Oleh : Salamuddin Daeng
Sejak kesepakatan iklim Paris, perbakkan sudah mendapat tekanan untuk berhenti membiayai fosil dan segala industri turunannya. Bank bank besar internasional memang tidak menyerah 100 persen, tapi mengurangi pembiayaan mereka secara significant.
Sekarang tekanan datang lebih besar lagi tidak hanya dari kesepkatan iklim atau dari United Nation (UN), namun juga dari organisasi perdangan dunia, organisasi internasional lain, dari G20, G7 dan lain sebagainya. Juga tekanan datang dari lembaga keuangan mulilateral termasuk Bank Dunia, IMF dan Bank Pembangunan Asia. Intinya dunia tak mau lagi membiayai selain transisi energi karena nanti hasilnya akan disebut sebagai uang kotor.
Sebelumnya bank di Indonesia tidak memperdulikan masalah ini. Namun sekarang bank di Indonesia aktif menerbitkan greend bond yang selama ini selalu dianggap tidak penting. Sekarang rame dan yang paling sibuk adalah bank BUMN.
Ada tiga penyebab yakni 1. Desakan publik internasional yang tidak mau uang mereka digunakan untuk industri yang merusak lingkungan termasuk di Indonesia. 2. Industri kotor di Indonesia sudah tidak lagi leluasa mendapatkan pembiayaan, sehingga sulit membayar kewajiban kepada bank bank nasioal, akibatnya liquditas kering. 3. Bank bank di Indonesia memang terancam gagal sistemik, seperti bank syariah yang dibawah bank BUMN, karena masalah tata kelola sehingga terpaksa menerbitkan green bond.
Maka terpaksalah bank bank BUMN menerbitkan green bond dengan konsekuensi yang banyak. Salah satunya mereka harus pisah dengan industri yang merusak lingkungan yang selama ini membesarkan pundi pundi bank bank BUMN tertama tambang batubara dan sawit.
Jadi dengan demikian maka bank bank BUMN terutama ke depan memikiki kewajiban yang besar membiayai isue iklim atau transisi eneregi, mulai dari hulu sampai ke hilir. Kewajiban yang melekat ini akan membantu pencapaian target iklim pemerimtahan Jokowi sebagaimana janjinya pada pertemuan Paris, G20 termasuk kewajiban berdasarkan UU ratifikasi perubahan Iklim.
Ini pertanda bahwa bank bank BUMN harus mengubah misi mereka. Selama ini bank bank di Indonesia aktif membiayai tambang tambang yang merusak lingkungan. Bank bank tidak memiliki tanggung jawab sosial sama sekali terhadap masalah maslaah lingkungan. Belum pernah bank di indonesia didemo aktivis lingkungan karena membiayai industri kotor. Sekarang harus peduli dengan mengalokasikan dana mereka untuk itu.
Demikian juga OJK dan BI selama ini tidak memiliki roadmap transisi energi sekarang harus membuat lebih detail. Tidak lagi sekedar aturan payung tapi detail. BI dan OJK boleh dikatakan memiliki andil besar menghambat pencapaian target penurunan emisi indonesia karena rendahnya komitmen mereka atas masalah ini.