Melanggar HAM, Pakar Lingkungan Riau Minta SKK Migas Dan PHR Segera Pulihkan Pencemaran Limbah TTM B3 di Blok Rokan
ENERGYWORLD — Leletnya PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) lebih dari setahun sejak 9 Agustus 2021 hingga saat ini untuk memulihkan limbah Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM) B3 sejumlah sekitar 10 juta meter kubik di ratusan lokasi di blok Rokan Riau, yaitu dari warisan operasi PT Chevron Pasifik Inonesia (CPI) setelah menerima penugasan dari SKK Migas sejak 26 Juli 2021, patut dicurigai PT PHR ingin mempermalukan Presiden Jokowi pada forum KTT G20 di Bali akan datang.
Padahal, jika merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, jelas diperintahkan untuk limbah B3 harus segera dipulihkan tidak boleh lebih dari 30 hari kerja sejak ditemukan, bila PT PHR tidak mampu menunjuk pihak ketiga untuk memulihkannnya, maka Gubernur atau Bupati atau Walikota bisa segera menunjuk pihak ketiga atas beban PT CPI dan SKK Migas.
Sehingga kami mensinyalir, lambannya PT PHR melaksanakan penugasan dari SKK Migas bisa disebabkan lemahnya leadership Buyung Jaffe sebagai Dirut PT PHR dalam mengendalikan fungsi supply chain, sebab fungsi operasi sangat tergantung kehandalan fungsi supply chain, termasuk dia lemah dalam menghadapi intervensi negatif dari stake holder dan menjadi lengkaplah bahwa dia sebelumnya tidak pernah punya pengalaman dalam memimpin sebuah lapangan produksi seperti blok Rokan, demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif CERI ( Center of Energy and Resources Indonesia) juga sebagai Penasehat LPPHI di jakarta pada Rabu sore, 2 November 2022.
Pasalnya, jika menurut Head of Agrement ( HoA) tanggal 28 September 2020 yang ditanda tangani oleh Kepala SKK Migas Dwi Sucipto dengan President Director PT Chevron Pasifik Indonesia Albert Simanjuntak di kantor SKK Migas, setelah PT CPI menyetorkan sejumlah dana USD 265 juta di escrow account SKK Migas sesuai split bagi hasil 88 : 12 (GOI : CPI), maka telah membebaskan PT CPI dari segala kewajiban atas pemulihan limbah jutaan TTM B3 di blok Rokan.
Adapun nilai kewajiban PT CPI sebesar itupun sejak awal sangat kami persoalkan, mengingat perhitungan dari hasil audit lingkungan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya, diperoleh volume limbah TTM B3 sekitar lebih dari 6 juta meter kubik, diluar puluhan fasilitas produksi yang harus dipulihkan oleh PT CPI, sesuai perintah PTK 040/2018/SO turunan dari Permen ESDM nomor 15 Tahun 2018 tentang Kegiatan Paska operasi.
Cilakanya, Menteri LHK sejak digugat oleh Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia ( LPPHI) pada tgl 6 Juli 2021 di PN Pekanbaru, Kementerian LHK sebagai Tergugat 3 hingga saat ini tampaknya sengaja menyembunyikan hasil audit lingkungan blok Rokan, meskipun perintah UU PPLH nmr 32 Tahun 2009 di Pasal 50, Menteri LHK wajib membuka ke publik, sehingga penyembunyian hasil audit lingkungan menimbulkan tanda tanya besar ada apa.
Mengingat, (Request For Infotmation) RFI yang diterbitkan oleh PT PHR untuk seleksi rekanan untuk ditunjuk sebagai calon pelaksana pemulihan limbah, dari banyak item kegiatan, ada kebutuhan perusahaan dengan keahlian deliniasi, sehingga kami mencurigai volume hasil audit lingkungan yang dijadikan dasar HoA antara SKK Migas dengan PT CPI atas dasar tebak tebak soal volume limbahnya, jika benar ini berbahaya dan berpontesi merugikan negara.
Perlu diketahui, penanda tanganan HoA saat itu antara SKK Migas dengan PT CPI, disaksikan juga oleh Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri ESDM Arifin Tasrif serta Dirjen PSLB3 KLHK Vivien Rosa Ratnawati.
Nah, jika kemudian Dirjen PSLB3 Vivien Rosa Ratnawati telah ditunjuk oleh Direksi Pertamina jadi Komisaris Utama PT Pertamina Hulu Rokan, namun dia tidak mampu mempercantik lingkungan blok Rokan, hanya mampu mempercantik dirinya sendiri, apa tidak semberono penunjukan ini ?.
Oleh sebab itu, jika SKK Migas dan KLHK tidak mau disebut kompak ingin mempermalukan Presiden Jokowi, segera buat surat ke Menteri BUMN dan Dewan Direksi Pertamina untuk mengevaluasi direksi PT PHR. ( CERI/YU).