MANTAN PRESIDEN ARROYO BUBARKAN NAPOCOR ! SIAPA “TOKOH” BUBARNYA PLN ?
Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVESTASI.
Dalam Sidang MK konteks “Judicial Review” UU No 20/2002 pada 2003 maupun UU No 30/2009 pada 2010 tentang Ketenagalistrikan, yang sama memiliki Naskah Akademik yang sama yaitu PSRP (“The Power Sector Restructuring Program”), Ahli dan Saksi dari Philipina sama sama menyampaikan peran mantan Presiden Philipina Ny. Arroyo Macapagal dalam “bubar” nya NAPOCOR (“National Power Corporation”) atau PLN nya Philipina.
Peran Arroyo dimulai saat menjabat Presiden Philipina (2001) sampai saat setelah “lengser” dari ke Presidenan (2010).
Saat ybs menjabat Presiden, maka diterbitkan UU Ketenagalistrikan pada tahun 2002 bernama EPIRA yang isinya tetap ada UU No 20/2002 tentang Ketenagalistrikan di Indonesia. Hanya bedanya, kalau UU No 20/2002 tentang Ketenagalistrikan dibatalkan MK gara2 tuntutan JR oleh SP PLN pada tahun 2004, sedang EPIRA tidak ada rakyat Philipina yang berani menghalanginya !
I. PROVOKASI GLOBALISASI DAN OBOR.
Dijualnya Pembangkit NAPOCOR ke GE (General Electric,AS), EDF (Electric De France, Perancis), Mitsubishi, Marubeni, Itechu, TEPCO, Kanshai (Jepang), ARREVA ( Italy ), Siemens (Jerman) dll sebelum era 2000 an adalah hasil Provokasi Group Barat dalam Jargon Globalisasi. Namun mulai tahun 2000 dan kemudian masuk intervensi RRC dengan IPP (“Independent Power Producer”) seperti Shenhua, Huadian, Chengda, CNEEC, Shinomach, Chinadatang dst dalam Jargon OBOR (“One Belt One Road”).
Dalam praktiknya Philipina dan Indonesia mengalami hal yang sama yaitu tumbuhnya IPP dari Barat dan China. Sedangkan Jaringan Transmisi dan Ritail dikuasai oleh Investor lokal.
Peran Mantan Presiden Arroyo Macapagal dalam kelistrikan di Philipina sangatlah dominan! Guna memudahkan “privatisasi”/penjualan NAPOCOR ke Aseng/Asing maupun Investor lokal di katakan bahwa Pemerintah Philipina sudah tidak memiliki dana guna membiayai kelistrikan. Akhirnya NAPOCOR dijual ke Aseng dan Asing, namun dia sendiri ikut membeli dengan murah instalasi ex NAPOCOR itu, dan selanjutnya dia sendiri yang mengkoordinir berlangsungnya mekanisme kelistrikan MBMS (“Multy Buyer and Multy Seller”) System setelah NAPOCOR bubar ! Dan terjadilah kelistrikan “malapetaka” di Philipina mulai sekitar tahun 2008, yaitu konsumen/rakyat terpaksa memakai lilin, sentir, teplok serta pencahayaan era jaman purba. Dan itu semua muncul dalam bukti Sidang MK terkait tuntutan “Peninjauan Kembali” dalam Putusan No 111/PUU-XIII/2014 tgl 14 Desember 2015.
II. BAGAIMANA DENGAN INDONESIA.
Di Indonesia pun sama, bahwa terjadinya Privatisasi/Penjualan PLN ke Aseng/Asing dan Taipan 9Naga juga dengan alasan yang sama. Bahwa saat ini kita harus masuk ke era Globalisasi (dan akhirnya tidak hanya Globalisasi saja sebagai pengaruh Barat, tetapi masuk juga ke era OBOR juga yang berada di dominasi Investor RRC). Hal tersebut sudah terlihat saat Sidang MK awal tahun 2003, dimana Meneg BUMN, Menko Ekuin, Menteri Pertambangan dan lain-lain juga beralasan Pemerintah tidak memiliki dana sehingga PLN harus dijual !
