Sebagai pengelola sumber daya mineral dan batubara, Kementerian ESDM berkomitmen melakukan pengawasan secara ketat terhadap pengelolaan lingkungan hidup pasca operasi dari setiap badan usaha pertambangan.
“Permen ESDM 26/2018 mengamanahkan kepada setiap pemegang IUP dan IUPK untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup pertambangan sesuai dengan Dokumen Lingkungan Hidup,” kata <span;><span;>Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi, di Jakarta, Kamis (21/3).
Agus menambahkan bahwa aspek pengelolaan lingkungan hidup pasca operasi dari kegiatan pertambangan juga dapat berupa penanggulangan serta pemulihan lingkungan apabila terjadi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. Dalam pelaksanaannya, setiap badan usaha pertambangan wajib memberikan jaminan reklamasi tahap operasi produksi dan jaminan pasca tambang sesuai dengan yang ditetapkan Menteri ESDM atau Gubernur sesuai kewenangannya.
“Selain itu, rencana dan pelaksanaan reklamasi tahap operasi produksi dan pasca tambang harus disampaikan dan dilaporkan terkait progresnya,” kata Agus.
Salah satu badan usaha pertambangan yang telah berhasil melakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan baik ialah PT. Kaltim Prima Coal (KPC) yang beroperasi di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. PT. KPC memiliki instalasi pengolahan air yang memanfaatkan air tambang dari area hutan di sekitar pit jupiter yang telah direklamasi dengan Embung Kenyamukan menjadi sumber air baku dan air bersih untuk warga di Kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan.
General Manager External Affairs & Sustainable Development PT. KPC Wawan Setiawan mengatakan hal tersebut merupakan bagian dari penerapan GMP, dengan melakukan pengelolaan lingkungan hidup dan melibatkan stakeholder sehingga air bekas tambang tersebut dapat dijadikan sumber air bersih untuk masyarakat.
“Dengan pengolahan air ini menghilangkan stigma negatif tentang air tambang yang dipandang berbahaya sehingga air tambang dapat dikonsumsi. Jadi kita dampingi dalam pengolahan airnya dan komunikasikan dengan Kabupaten Kutai Timur dan BUMDes-nya, sehingga dari situ bisa jadi penghasilan BUMDes dan memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam penyediaan air,” ujarnya ketika disambangi tim esdm.go.id di Kutai Timur, Kamis (21/3).
Dengan kapasitas air mencapai 12 juta m3, pengolahan air yang dilakukan oleh PT. KPC sudah menyambungkan sekitar 8.000 Sambungan Rumah Tangga (SR), dengan total sekitar 30.000 jiwa yang menikmati air bersih tersebut. Dukungan air dari pengolahan air ini mencapai 80% dari kebutuhan PDAM Kutai Timur dalam melayani masyarakat.
Sementara itu, Manager Community Empowerment PT. KPC Nanang Supriyadi mengungkapkan PT. KPC diminta oleh pemerintah untuk mengelola dua embung bekas pertambangan yang tidak bertanggung jawab di Samarinda, Kalimantan Timur, untuk melaksanakan GMP sehingga air yang ada di dalam embung tersebut tidak berbahaya.
“Progres yang 2 ponds (embung) itu sudah berjalan, lebih ke arah manajemen pengelolaan lingkungan air, kalau yang kita lakukan di KPC itu adalah bagaimana GMP melakukan segregasi material, reklamasi yang baik dan benar, sehingga kemudian air yang masuk kualitasnya baik, dan itu sudah berhasil dan sudah berjalan sesuai harapan, dan itu bisa direplikasikan (pengelolaan air),” pungkasnya.
Program pengelolaan air ini juga telah menerima penghargaan tertinggi dari Kementerian ESDM, yakni Subroto Award pada tahun 2022 pada Bidang Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Terinovatif (Program Corporate Social Responsibility-CSR). **