Home Energy Pendekatan Inovatif untuk Diversifikasi Energi Disorot dalam DEMI Webinar Alumni Connect  PPI...

Pendekatan Inovatif untuk Diversifikasi Energi Disorot dalam DEMI Webinar Alumni Connect  PPI Dunia dan Komunitas Migas Indonesia

262
0

Pendekatan Inovatif untuk Diversifikasi Energi Disorot dalam DEMI Webinar Alumni Connect  PPI Dunia dan Komunitas Migas Indonesia

ENERGYWORLD.CO.ID –  Seri webinar volume pertama yang diselenggarakan oleh Departemen Energi Digital, Mineral, dan Investasi Alumni Connect PPI Dunia, bekerja sama dengan Komunitas Migas Indonesia, sukses digelar kemarin. Acara ini disiarkan langsung melalui saluran YouTube PPI TV dan menarik perhatian peserta dari kalangan akademisi, birokrat, pegawai BUMN, pihak swasta, aktivis, dan pengusaha serta masyarakat pegiat energi.

“Program ini bertujuan untuk melakukan edukasi, mewadahi aspirasi, dan membuka ruang diskusi antar ahli dan pemangku kepentingan serta pihak-pihak terkait. Ini adalah gerakan intelektual pentahelix untuk mengkonsolidasi berbagai peran guna mewujudkan kebijakan dan bisnis yang berkelanjutan,” tutur Ketua Digital Energi Mineral dan Investasi (DEMI) Alumni Connect PPI Dunia, Muhammad Iksan Kiat, pada hari Sabtu (27/7).

Webinar volume pertama yang bertemakan “Diversifikasi Energi dan Teknologi Energi Bersih: Teknologi Clean Coal, Transgas Pipeline dan LNG, dan CCUS untuk Energy Mix yang Resilient, Reliable, dan Sustainable” ini menghadirkan pembicara-pembicara terkemuka dari berbagai sektor. Acara dibuka dengan Berbagai dari Heri Putranto, Ketua Komunitas Migas Indonesia, yang menekankan pentingnya membahas isu-isu energi global dan transisi menuju sumber energi yang lebih bersih.

Pandangan Para Ahli

Julian A. Shiddiq, Direktur Pembinaan Program Mineral Batubara, menyatakan bahwa “Batubara masih menjadi sumber energi utama dan penyangga bagi Indonesia hingga energi terbarukan dapat mencapai porsi yang diharapkan sesuai target bauran energi nasional. Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim, batubara dapat dioptimalkan melalui inovasi teknologi untuk menggantikan pembangkit yang sudah ada dengan pembangkit baseload EBT seperti melalui Biomass Cofiring. Selain itu, juga melalui penerapan inovasi Teknologi Batubara Bersih termasuk penerapan IGCC dan CCS/CCUS.”

Dr. Nuki Agya, Direktur Utama ASEAN Centre for Energy, berpandangan bahwa “Kalau kita harus mem-phase out batubara, yang menjadi masalah adalah mengurangi kapabilitas kita untuk mensecure pasokan energi kita, karena kita memiliki sumber daya melimpah dari hidrokarbon itu sendiri dan juga akan memperparah ketergantungan kita terhadap sumber daya energi yang kurang aman. PV dan WIND itu 90% proses produksinya berada di China. Dan kita tidak mempunyai cukup waktu untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Gimanapun, kalau kita paksa produksi angin dan surya ada di Asia Tenggara misalnya, kita butuh 20 tahun. 20 tahun itupun belum tentu harga PV dan WIND kita menjadi lebih murah karena infrastruktur di China sudah sangat-sangat sempurna untuk membuat biaya PV dan WIND sangat murah. Dan jika kita bergantung pada teknologinya dari negara lain, berarti kita menggantungkan keamanan energi kita terhadap negara lain, dan itu bukan merupakan salah satu kategori keamanan energi. Kita masuk ke dalam perangkap ketidakamanan energi, sehingga kita tidak bisa bergantung pada pasokan energi kita sendiri.”

Ardian Nengkoda, Senior Prefoessional dan Perwakilan SPE Saudi Aramco, menambahkan dari bidang minyak dan gas, “Beberapa keahlian dari rekan-rekan industri migas bisa diterapkan, bisa diubah, bisa ditransformasikan ke energi terbarukan. Misalkan kepakaran di bidang pengeboran “pengeboran” bisa ditransformasikan ke teknik pembangkit listrik tenaga angin. Dari Drilling Engineer menjadi Generalist Engineer kemudian bisa dipekerjakan di Wind Engineer. Selain itu, kami dari SPE sedang membangun penelitian serius tentang panas bumi dan siap dikembangkan di seluruh dunia. Faktor keamanan energi ini tidak bisa dilepaskan dari Indonesia. Produksi migas Indonesia misalnya hanya sekitar 550-600 ribu barel per hari, sementara konsumsinya 1,2 juta. Dari mana nomboknya? Dari impor. Artinya Indonesia punya PR besar untuk mengisi kesenjangan tadi misalnya dari bioresource, terbarukan, dsb.”

Dr. Anggawira, Ketua Asosiasi Perdagangan Energi dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO), menyoroti tantangan yang dihadapi pelaku usaha tingkat menengah dalam mengoptimalkan potensi yang ada. “Ketika permintaan tinggi, mereka kesulitan meningkatkan produksi karena kesulitan mendapatkan pembiayaan dan membutuhkan alat berat. Waktu yang seharusnya bisa kita optimalkan untuk meraup keuntungan jadi tidak optimal. Perusahaan kecil dan menengah biasanya tidak bisa mengakses pembiayaan lain selain perbankan. Tapi dari perbankan sendiri sudah baik, sebaiknya dari sektor keuangan misalnya OJK dan bank-bank dapat menerapkan kebijakan yang lebih fleksibel, tidak menopang secara langsung tapi sub-bisnis seperti alat berat bisa mendapatkan dukungan.”

Pandangan Masa Depan

<span;>Webinar ini menandai awal dari serangkaian diskusi Digital, Energi, Mineral dan Investasi yang bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai aspek diversifikasi energi dan kemajuan teknologi. Penyelenggara akan mengadakan webinar ini setiap bulan dengan topik-topik yang relevan dengan sektor digital, energi, mineral, dan investasi.EDY/Ewindo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.