ENERGYWORLD.CO.ID — Sedari dulu, Indonesia merupakan negara produsen sekaligus konsumen migas yang membuat negara ini di posisi yang cukup dinamis. Konsumsi migas Indonesia saat ini cukup memprihatinkan, dimana tingkat konsumsi migas lebih tinggi ketimbang tingkat produksi.
Hal ini terjadi karena seiring berjalannya pertumbuhan penduduk dan juga ekonomi Indonesia, sejak 2003 tingkat konsumsi BBM Indonesia telah melampaui jumlah produksi dan selang setahun kemudian yaitu 2004, Indonesia resmi menjadi nett oil importer.
Menurut Awaf Wirajaya sebagai Ketua Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Aceh Divisi Riset & Teknologi “Produksi migas Indonesia per tanggal 4 Oktober hanya 611 MBOPD sedangkan tingkat konsumsinya sebesar 1,4 juta BOPD. Ini merupakan kondisi migas yang memprihatinkan dimana selisih produksi dengan konsumsi mencapai 130 persen dari produksi migas itu sendiri.”
Dari sekian banyak permasalahan migas di Indonesia khususnya Aceh hari ini, salah satu yang cukup krusial adalah investor-friendly. Pentingnya edukasi terkait industri migas kepada masyarakat dan pemuda diharapkan dapat menjadi kunci sukses bagi industri migas ini. Suksesnya industri migas ini karena dijaga dan didukung kelancarannya guna mengisi kas negara dan daerah dari Dana Bagi Hasil. Dukungan masyarakat diperlukan karena kegiatan hulu migas memiliki alur yang panjang dan cukup rumit yaitu meliputi eksplorasi, pengembangan lapangan migas, produksi atau eksploitasi, dan lifting minyak serta gas bumi. Kurangnya literasi hulu migas terjawab oleh kegiatan Mainstream (Makan Siang Sambil Ngobrol Upstream).
Mainstream SKK Migas ini merupakan Sosialisasi Hulu Migas yang
dikemas secara menarik yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dan
pengetahuan umum mengenai Kegiatan Industri Hulu Migas kepada masyarakat,
kaum pemuda serta mahasiswa/i universitas yang berada di Wilayah Sumatera bagian
utara (Sumbagut) yang baru saja diadakan di Kota Medan pada 29 Oktober lalu,
walaupun kegiatannya di Kota Medan tapi juga diikuti oleh mahasiswa dari Aceh.
Investasi selain meningkatkan kedaulatan energi, juga dapat mengurangi jumlah
pengangguran di Aceh yang totalnya mencapai 150.176 jiwa per Februari 2022
dan meningkatkan jumlah angkatan kerja di Aceh yang pada Februari 2022 di angka
2,364 juta jiwa berdasarkan data BPS Aceh. Kemudian mengurangi tingkat kemiskinan
dengan persentase 14,64 persen per Maret 2022, meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi migas dan non-migas pada triwulan 2022 sebesar 4,36 dan 2,48 persen
serta meningkatkan PDRB per kapita Aceh yang pada 2015 hanya sebesar 22,5 juta
rupiah, hal ini masih kecil dari angka nasional yang berada pada nilai 35,1 juta
rupiah pada tahun yang sama.
“Harapannya kegiatan Mainstream ini dapat dilaksanakan secara berkesinambungan agar pemahaman industri migas tidak terputus pada satu generasi dan dapat meningkatkan sektor ekonomi penduduk Aceh dengan bekerja sama antara Dinas terkait, seluruh KKKS,
BPMA dan SKK Migas Sumbagut.” tutup Awaf Wirajaya selaku Ketua DEM Aceh
Divisi Riset & Teknologi. (RED/EWI)