kata Daeng jika alasan subsidi itu. Sebetulnya bahasa sederhananya adalah mengurang subsidi cukup besar. Misalnya dari sisi volume saja sudah ngaco. Jika tahun 2022 subsidi 149 triliun untuk 70 juta KL BBM pada tingkat harga minyak 62 dolar per barel dan nilai tukar Rp. 14000/USD. Sekarang sisa subsidi 138 triliun untuk subsidi 75 juta KL BBM pada tingkat harga 90 dolar per barel dengan kurs Rp. 14750/USD. “Memang ini menimbulkan kesan bahwa ini pengurangan subsidi hanya Rp. 11 triliun. Padahal pertanian digenjet menjual BBM lebih banyak. Faktanya saja seksrang sudah over kuota. Kuota BBM jebol!
Sebetulnya ini adalah pengurangan subsidi yang sangat besar, namun tidak mau dinyatakan secara terus terang. Kesan yang timbul subsidi turun 11 %, faktanya subsidi turun 14%. Jika dihitung berdasarkan harga minyak dan nilai tukar maka akan terjadi pengurangan subsidi BBB yang lebih besar lagi dalam APBN 2023 tersebut. Tapi sebetulnya percuma juga pake sistem subsidi toh nantinya kompensasi BBM bisa berlipat ganda dibandingkan subsidi itu sendiri. Jadi ini APBN konyol konyolan aja,”tegasnya.
Dan warga Indonesia tidak akan punya senyum, malah dulu ada yang mewek ketika BBM mau naik dan bahkan Walk out di Gedung Parlemen…beda dengan Amerika ya…hehehe…
*)jurnalis energyworld.co.id (jakartasatu.com Group)