AKU AKU AKU. KALO DI PHILIPINA ARROYO YANG DOMINAN BUBARKAN NAPOCOR , BAGAIMANA DENGAN PLN ?
Sekali lagi “bubar” nya NAPOCOR (PLN nya Philipina) itu lebih di dominasi Arroyo Macapagal sebagai Presiden ! Dari saat pembuatan UU (EPIRA) sampai pelaksanaan privatisasi, Presiden yang dominan ! Sehingga tidak ada upaya “Judicial Review” atau JR ! Padahal menurut kalangan para Ahli Internasional bisa ! Dan akhirnya pada tahun 2006 “bubar” lah NAPOCOR (saat penulis ke Kantor SP NAPOCOR 2006, Ketua SP NAPOCOR sedang meredam anggotanya proses PHK).
Sedang di Indonesia mulai tahun 2006 terjadi “dominasi” pembuatan Pembangkit IPP oleh Wapres JK yang didukung oleh para Investor tidak hanya Asing (semacam GE, EDF, Siemens, Mitsubishi, Mitshui dll) tetapi JK juga mulai menggerakkan Investor Aseng/ China seperti Shenhua, Huadian, Chengda, CNEEC, Shinomach, Chinadatang dalam “Fast Track Program” (FTP) 10.000 MW Tahap I yang kemudian disusul FTP II 10.000 MW.
Kemudian pada tahun 2014 (saat JK menjadi Wapres Jokowi) di buatlah Proyek Pembangkit 35.000 MW yang menurut Menko Marinvest Rizal Ramli terlalu “over capacity” karena 18.000 MW pun menurutnya cukup ! Dan dari situlah muncul istilah “Peng Peng” (Penguasa Pengusaha) atau Penguasa yang merangkap sebagai Pengusaha !
Perlu diingat pula pada tahun 2010 saat berlangsung JR di MK terkait UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan yang dikeluarkan oleh SP (Serikat Pekerja) PLN, DIRUT Dahlan Iskan secara terbuka didepan Sidang MK yang di Pimpin oleh Mahfud MD (selaku Ketua MK) mengatakan bahwa untuk mengelola PLN tidak diperlukan Undang-Undang.
Pasca Sidang MK , SP PLN men cek operasional PLN dilapangan dan ternyata seluruh Ritail di Jawa-Bali sudah dijual Dahlan Iskan ke Para Taipan 9Naga seperti ke Tommy Winata (TW), Aguan, James Riady dll. Sehingga mulai tahun 2010 sebenarnya PLN untuk sisi Pembangkitnya sudah di kuasai Aseng/Asing sedang Jaringan Ritail sudah dikuasai para Taipan 9Naga. Sehingga PLN Jawa-Bali mulai tahun 2010 sampai saat ini hanya menguasai Jaringan Transmisi 500 KV, Jaringan 20KV serta Unit PLN P3B (atau dengan kata lain hanya menjadi “kuli panggul stroom” yang membawa stroom dari Pembangkit ke Konsumen).
Dengan demikian Pasar Ketenagalistrikan Jawa-Bali sudah dikuasai oleh “Konsursium Pembangkit” yang di Pimpin oleh JK, dan “Konsursium Ritail” yang dipimpin Dahlan Iskan ! Dan Konsursium Pembangkit dan Konsursium Ritail Jawa-Bali sudah membentuk Kartel Listrik Swasta yang indikasinya seperti terjadi di Philipina (setelah NAPOCOR bubar). Dimana Kartel Listrik Philipina dipimpin Mantan Presiden Arroyo Macapagal. Sedang Kartel Liswas di Indonesia di Pimpin JK dan Dahlan Iskan !
Artinya kalau bubarnya NAPOCOR karena ulah Mantan Presiden Arroyo Macapagal ! Maka bubarnya PLN (“BISA DIKATAKAN” di dominasi oleh ulah JK dan Dahlan Iskan ! )
INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROOJIUUNN!!
MAGELANG, 13 MEI 2024.