Home Kolom Tabungan Energi Negatif (TEN) Joko Widodo Berpratanda Akan Panen Raya

Tabungan Energi Negatif (TEN) Joko Widodo Berpratanda Akan Panen Raya

143
0

Tabungan Energi Negatif (TEN) Joko Widodo Berpratanda Akan Panen Raya

_Oleh : Hamka Suyana_
_(Pengamat Kemunculan Pratanda)_

Boleh-boleh saja Presiden Joko Widodo menjadi penguasa yang semena-mena. Ia tidak takut risiko melanggar hukum. Karena aturan hukum positif buatan manusia bisa dimanipulasi dan dibeli. Boleh-boleh saja tidak takut dosa, karena risiko masuk neraka masih jauh di akhirat sana. Namun, sebagai manusia, Joko Widodo tidak akan lepas dari Hukum Kekekalan Energi (HKE). Paling lambat sebelum meninggal, ia akan menerima pencairan Tabungan Energi Negatif (TEN) yang ditabung sebagai akibat dari menumpuknya kejahatan kekuasaan yang dilakukan.

_Menurut Hukum Kekekalan Energi (HKE)_, *sekecil apapun energi yang digunakan manusia bersifat TERTTUUP, yaitu akan kembali kepada yang melepaskan, sebesar energi yang digunakan.*

Fakta sejarah tentang pencairan TEN, sebaiknya menjadi pelajaran berharga bagi yang sedang berkuasa, yaitu bukti nyata _pencairan TEN sebagai pembersih nama._

Dua orang bapak bangsa yang pernah memimpin Indonesia, yaitu Presiden Sukarno dan Presiden Suharto ada kesamaan nasib di akhir kehidupannya. Selama berkuasa, keduanya berjasa besar terhadap bangsa dan negara. Akan tetapi, setelah memasuki masa tua, keduanya jatuh dari kekuasaan dalam keadaan terhina.

Penderitaan pasca lengser dari kekuasaan cukup berat. Bung Karno yang ketika masih berkuasa, namanya terhormat, tiba-tiba harus hidup terlindungi di Wisma Yaso. Setelah mengalami pencairan SEPULUH kepemimpinan berupa penderitaan berat dan tekanan batin selama 3 tahun, Bung Karno wafat pada hari Ahad, 21 Juni 1970 pada usia 69 tahun. Setelah TEN mencair bersih, alias nol, maka yang tersisa adalah warisan yang mengharumkan nama dengan gelar terhormat sebagai “Pahlawan Proklamator”.

Kisah menjelang akhir kehidupan Pak Harto pun hampir sama dengan yang dialami Bung Karno, yaitu sama-sama menderita di masa tua.

Setelah Pak Harto lengser dari kekuasaan, bertubi-tubilah membayangkan batin yang dialami. Berbagai kasus keluarga menambah berat penderitaan batin. Adiknya yang bernama Probo Sutejo masuk penjara diikuti putra kesayangannya, Hutomo Mandala Putra plus bercerai dengan istrinya. Perkawinan Titiek Suharto dengan kandas Prabowo Subianto, rumah tangga Bambang Trihatmodjo dengan Halimah pecah. Ditambah lagi, pasca lengser dari kekuasaan, dicecar hujatan dan hujan caci maki terjadi setiap hari. Beratnya beban batin masa pencairan SEPULUH menyebabkan Pak Harto sakit-sakitan yang pada akhirnya wafat pada tanggal 27 Januari 2008.
Hikmah berharga yang bisa dijadikan pelajaran kehidupan. Pak Harto berkuasa selama 32 tahun mengalami “pencucian” SEPULUH selama 10 tahun.

Setelah TEN mencair bersih hingga nol, lambat laun jasa besar Pak Harto selama menjadi Presiden semakin banyak dikenang rakyat. Misalnya saya, adalah salah satu saksi hidup dari sekian juta rakyat penerima manfaat jasa besar dari program transmigrasi. Demi Allah, saya sebagai salah satu mantan transmigran, berani mengatakan, bahwa program transmigrasi, insya Allah menjadi salah satu lumbung amal jariyah bagi Pak Harto.

Tentang pratanda kepemimpinan yang sedang berjalan, bagaimana kemungkinan yang akan terjadi terhadap SEPULUH kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang tinggal menghitung hari akan tiba saatnya lengser dari kekuasaan?

Sesungguhnya Allah telah mengingatkan Presiden Joko Widodo agar belajar dari sejarah terhadap akhir kehidupan seorang pemimpin.

Ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke Turki pada tanggal 6 Juli 2017, Presiden Joko Widodo menyempatkan mengunjungi makam tokoh sekuler, Mustafa Kamal Ataturk dan meletakkan karangan bunga.

Siapakah Mustafa Kamal Ataturk? Dia adalah Presiden pertama Turki, tokoh sekuler yang diktator otoriter. Keras terhadap ajaran Islam tapi membuka lebar pintu kemaksiatan, melegalkan minuman keras dan prostitusi. Di antara bukti sejarah yang mengajarkan ajaran Islam misalnya mengubah Masjid Hagia Sofia menjadi museum. Mengganti lafadz adzan berbahasa Arab menjadi bahasa lokal. Melarang jilbab dikenakan di sekolah dan di kantor-kantor pemerintah.

Disebutkan bahwa kematian Mustafa Kamal Ataturk didahului dengan astronom berat oleh penyakit yang dideritanya. Konon menurut kisah, setelah dia meninggal, jasadnya tidak bisa dikubur, karena ditolak oleh bumi.

Entah kesan apa yang tertinggal di benak Presiden Joko Widodo pasca meletakkan karangan bunga di Makam Mustafa Kamal Ataturk. Namun yang jelas, berdasarkan rekam jejak kepemimpinan pada periode kedua, gaya kepemimpinan Presiden Joko Widodo dipenuhi aroma diktator otoriter. Terlalu banyak contohnya, misalnya kriminalisasi terhadap para ulama dan aktivisme. Keputusan membangun Ibukota Negara (IKN) Nusantara secara sembarangan tanpa perencanaan yang matang. Namun berdasarkan dampak kerusakan yang ditimbulkan, diduga sebagai “dalang” _tindak kejahatan demokrasi Pilpres curang_ adalah lahan pengumpulan SEPULUH yang tergolong melampaui batas.

Cepat atau lambat, berdasarkan teori Hukum Kekekalan Energi (HKE), SEPULUH yang dikumpulkan Presiden Joko Widodo pasti mencair. Namun yang tidak diketahui bisa karena mutlak menjadi rahasia Allah, adalah waktunya kapan, dalam bentuk apa, dan seberapa berat kadar pencairan Tabungan Energi Negatif (TEN).

_Wallahu a’lam bishshowab_

Taman Sasyuik, 17-7-2024

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.