EBERGYWORLD – Setelah Presiden Jokowi berkunjung ke Plumpang Koja Jakarta Utara sekitarnya pada Minggu (5/3/2023) untuk meninjau korban akibat kebakaran pipa di depo Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Plumpang, Presiden mengarahkan Menteri BUMN dengan Pj Gubernur DKI untuk memikirkan dan menetapkan solusi segera mana yang terbaik apakah merelokasi depo TBBM atau pemukiman penduduk.
Sebab, menurut Jokowi kawasan sekitar depo TBBM Pertamina tersebut memang zona berbahaya yang tidak bisa dihuni serta resikonya sangat besar.
Hingga saat ini, setidaknya ada 19 orang meninggal dunia, 49 orang dirawat di berbagai rumah sakit dan tiga orang masih hilang akibat dampak kebakaran pipa depo TBBM tersebut, bukan tangki BBM yang terbakar.
“Hingga saat ini kita belum tau berapa total kerugiaan yang dialami Pertamina untuk memadamkan kebakaran, merevitaliasi infrastruktur pipa dan lain-lain di depo TBBM Plumpang, termasuk biaya pengobatan korban meninggal dan dirawat serta rumah dan harta benda yang hangus, yang viral baru terungkap di media kepada keluarga korban hanya diberikan uang duka Rp 10 juta perorang,” ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Senin (7/3/2023).
Dua Menteri Jokowi Berbeda Pendapat
Terkait persoalan Depo TBBM Plumpang, menurut Yusri, belakangan dua menteri Jokowi dalam hal ini Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan dengan Menteri BUMN Erick Tohir beda sikap soal rencana pemindahan depo TBBM Pertamina Plumpang.
Menteri BUMN Erick Tohir dan PT Pertamina (Persero) sudah sepakat untuk memindahkan lokasi depo TBBM Plumpang ke lahan milik PT Pelindo (persero), namun belum jelas daerah mana yang akan digunakan.
“Info terbaru lokasi lahan Pelindo itu masing-masing 32 hektar, totalnya sekitar 64 hektar, di Kalibaru” kata Yusri.
“Menurut Erick, pembangunan akan dimulai akhir 2024, hanya butuh 2 hingga 2,5 tahun untuk membangun depo TBBM baru di lokasi lahan Pelindo, artinya paling cepat akhir tahun 2026 baru bisa digunakan Pertamina Patra Niaga,” kata Yusri.
Berbeda halnya dengan Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan. Ia tegas menyatakan depo TBBM Pertamina sudah sepatutnya jangan diusik dan tetap.
“Jangan dibalik-balik, depo Plumpang sejak tahun 1970 direncanakan disana, ada daerah kosong sebagai penyangga atau buffer zone, jangan depo disuruh pindah, tetapi orang yang tak berhak disitu yang harus pindah,” tegas Luhut dilansir berbagai media.
Dikatakan Yusri, prinsipnya, sikap kedua menteri itu adalah jangan timbul korban besar jika fasilitas depo TBBM ini mengalami kebakaran akibat banyak faktor yang bisa terjadi dalam beroperasinya.
“Namun sikap Luhut lebih realistis daripada kebijakan Erick Tohir, bahwa depo TBBM tetap dipertahankan dengan merelokasi penduduk disekitar zona penyanggah atau 50 meter dari pagar depo TBBM atas bantuan dana pemerintah pusat dan daerah serta Pertamina,” ungkap Yusri.
Mengingat, kata Yusri, jika kebijakan Erick Tohir diikuti, pertanyaan kritisnya siapa yang bertanggung jawab menjamin tidak terjadi lagi kebakaran di depo TBBM Plumpang yang berpotensi menimbulkan korban lebih besar selama 3,5 tahun kedepan sebelum depo TBBM ide Erick Tohir beroperasi di lahan Pelindo.
“Sebab, sehari sebelum pipa di depo TBBM Plumpang meledak pada Jumat, ternyata rombongan KASAD Jenderal Dudung Abdurahman dengan Direksi Pertamina baru saja meninjau depo TBBM Plumpang, terbukti tidak ada jaminan tidak terjadi kebakaran yang menimbulkan korban besar,” timpal Yusri.
Lebih lanjut Yusri membeberkan, perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk membangun fasilitas lengkap depo TBBM sekitar USD 300 juta.(AEN)