Menurut Prof. Bambang Brodjonegoro , pemerintah harus mampu mengendalikan inflasi secara langsung, karena inflasi memiliki dampak yang paling signifikan bagi daya beli dan konsumsi masyarakat, terutama pada kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah. Di Negara berkembang, separuh dari pengeluaran konsumsi rumah tangga dipergunakan untuk membeli makanan, dengan kata lain inflasi bisa memiliki dampak yang sangat akut untuk kesehatan dan standar hidup manusia.
“Selain itu, dampak yang ditimbulkan dari perang Rusia-Ukraina telah menyebabkan terjadinya krisis energi dan pangan, sehingga mendorong terjadinya inflasi lebih tinggi dalam waktu singkat. Dibeberapa negara, tekanan harga sebagian besar disebabkan oleh kenaikan harga komoditas global dan gangguan rantai pasokan yang sudah dimulai saat pandemi Covid-19. Kenaikan harga makanan dan energi selama setahun terakhir menjadi faktor pendorong utama kenaikan inflasi dalam beberapa waktu terakhir ini,“ terang Bambang dalam acara Universitas Paramadina dan Konrad Adenauer Stiftung (KAS), Jerman menyelenggarakan acara diskusi panel dengan tajuk Global Economy: Reflections and Challenges for Indonesia post G20 Presidency pada hari Rabu (2/22/2022) bertempat di Hotel JS Luwansa, Jakarta.
Diskusi panel ini membahas tentang refleksi ekonomi Indonesia di tengah tekanan ekonomi dunia akibat pandemi Covid-19 serta perang Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan krisis pangan dunia. Diskusi ini pun menyoroti tantangan ekonomi Indonesia sebagai tuan rumah G20 serta dalam menyongsong pemilu 2024.
Inflasi lanjut Bambang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada akhir tahun 2022. Inflasi diperkirakan akan melambat dalam tahun 2023, akibat kebijakan moneter yang lebih ketat terutama tingkat suku bunga dibeberapa negara. Turunnya harga komoditas minyak mentah dan makanan di pasar global, berkontribusi untuk menurunkan harga dan inflasi. Di Indonesia sendiri, tingginya harga komoditas mendorong inflasi meningkat menjadi 5,95% pada bulan September 2022 (yoy). Peningkatan harga terjadi pada makanan dan transportasi. Untuk menopang daya beli dan konsumsi masyarakat, Pemerintah menggalihkan belanja subsidi BBM dan listrik, menajdi bantuan tunai untuk rumah tangga dan pekerja berpenghasilan rendah.
“Tingkat inflasi diperkirakan akan terus melonjak, pada bulan September hingga Desember 2022, disebabkan karena kenaikan harga BBM. Pemerintah merevisi perkiraan inflasi dari 3,6% menjadi 4,6% pada tahun 2022. Inflasi diperkirakan pada 5,5%–6,0% hingga Juni 2023 dan turun menjadi 3,8% pada bulan Desember. Rata-rata Inflasi diperkirakan sebesar 5,1% pada tahun 2023, naik dari proyeksi 3,0% sebelumnya. Konsumsi dan investasi bisa menjadi lebih kuat dari yang diharapkan, mengimbangi ekspor yang mulai melemah. Jika inflasi lebih tinggi dari yang diharapkan, menyebabkan permintaan masyarakat akan semakin melemah dari yang diharapkan.” tutupnya.
Dalam paparanya, Wijayanto Samirin menyoroti tentang semakin seringnya krisis besar dunia. Tiga krisis besar dunia terjadi dalam 25 tahun terakhir, tetapi 3 krisis besar sebelumnya terjadi dalam rentang waktu 225 tahun. “Kalau kita melihat krisis sekarang, kita harus melihat bahwa krisis bukanlah sesuatu yang harus kita takutkan tetapi sesuatu yang harus kita hadapi”
Dalam paparanya, Wijayanto Samirin menyoroti tentang semakin sering terjadinya krisis besar dunia. Tiga krisis besar dunia terjadi dalam 25 tahun terakhir, tetapi 3 krisis besar sebelumnya terjadi dalam rentang waktu 225 tahun. “Kalau kita melihat krisis sekarang, kita harus melihat bahwa krisis bukanlah sesuatu yang harus kita takutkan tetapi sesuatu yang harus kita hadapi”
Ia juga mengibaratkan Indonesia adalah kapal tanker raksasa yang dapat menghadapi badai terburuk, akan tetapi butuh waktu yang lama dan upaya besar untuk mengubah arah.
“Indonesia dan dunia tidak bergerak ke arah yang benar. Indonesia perlu mengambil tindakan untuk memenuhi kepentingannya sendiri dan kepentingan dunia, terutama Indonesia adalah presidensi G20, sebuah posisi yang berdampak & memiliki peluang besar” ujarnya.(AMIN/WIN)