ENERGYWORLD.CO.ID – Pupuk Kaltim garap proyek Clean Ammonia senilai Rp60,2 triliun. Pelaku industri kian terpacu melakukan inovasi dan teknologi untuk mengeluarkan energi yang lebih rendah emisi. Menuju industri yang lebih sedikit karbon, diperlukan bahan bakar transisi yang lebih ramah lingkungan, salah satunya adalah amonia. Saat ini amonia digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan pupuk urea dan bahan pendukung untuk tekstil, pertambangan, dan farmasi, namun di masa depan, amonia diprediksi menjadi alternatif bahan bakar masa depan yang jauh lebih ramah lingkungan.
Clean Ammonia dipercaya dapat menggerakkan dunia menjadi
lebih ramah lingkungan karena jejak karbon yang lebih rendah. Amonia bersih terdiri dari amonia biru dan hijau yang belakangan ini disebut sebagai salah satu sumber energi bersih baru yang menjanjikan.
Berkaitan dengan hal ini, PKT bersama Copenhagen Atomics, Topsoe, Alfa Laval, dan Aalborg CSP telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) pada Mei lalu, untuk menilai rancangan pembangunan fasilitas produksi green ammonia berkapasitas 1 juta ton per tahun, dengan estimasi investasi senilai USD 4 miliar atau sekitar Rp 60,2 triliun.
“Hari ini, orang masih berbicara tentang amonia bersih sebagai sumber energi ceruk (energi yang masih terbatas). Tapi amoniak bersih akan tumbuh, dalam perkiraan kami dari tahun 2020 hingga tahun 2050 akan tumbuh menjadi 350 persen. Porsinya akan melebihi porsi dari grey ammonia yang sekarang masih mayoritas digunakan, dan sebagian dari grey itu akan berubah menjadi biru,” Direktur Utama Pupuk Kaltim, Rahmad Pribadi, pada Kaltim.Prokal.co
Keunggulan utama dari amoniak bersih:
1. Menggunakan Sumber Energi Terbarukan
Dalam produksi kedua varian amoniak bersih sudah menggunakan sumber energi terbarukan. Amoniak biru diproduksi melalui proses konversi amoniak abu-abu menggunakan hidrogen biru yang dihasilkan melalui molekul air (H2O) dengan menggunakan sumber energi fosil, seperti gas alam atau batubara, sedangkan amoniak hijau diproduksi menggunakan hidrogen hijau melalui proses elektrolisis udara menggunakan sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya, tenaga angin, hingga panas bumi.
2. Proses Produksi Karbon Rendah
Dalam prosesnya, amoniak biru dapat diproduksi dan digunakan pada infrastruktur yang sudah ada tanpa perubahan yang signifikan karena sifatnya yang hampir sama dengan amoniak abu-abu. Perbedaan produksi amoniak biru terletak pada penggunaan penangkapan dan penyimpanan karbon yang memungkinkan pelepasan produksi amoniak dari emisi karbon. Di sisi lain, amonia hijau diproduksi menggunakan sumber energi terbarukan untuk menghasilkan listrik yang diperlukan dalam proses elektrolisis udara. Dalam proses elektrolisis air, listrik diarahkan ke molekul air menjadi hidrogen dan oksigen. Hidrogen yang dihasilkan kemudian dipanaskan dengan atmosfer nitrogen untuk menghasilkan amonia. Dengan menggunakan sumber energi terbarukan, proses produksi amonia hijau ini tidak menghasilkan emisi karbon.
3.Alternatif Penyimpanan Energi
Selain faktor lingkungan, clean ammonia dapat dimanfaatkan sebagai penyimpanan energi mulai dari hidrogen hingga listrik. Dengan demikian, penggunaan energi berbasis hidrogen, baik dalam pembangkitan listrik maupun transportasi, akan menjadi lebih mudah karena hidrogen disimpan dalam bentuk yang kurang mudah terbakar atau rentan rusak. Selain itu, ketika green ammonia yang dijadikan penyimpan listrik juga dapat diubah kembali menjadi listrik melalui proses pembakaran atau reaksi elektrokimia, menghasilkan energi yang dapat digunakan.
Inilah peluang yang dilihat dengan jeli oleh PKT dan dimanfaatkan dengan dukungan teknologi yang mumpuni. “Di PKT, menantang bagi kami adalah bagaimana mengelola perusahaan untuk dapat berkembang, namun pada saat yang sama mengurangi karbonnya dan kedepannya harus lebih ramah lingkungan.
PKT saat ini menempatkan dirinya sebagai pelopor transformasi hijau industri petrokimia berbasis gas alam di Indonesia. Menjadi perusahaan yang lebih ramah lingkungan tentunya tidak cukup. “Kami juga harus menjadi perusahaan yang lebih bertanggung jawab, terhadap dampak sosialnya, maupun bertanggung jawab atas pengelolaannya,” kata Rahmad.EDY/EWI