ENERGYWORLD – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, mengungkapkan, permasalahan dalam penerapan Enviroment, Social, dan Governance (ESG) di pertambangan nikel harus di nomor satukan.
Hal ini disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif ketika menjawab pertanyaan dari Media Nikel Indonesia (MNI/nikel.co.id) dalam acara makan bersama dan bincang santai Menteri ESDM dan para wartawan <span;><span;>di Kantor Kementerian ESDM.
“ESG ini kan memang suatu keharusan dalam praktik industri. Jadi consern kita sama masalah nikel itu harus nomor satu,” ungkap Arifin kepada nikel.co.id, di Jakarta, Jumat, (3/10/2023).
Menurutnya, penerapan ESG memang agak sulit. Hal itu dikarenakan kalau melakukan pembongkaran sembarangan di area pertambangan maka akan menyebabkan banjir sehingga untuk membuka lahan pertambangan maka diperlukan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Izin pertambangan itu harus ada analisis dampak lingkungannya, harus ada analisis dampak lingkungannya. Nanti di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mereka melakukan evaluasi secara mendetail. Kemudian dari kita juga ada kewajiban mereklamasi dan ada jaminan reklamasi, dan ini yang harus dikontrol,” ujarnya.
Dia menjelaskan, jika izin dijalankan dan sustainability terhadap lingkungannya itu pasti bisa terjaga. Tetapi jika ada pertambangan yang ilegal dan tidak patuh seperti habis melakukan penambangan setelah itu kabur meninggalkan area tambang begitu saja maka itulah praktik ilegal yang dapat membuat dampak kerusakan diwilayah pertambangan.
Kemudian tidak patuh, habis nambang kabur. Nah itu yang bisa membuat praktek ilegal yang bisa membuat dampak terhadap kerusakan diwilayah pertambangan “Dan ini dampaknya besar, dan itu yang harus kita awasi terus,” jelasnya.
Untuk patokan skema ESG itu sendiri, Arifin menegaskan bahwa di Indonesia dalam penerapan ESG menggunakan patokan yang normatif saja yang sesuai standar umum. “Yang norma-norma standar internasional saja,” tegasnya. EWINDO