Organisasi Keagamaan dan Izin Tambang di Indonesia: Risiko Kekacauan, Broker Izin, dan Kolusi Besar-Besaran.
Ki Semar Badranaya
Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah memberikan izin tambang khusus (WIUPK) kepada organisasi keagamaan di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 25/2024, yang memungkinkan organisasi keagamaan untuk beroperasi di bekas wilayah tambang batu bara, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Meskipun niat di balik kebijakan ini mungkin mulia, kurangnya keahlian teknis dan pengalaman sebelumnya di bidang pertambangan di antara kelompok keagamaan ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi kekacauan, salah kelola, dan munculnya broker izin, yang dapat mengakibatkan konsekuensi merugikan bagi pelestarian sumber daya alam. Selain itu, ada risiko kolusi yang signifikan antara pemberi izin, organisasi keagamaan, dan investor non-hijau, yang dapat menjadikan proses ini sebagai skema uang tunai (ATM) yang pada akhirnya tidak akan menguntungkan masyarakat miskin di sekitar daerah tambang.
*Kurangnya Keahlian Teknis* di pihak organisasi keagamaan secara tradisional fokus pada kegiatan spiritual, sosial, dan pendidikan akan menjadi masalah yang besar. Mereka kurang memiliki keahlian teknis yang diperlukan untuk operasi pertambangan, termasuk penilaian geologi, analisis dampak lingkungan, dan proses ekstraksi yang aman. Tanpa pengetahuan ini, mengelola kegiatan pertambangan bisa mengakibatkan ketidakefisienan, degradasi lingkungan, dan bahaya keselamatan.
**Risiko Salah Kelola** juga mungkin terjadi karena mempercayakan operasi pertambangan yang kompleks dan berbahaya kepada organisasi yang tidak berpengalaman, sehingga dapat mengakibatkan salah kelola yang signifikan, yang akan menyebabkan kerugian finansial, kecelakaan, dan masalah hukum, yang semakin memperumit lanskap regulasi sektor pertambangan.
Perhitungan tentang **Kelayakan Ekonomi** dapat menjadi pertanyaan besar, karena pertambangan adalah industri yang membutuhkan investasi besar dalam mesin, teknologi, dan tenaga kerja terampil. Organisasi keagamaan mungkin juga akan kesulitan mendapatkan dana yang diperlukan, dan bahkan jika mereka berhasil, kelayakan ekonomi usaha mereka tetap diragukan tanpa pengelolaan dan pengetahuan teknis yang memadai.
Kepatuhan terhadap regulasi pertambangan dan standar lingkungan menjadi sangat beresiko besar untuk dilanggar, terutama di dalam menavigasi aspek birokrasi dan teknis, yang akan menyebabkan ketidakpatuhan dan potensi konsekuensi hukum.
Masalah di **Pelestarian Sumber Daya Alam** akan terjadi, dengan Kurangnya pengalaman di bidang ini, yang akan membuat organisasi keagamaan rentan terhadap eksploitasi oleh pemain yang tidak bertanggung jawab. Entitas-entitas ini dapat berpose sebagai mitra yang sah tetapi, pada kenyataannya, beroperasi sebagai broker izin, yang dengan efektif melakukan sub-kontrak izin dan terlibat dalam praktik pertambangan yang tidak berkelanjutan. Skenario merugikan ini mengarah pada kerusakan lingkungan yang parah, penipisan sumber daya alam, dan konsekuensi ekologi jangka panjang.
*Risiko Kolusi* juga dapat terjadi dengan signifikan, antara pemberi izin, seperti antara Menteri Investasi dan/atau jajarannya, oknum di organisasi keagamaan, dan skema bagi hasil kolusif oleh investor non-hijau. Kolusi ini dapat menjadikan izin tambang sebagai alat transaksi di mana organisasi keagamaan bertindak sebagai kedok bagi investor yang tidak mematuhi standar keberlanjutan lingkungan. Hal ini akan sangat merusak tujuan Kebijakan di atas. dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan.
Pemberian izin tambang kepada organisasi keagamaan akan membuka pintu bagi praktik-praktik broker izin yang tidak etis. Investor non-hijau dapat memanfaatkan hubungan dengan organisasi keagamaan untuk memperoleh izin tambang secara hangky-pangky, atau melakukan eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan konsekuensi lingkungan. Hal ini menciptakan ancaman kerusakan lingkungan hidup, ketidakadilan dalam distribusi kekayaan alam, dan merugikan masyarakat setempat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari sumber daya alam di wilayah mereka.
*Pentingnya Kepatuhan Terhadap Regulasi Lingkungan*
Dalam menghadapi risiko-risiko tersebut, penting bagi pemerintah dan semua pihak terkait untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan yang ada, termasuk Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Tata Ruang Republik Indonesia. Undang-undang ini memberikan kerangka kerja yang jelas untuk pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan perlindungan lingkungan. Khususnya, penerapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) menjadi sangat penting untuk mengevaluasi dampak jangka panjang dari kegiatan pertambangan terhadap lingkungan dan masyarakat setempat.
*Langkah-Langkah Kebijakan yang Diperlukan*
Untuk mengatasi risiko-risiko yang terkait dengan pemberian izin tambang kepada organisasi keagamaan, beberapa langkah kebijakan yang penting harus diambil:
1. *Penguatan Pengawasan*: Pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap proses pemberian izin tambang untuk meminimalkan risiko kolusi dan eksploitasi.
2. *Pemberdayaan Organisasi*: Organisasi keagamaan yang mendapatkan izin tambang perlu diberdayakan dengan pelatihan dan sumber daya yang diperlukan untuk mengelola operasi pertambangan secara efisien dan bertanggung jawab.
3. *Transparansi dan Akuntabilitas*: Proses pemberian izin tambang harus transparan, dan semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab atas tindakan mereka. Ini termasuk pengungkapan informasi tentang peran dan kepentingan setiap pihak yang terlibat dalam proyek tambang.
4. *Penerapan KLHS*: Setiap proyek pertambangan harus dilengkapi dengan KLHS yang komprehensif untuk mengevaluasi dampak lingkungan dan sosial jangka panjang serta merumuskan rencana mitigasi yang tepat.
5. *Kerjasama antara Stakeholder*: Penting bagi pemerintah, organisasi keagamaan, investor, dan masyarakat setempat untuk bekerja sama dalam memastikan bahwa kegiatan pertambangan berlangsung dengan cara yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat. Disini, KKN dan skema oligarki akan terdeteksi dengan cepat.
6. Harus dibuka sebuah *jalur laporan digital untuk rakyat setempat, dan para whistle-blower* di internet.
Pemberian izin tambang kepada organisasi keagamaan akan membuka peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
*Namun*, langkah ini juga menimbulkan risiko yang signifikan terkait dengan kurangnya pengalaman teknis, potensi eksploitasi oleh broker izin, dan risiko kolusi antara pemberi izin, organisasi keagamaan, dan investor non-hijau.
Untuk meminimalkan risiko-risiko ini, penting bagi pemerintah dan semua pihak terkait untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan yang ketat dan mengambil langkah-langkah kebijakan yang tepat untuk mengelola kegiatan pertambangan dengan bertanggung jawab dan berkelanjutan.**