ENERGYWORLD — Iskandar Sitorus, Indonesian Audit Watch (IAW) menyampaikan terkait bisnis tambang di daerah dimana bisnis tersebut sekalian mengambil tanah negara.
“Esensi tata kelola pertambangan di Indonesia adalah tarik menarik kekuasaan. Hal ini didapat berdasarkan hanya sekitar 4000 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang berhasil diintegrasikan dari total lebih kurang 5000 IUP dengan pendapatan 150 triliun,” kata iskamdar di Acara diskusi publik yang diselenggarakan oleh KOPI) Party Movement yang mengusung tema “Komplotan Korporasi Tambang Kibulin Negara dan Rakyat (Membongkar Penipuan Penerimaan Negara & Manipulasi Penyaluran CSR di Sektor Pertambangan)” Jakarta Selatan, Rabu (14/12/22).
Iskandar menjelaskan soal IUP, “Ini konsep bukan sebatas IUP. Di atas IUP itu ada klasifikasi. Yang paling bahaya itu dan jarang pelaksana korporasinya itu adalah kontraktor kontrak kerja sama,”ungkapnya.
Iskandar menyebutkan lemahnya kerja pengawasan pertambangan di Indonesia dikarenakan rutinitas pengecekan yang hanya dilakukan secara setting dalam kurun waktu enam bulan sekali.
Iskandar menyampaikan bahwa BPK mempunyai UU tambang tahun 2005, namun baru dideteksi dan dilakukan audit di tahun 2010 dan tidak dipublikasikan. Produksi pertambangan juga sulit untuk diawasi karena hasilnya dilaporkan sendiri oleh pihak terkait. Ia mengatakan ini adalah komplotan yang telah mencuri kekayaan negara.
“Ini komplotan. Ada komplotan di pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, berkomplot sudah nyaman puluhan tahun. Mereka sudah punya role model bagaimana cara mencuri,” kata pendiri IAW tersebut
Iskandar menyebutkan keterlibatan beberapa perusahaan dalam menguasai tanah negara sekaligus sumber daya alam (SDA), misalnya PT Indocement, PT Solusi Bangun Indonesia, dan PT Caltex Pasific yang menyebabkan rakyat tidak dapat menikmati hasilnya.
PT Caltex Pasific memiliki tanah ribuan hektar katanya sudah bayar sejak tahun 1962. Ini keluar bentuk suratnya keuangan. Supaya itu semua menjadi barang milik negara. Gila nggak negara ini? Jadi, semua jalur pipanya Caltex itu menjadi aset negara.
“Bayarnya kapan, jumlahnya berapa, bayarannya ke siapa, rakyat nggak bisa memiliki tanah itu. Itu keadilan?” tandas Iskandar. (YOS/JAK)