Mengukur Dampak Kehadiran Starlink dengan Efek Peretasan PDN
Oleh: Uchok Sky Khadafi Direktur Eksekutif Center for Budget Analisys (CBA)
Dalam rentang tahun 2024, ada sejumlah fenomena yang berhasil menyedot perhatian publik tanah air.Pertama, publik dikagetkan dengan sikap pemerintah yang memberikan “karpet merah” kepada perusahaan teknologi berbasis satelit milik Elon Musk yakni Starlink untuk beroperasi di negeri berjuluk potongan surga yang jatuh ke bumi ini.
Sontak publik pun riuh atas kehadiran Starlink. Bukan tanpa sebab keriuhan itu terjadi. Pertama, nilai investasi Starlink bisa dibilang sangat kecil (hanya Rp30 milyar) jauh jika dibandingkan dengan nilai keseluruhan investasi industri Telco tanah air yang diperkirakan mencapai Rp3.000 T. Kedua, Starlink disebut-sebut tak memiliki kantor perwakilan resmi di Indonesia.
Padahal, kantor resmi diperlukan sebagai bukti bahwa sebuah perusahaan asing yang akan berinvestasi di Indonesia taat dan patuh pada regulasi yang ada (regulasi ketenagakerjaan, pajak dan lainnya). Kontribusinya harus konkret.
Fenomena kedua yang juga tak kalah menariknya di mata publik yaitu adanya aksi peretasan yang dilakukan hacker yang menyasar situs-situs milik pemerintah. Setidaknya, atas kejadian ini sejumlah situs milik pemerintah mengalami down cukup serius bahkan ada sejumlah layanan publik yang lumpuh saat awal serangan. Misal situs milik imigrasi.
Tentu saja, dua fenomena tersebut memunculkan serangkaian pertanyaan (istilah lain dari keraguan) di tengah publik akan sikap, tanggungjawab dan kesiapan pemerintah selaku penyelenggara negara. Sedikit merujuk pada konstitusi terkait diadakannya suatu pemerintahan yaitu untuk mencapai keadilan, ketertiban, dan perwujudan nilai ideal seperti kemerdekaan, kebebasan, kesejahteraan, serta kemakmuran bersama.
Mari kita kupas satu persatu soal tujuan diadakannya suatu pemerintahan sebagaimana diamanatkan konstitusi. <span;>Pertama<span;> soal aspek keadilan. Dalam konteks misalnya investasi yang digelontorkan Starlink dengan investasi yang digelontorkan industri Telco lokal selama ini jelas sangat jomplang. Kejomplangan itu bisa dilihat secara gamblang dari nilai investasi yang keduanya tanamkan (Rp30 T vs Rp3.000 T).
Jika melihat perbandingan nilai investasi tersebut, rasanya aspek keadilan yang diamanatkan konstitusi kepada pemerintah bisa dibilang masih jauh dari kata terpenuhi. Entah teori keadilan mana yang diadopsi pemerintah apakah teori keadilan Mazhab utilitarian (salah satu pencetusnya yaitu Jhon Stuart Mill) atau teori keadilan ala John Rawls (distributif)? Silahkan pembaca bandingkan ya dua teori keadilan tersebut. Mazhab mana yang kini tengah diadopsi pemerintah?
Kedua<span;>, soal aspek kesejahteraan. Bagaimana cara menghitung angka Rp30 milyar bisa memberikan dampak kesejahteraan kepada rakyat Indonesia? Rasanya kalkulator pun tak akan sanggup cara membagi nilai investasi sebesar itu bisa mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyat, dipastikan kalkulator bakal error ketika disuruh menghitung itu. Kalau Rp3.000 T mungkin masih bisa dijabarkan cara pembagian atau distribusinya terhadap kesejahteraan.
Mengukur Dampak Peretasan PDN dan Kehadiran Starlink
Sekilas di atas digambarkan bagaimana dua fenomena tersebut (peretasan PDN dan Kehadiran Starlink) secara garis besar keduanya sama-sama menimbulkan efek negatif bahkan gaduh di ruang publik (publik riuh, ragu, sinis atas dua fenomena itu).
Setidaknya ada sejumlah dampak yang secara tak kasat mata bisa dilihat publik atas dua fenomena tersebut.
Peretasan PDN misalnya, selain berdampak pada sejumlah layanan publik juga berdampak pada kredibilitas dan kapabilitas pemerintah selaku penyelenggara (khususnya di bidang layanan publik berbasis digital). Publik meragukan kredibilitas dan kapabilitas pemerintah dalam hal ini Kominfo termasuk Telkom di dalamnya dalam menjaga privasi data rakyatnya.
Adapun dampak kehadiran Starlink (meskipun belum ada survei atau penelitian terkait hal ini setidaknya publik awam pun bisa menghitungnya secara mudah manfaat dan mudharat dibalik kehadiran Starlink).
Dalam analisis penulis, kehadiran Starlink dampaknya justru lebih dahsyat ketimbang peretasan PDN yang baru-baru ini terjadi. Dampak peretasan PDN mungkin bila diukur dari sisi nominal itu relatif kecil di mana sang peretas hanya meminta seratusan milyar dan biaya maintenance PDN dari negara yang kurang lebih hanya Rp1 T.
Peretas atau hacker dengan Starlink keduanya jika dicermati sama-sama meminta kepada rakyat ini. Hanya saja perbedaannya hacker meminta dengan cara ilegal sementara Starlink melalui jalur legal atas nama investasi. Bila hacker meminta dalam angka seratusan milyar, bayangkan Starlink yang meminta rakyat Indonesia jauh lebih besar nominalnya nantinya (bisa triliunan estimasi angkanya) melalui skema <span;>direct to cell, <span;>meski baru rencana mereka meminta agar Starlink bisa <span;>direct to cell<span;> kepada konsumen dalam hal ini rakyat Indonesia.
Bayangkan berapa nilai atau potensi duit rakyat Indonesia bakal disedot Starlink jika skema direct to cell dimuluskan. Semoga saja tidak.
Sebelum mengakhiri tulisan ini ijinkan saya memberikan analisis khusus terkait kehadiran Starlink di Indonesia.
A. Dampak Ekonomi
B. Dampak Keamanan
C. Dampak Ketenagakerjaan