Oleh Salamuddin Daeng
Mengapa? Ada beberapa alasan. Alasan paling cepat adalah tidak ada tempat lagi di DKi jakarta untuk menampung BBM, daerah ini telah dipadati penduduk setiap meternya, dan jelas tidak ada tempat lagi atau tempat yang cukup luas yang sangat dibutuhkan dari sisi keamanan atau safety untuk menampung BBM sekita 26 juta liter setiap harinya.
Jika melihat volume pembakaran BBM DKi jakarta maka daerah ini adalah yang paling lahap mengkosumsi BBM, tidak mungkin dapat berhemat dikarenakan kemacetan yang setiap hari bertambah sesak, kendaraan bagaikan parkir dijalanan sehingga memicu borosnya penggunaan BBM.
Selain itu gaya hidup masyarakat DKI jakarta yang dipenuhi para birokrat kelas atas dan pengusaha papan atas yang memang doyan mobil mobil mewah yang sangat rakus BBM akan membuat kebutuhan BBM DKI Jakarta tidak akan dapat dipenuhi dengan kapasitas penampungan yang tersedia. Apalagi nanti terminal BBM tidak bisa lagi dibangun di Jakarta karena tidak ada tempat lagi.
Apalagi pasca Kebakaran depo Pertamina Plumpang yang dipadati penduduk yang mendiami tanah negara di sekitarnya, menjadi hikmah yang besar bahwa Jakarta memang harus beralih dari BBM ke non BBM sebagai kebutuhan mobilitas mereka. Masyakat daerah ini adalah yang paling kaya dan paling mampu untuk _move on_ dengan cepat ke non BBM. Penduduk jakarta merupakan tempat berkumpul birokrat kaya raya dan pemgusaha kaya raya.
*komitmen Elektrifikasi DKI Jakarta*
Kebakaran depo BBM milik negara di Pelumpang tentu saja harus diambil hikmahnya. Dan hikmah yang paling penting adalah mengurangi atau menghentikan sama sekali penggunaan bahan bakar fosil di DKI Jakarta yang sangat rakus BBM. Secara keuangan Pertamina tudak akan mampu membeli lahan sedikitnya 200 hektar di DKI Jakarta untuk menampung BBM sekitar sedikitnya 26 juta liter setiap harinya.
Pemerintahan Jokowi memiliki minat besar pada penggunaan mobil listrik. Upaya ini telah ditunjukkan oleh pemerintah dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sebagai kendaraan dinas operasional dan atau kendaraan perseorangan dinas instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pemerintah DKI sendiri dalam APBD tahun 2023 telah merencakan mengganti kendaraan pemerintah dengan ratusan mobil listrik. Jika langkah pemda DKI ini diikuti oleh semua intstansi tingkat pusat maka separuh masalah kendaraan BBM berpolusi di DKI jakarta akan terselesaikan. Selain itu pemda DKI juga telah memberlakukan jalan berbayar dengan pengecualian kendaraan listrik.
Sementara listriknya sendiri sebagaimana dikatakan pemerintah akan dialirkan langusung dari listrik bersih panas bumi dari Kamojang. Listrik ini dihasilkan dari kolaborasi antara dua BUMN besar yakni Pertamina dan PLN. Ini langkah yang bagus bagi jakarta mempercepat net zero emission (NZE).
Jika langkah pemda DKI diikuti oleh pemerintah daerah lainnya, maka komitmen secara nasioanal bagi transisi energi akan meningkat dengan cepat. Target pemerintah mengurangi emisi karbon pada scope 3 sebagaimana janjimya terhadap Cop26, G20 Bali, JETP, dapat terealisasi. Scope 3 ini adalah perjanjian mengurangi emisi pengguna akhir dan yang paling besar kontribusinya adalah BBM berkualitas rendah.
Tinggal mengatasi habit para pejabat tinggi negara dan orang orang kaya dki Jakarta yang notabene pemilik mobil mobil mewah, pemilik sebagian besar moge, dan berbagai jenis kendaraan yang sangat boros bahan bakar, untuk beralih ke mobil mewah non BBM. Kebiasaan mereka menggunakan mobil mewah super mahal berbahan bakar BBM tidak menguntungkan daerah ini. Orang orang seharusnya bisa beralih ke mobil listrik dengan cepat karena uang mereka melimpah dan mampu berkontribusi pada lingkungan DKI Jakarta yang lebih baik.***