ENERGYWORLD.CO.ID – Penghentian lalu lintas pengiriman dari Pelabuhan Baltimore, pusat ekspor batu bara terbesar kedua di AS, akan memperlambat pertumbuhan ekspor batu bara AS dan mengurangi penggunaan bahan bakar bunker, Badan Informasi Energi (EIA) mengatakan pada Kamis (28/3), Reuters.
Ekspor batu bara dari pelabuhan Amerika yang sibuk telah terganggu menyusul runtuhnya Jembatan Francis Scott Key di Baltimore yang ditabrak oleh kapal kargo besar pada Selasa pagi.
Karena pelabuhan ini merupakan titik transit utama bagi kapal barang dan kapal curah, kami memperkirakan konsumsi bahan bakar bunker akan berkurang,” tambah EIA.
Baltimore menangani ekspor sebesar 28 juta short ton tahun lalu, yang merupakan 28% dari total ekspor batu bara AS dan nomor dua setelah pelabuhan Hampton Roads di Norfolk, Virginia, menurut data sensus.
“Fitur yang menarik dari Pelabuhan Baltimore adalah kedekatannya dengan ladang batu bara Appalachia di bagian utara Pennsylvania bagian barat dan Virginia Barat bagian utara,” kata EIA.
Pelabuhan terdekat lainnya, terutama Hampton Roads, memiliki kapasitas tambahan untuk mengekspor batubara, meskipun faktor-faktor termasuk kualitas batubara, harga, dan penjadwalan akan mempengaruhi seberapa mudah perusahaan dapat beralih mengekspor dari pelabuhan lain.”
Sekitar 19 juta short ton ekspor pada tahun 2023 adalah batubara uap, yang digunakan untuk menghasilkan listrik dan panas, dan 9 juta short ton sisanya adalah batubara metalurgi, yang merupakan bahan pembuatan baja.
India merupakan tujuan utama batubara uap selama lima tahun terakhir, dimana industri manufaktur batu bata merupakan pelanggan utama, sementara batubara metalurgi dikirim ke berbagai negara Asia termasuk Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan, kata EIA.
Baltimore juga mengimpor 3.000 barel per hari (bpd) biodiesel pada tahun 2023, sebagian besar dari Amerika Tengah dan Eropa Barat, serta 4.000 barel per hari aspal dari Kanada dan 2.000 barel per hari urea amonium nitrat yang sebagian besar berasal dari Rusia.
EIA mencatat bahwa produk minyak sulingan yang lebih banyak digunakan tidak terlalu terpengaruh. EDY/Ewindo