ENERGYWORLD.CO.ID — Negara menaikan BBM Pertalite yang digunakan oleh sebaian besar warga negara dari Rp.7650 menjadi Rp. 10.000
Dan dengan banggga negara mengumumkan memberikan subsidi BLT BBM kepada masyarakat tak mampu alias miskin yan terkena dampak kenaikan BBM sejumlah Rp.600 ribu untuk 4 bulan saja.
Bila dirinci maka akan dtemukan perhitungan sbb :
Besaran subsidi BBM Rp.150 .000 / bulan selama 4 bulan = Rp.600.000
Bulan September dan november 30 hari = Rp.150 .000 : 30 hari = Rp. 5000 / hari
Bulan Oktober dan Desember 31 hari = Rp.150.0000 ; 31 hari = Rp.4838,7 / hari
September + Oktober + November + Desember = 122 hari
Untuk 20,65 juta orang penerima = Rp.12,39 Triliun
Menurutku yang menggunakan transportasi sehari hari denan sepeda motor sebenarnya masih dikategorikan miskin.
Masa iya sebagian besar orang kaya bersedia naik sepeda motor sebagai alat transoprtasi sehari harinya untuk mencari nafkah dan pergerakannya ?
Namun masalahnya, kategori orang miskin di Indonesia itu menurut BPS adalah pendapatan dibawah Rp.472.525 / bulan atau pendapatan dibawah Rp.15.752 /hari.
Logika, mungkinkah orang berpendapatan Rp.15 ribu an per hari sebagian besar mempunyai sepeda motor ?
Jadi klaim negara bahwa sebagian besar BBM dinikmati orang kaya itu pasti benar bila mengacu kriteria orang miskin yan ditentukan sendiri oleh negara.
Cuma sangat tidak masuk akal sehat .
Sementara bila acuan trasportasi masyarakat kelas miskin adalah tranportasi terendah yaitu para penguna sepeda motor sebagai transportasi harian untuk mencari nafkah, ini menurutku baru kriteria wajar dari sudut manfaat transportasi , melihat kondisi di Indonesia .
Mengapa acuannya bukan para pengguna angkutan umum ?
Karena justru bila dihitung secara ekonomi dalam pergerakan , maka biaya yang dihabiskan untuk menggunakan kendaraan umum justru lebih mahal.
Mengapa demikian ?
Satu orang per satu perjalanan PP dengan angkutan umum minimal dikenakan tariff Rp.3.000 saja sudah menghabiskan uang Rp.6000 .
Sementara dengan sepeda motor yang bisa memuat dua orang, maka per perjalanan menhabiskan biaya separuh dari angkutan umum , termasuk di dalamnya anak sekolah di atas 17 tahun
Namun sayangnya negarapun ambil untung dengan berusaha memeras para pengguna sepeda motor .
Lho kog bisa begitu?
Mari kita hitung sama sama
Diketahui :
Jumlah sepeda motor di Indonesia berdasar Electronic Registration Identification (ERI) Korlantas Polri pada 19 Januari 2022 mencapai 146.165.956 unit,
Dengan rata rata BBM sepeda motor menggunakan Pertalite dan jarak tempuh per hari rata rata per sepeda motor adalah 25 km PP
Sementara 1 liter BBM Pertalite bisa dipakai untuk jarak 60 km , tergantung sepeda motornya , karena makin tua umur sepeda motor makin boros BBM nya .
Maka nilai perkiraan jarak tempuh ideal per liter BBM Pertalite per speda motor = 80 % x 60 km = 48 km dibulatkan menjadi 50 km
Maka setiap sepeda motor periode September – Desember akan menghabiskan BBM per liter untuk dua hari = 122 : 2 = 61 hari.
61 hari x 146, 165, 956 unit = 8.916.123.316 liter
Selisih harga penjualan BBM Pertalite sebelum dan setelah naik =
Rp.10.000/liter – Rp.7650/liter = Rp 2.350 /liter
Maka
8.916.123.316 liter x Rp 2350 = 20,952,889,792,600 = Rp.20,9 Triliun
Pendapatan negara karena kenaikan BBM Rp.20,9 Triliun – BLT BBM Rp.12,39 Trilun = Rp.8.51 Triliun
Maka terbukti negara masih ambil untung tambahan kenaikan harga BBM Pertalite dari pengendara sepeda motor : Rp.8,51 Triliun
Bisakah kemudian dikatakan bahwa sebenarnya negara memeras para pengguna sepeda motor yang memang sudah miskin untuk membiayai masyarakat kategori miskin lainnya dan meraih popularitas dari itu ?
Kog warga miskin pengguna sepeda motor malah diakalin negara atas nama subsidi BLT BBM ? Aneh…